Chereads / 4 Leaf Clover / Chapter 7 - Sedikit Berbeda

Chapter 7 - Sedikit Berbeda

POV : Silvia Sapphira

Saat aku memasuki kelasku, kelas XI IPS 2, kelas itu sudah penuh ramai orang-orang, kelas itu cukup berisik saat aku pertama kali memasuki kelas, namun tiba-tiba suasana menjadi hening ketika aku memasuki kelas.

Semua mata tertuju padaku, murid-murid di kelasku mulai membicarakan tentang diriku melalui bisikan-bisikan yang sangat mengganguku.

Namun aku menghiraukan itu dan terus berjalan mencari tempat yang kosong, dan kebetulan hanya ada satu tempat yang kosong, yaitu tepat berada di pojok belakang sebelah kanan kelas. Tempat itu memanglah kosong, akan tetapi disana ada sebuah tas yang sudah tergeletak diatas meja tersebut, yang mana aku rasa orang tersebutlah yang akan menjadi teman sebangkuku.

Aku pun lalu menaruh tasku disebelah tasnya, dan kemudian aku duduk dibangku kosong itu, lalu aku membuka bukuku yang sedari tadiku pegang dan mulai membacanya. Kelas pun kemudian kembali ramai sama seperti sesaat sebelum aku tiba.

Setengah jam telah berlalu, Pak Ridwan akhirnya masuk kedalam kelasku. Pak Ridwan adalah walikelasku, ia adalah salah satu guru di SMA Pancasila, rumor mengatakan bahwa dia adalah guru paling killer disekolah ini, tak ada satu pun yang berani melawannya, bahkan para senior dari kelas IPS 2 terdahulu sekali pun.

Pak Ridwan berjalan memasuki kelas dengan sangat gagah dan berwibawa, seakan-akan menegaskan bahwa cap guru killer bukanlah rumor semata. Para murid yang tadinya berisik, seketika langsung sunyi, ketika melihat sosok Pak Ridwan yang memasuki kelas dengan sangat gagah.

Pak Ridwan lalu menatap kami dengan tajam. "Baiklah, kurasa kalian sudah mengetahui kenapa kalian bisa berada dikelas ini, dan kenapa bapak yang menjadi walikelas kalian," sahut Pak Ridwan dengan begitu tegasnya.

"Apakah semua sudah lengkap semua ?" Tanya Pak Ridwan seraya kemudian ia melihat kedalam buku absen.

"Masih ada yang belon dateng pak!" teriak salah satu murid.

Pak Ridwan lalu menghelakan nafasnya.

"Pasti mereka."

Jika dilihat-lihat lagi, ternyata kelas saat itu memanglah masih belum lengkap. Selain orang pemilik tas yang berada di sebelahku itu belum datang, orang yang tasnya berada di depanku serta di pojok kiri kelas, mereka bertiga belum hadir kedalam kelas. Lalu mengingat bahwa Pak Ridwan mengatakan kata "Pasti Mereka." Aku rasa orang-orang itu adalah murid-murid yang sering membuat onar.

"Baiklah kita mulai absen saja, abaikan saja mereka yang belum datang." Seru Pak Ridwan seraya mulai membacakan absen.

Tak lama kemudian setelah Pak Ridwan mulai membacakan absennya, mereka bertiga (murid-murid yang tasnya sudah berada dikelas sebelum aku datang) memasuki kelas dengan begitu santainya.

"Lo sih Mil..., telat kan kita jadinya...," ucap wanita cantik berambut panjang.

"Dih... malah nyalahin gua, padahal kan, lo sendiri yang ngejar-ngejar gua, berartikan salah lo Gab, iyakan Nov ?"

Sementara itu, wanita berambut sebahu hanya terdiam seraya menatap wajah pria bertubuh kurus yang berada disampingnya itu. "...."

Itulah percakapan mereka bertiga ketika memasuki kelas. Mereka benar-benar terlihat begitu santai saat memasuki kelas, seakan-akan mereka tidak memiliki salah sama sekali.

Sejujurnya aku sedikit terkejut dengan sikap mereka, meski mereka berada dihadapan guru sekelas Pak Ridwan sekali pun, mereka masih bisa bersikap santai dan tenang seperti itu.

Lalu beberapa detik setelah mereka bertiga memasuki kelas, aku barulah sadar bahwa dari ketiga orang tersebut, dua diantaranya adalah orang yang telah aku temui tadi pagi, yaitu Si pria berbadan kurus, serta temanya wanita cantik berambut panjang. Ya... aku masih ingat betul wajah mereka berdua yang cukup menyebalkan itu. Dan untuk yang seseorang lagi, ia adalah Novi Syifa, wanita berambut sebahu yang mana merupakan anggota pembasket wanita disekolahku. Aku mengetahuinya karna beberapa kali disaat aku bosan, aku menyempatkan melihat permainan tim basket putri sekolahku, latih tanding.

"Ya ampun, kalian lagi..., kalian lagi, cepat duduk !" Tegas Pak Ridwan menyuruh mereka duduk. Lalu mereka tanpa ragu dengan sigap langsung menuruti ucapan Pak Ridwan itu.

Dan ternyata orang yang tasnya berada disebelahku itu adalah pria yang tadi pagi bertabrakan denganku, namanya adalah Milas Scarlet. Sejujurnya aku benar-benar emosi ketika aku tau bahwa orang yang telat itu adalah pria yang tadi menabraku, itu karna selain mereka tidak menghargai orang lain, mereka juga tidak menghargai waktu. Aku sangatlah membenci hal itu.

Namun saat itu aku masih memendamnya, itu semua semata-mata karna aku tidak ingin mencari masalah dihari pertama aku sekolah ditahun kedua ini. Jadi aku berusaha untuk tetap diam dan mengabaikan semua kebencianku kepadanya saat itu.

"Misi dong..., gak muat nih !" Sahut peria kurus yang menyebalkan itu, menyuruhku untuk memberikannya jalan untuk masuk ke tempat duduknya yang tepat berada di sebelahku.

Aku merasa perkataannya itu sedikit kasar, dan membuat emosi yang telah aku tahan sebelumnya itu meluap-luap bagaikan air yang mendidih keluar dari sebuah teko.

Seketika aku pun lalu berdiri dari tempat duduku, dan karna begitu emosi dan kesalnya, aku pun tanpa basa-basi dan peringatan sedikit pun seketika langsung melayangkan tinju terbaikku tepat mengarah ke wajahnya.

Seketika dia pun langsung jatuh pingsan, ketika tinjuku menghantam wajahnya dengan begitu kerasnya. Ya... sejujurnya aku sudah tau akan berakhir seperti itu, bahwa dia pasti akan tersungur seketika tinjuku mengenai wajahnya, hanya saja aku tidak begitu peduli saat itu, emosiku yang meluap-luap itu mengalahkan rasa kemanusiaan didalam diriku ini, dan hanya mementingkan egoku saja.

Lagi pula aku adalah mantan pemegang sabuk hitam dalam seni beladiri Taekondow, jadi sudah sewajarnya amatiran seperti dirinya terkapar ketika terkena tinju kerasku itu.

Setelah aku menghajarnya, seketika temannya yang bernama Gaby, langsung marah kepadaku. Ia segera berdiri dari tempat duduknya yang berada dipojok kanan kelas, ia lalu datang menghampiriku dengan penuh amarah, bahkan ia juga mengabaikan peringatan yang keluar dari mulut Pak Ridwan, dan terus berjalan menuju kearahku.

Untuk seorang wanita cantik nan elegan seperti dirinya, aku akui dia sangatlah berani.

Dia tak memperdulikan peringatan Pak Ridwan sama sekali, benar-benar diluar dugaanku.

Kami pun kemudian berhadap-hadapan satu sama lain, sementara seisi kelas hening tanpa suara apa pun."Apa masalah lo brengsek !" Teriak Gaby seraya menatapku dengan tatapan tajam.

Aku pun menghiraukannya, aku menghiraukannya karna aku pikir berurusan dengannya tidaklah terlalu penting, lagipula jika kuladeni tentu saja aku yang akan menang. Begitulah pikirku saat itu.

Lalu Gaby menarik kerah bajuku. "Kenapa lo diem aja ?!"

Seketika suara keras hentakan dari kepalan tangan Pak Ridwan yang memukul papan tulis pun bergema ke seisi kelas.

Brakkk !

"Sudah hentikan itu Gaby," bentak Pak Ridwan. "Bukankah akan lebih baik jika kau membawa Milas pergi ke UKS untuk dirawat." Ucap Pak Ridwan memberikan saran kepada Gaby yang sedang dipenuhi emosi.

Seketika itu Gaby langsung melepaskan kerah seragamku, dan tanpa basa-basi ia dan juga temannya yang satu lagi yaitu Novi, membopong pria kurus itu menuju ruang UKS.

Sementara itu, aku sudah pasti berurusan dengan Pak Ridwan, ya..., Pak Ridwan membawaku keruang guru untuk berbicara empat mata dengannya.

Namun aku sedikit terkejut ketika pria kurus itu tidak sampai dirawat di rumah sakit akibat tinju yang aku layangkan itu, karna aku merasa tinju yang aku layangkan itu sangat keras, akan tetapi dia hanya dirawat di uks sekolah saja. Sementara itu disisi lain, banyak orang yang menerima tinjuku masuk rumah sakit. Melihat tubuhnya yang kurus dan memperhatinkan itu, sejujurnya aku benar-benar cukup terkejut ketika dia bisa bertahan untuk tidak sampai dirawat di rumah sakit.

Dan itulah kesan keduaku terhadapnya. Cukup buruk, bahkan mungkin lebih buruk dari yang pertama.

Setelah mendapatkan ceramah yang cukup panjang dari Pak Ridwan aku pun akhirnya merasakan sedikit menyesal setelah menghajarnya dengan cukup keras, jika aku pikir-pikir kembali, sebetulnya dia itu memanglah tidak salah, terlebih dia juga telah meminta maaf kepadaku, hanya saja entah kenapa emosiku meluap-luap begitu saja tak terkendali saat itu.

Lalu akhirnya aku pun memutuskan untuk datang ke Uks, tujuanku kesana yang pertama tentu saja untuk meminta maaf kepadanya, karna jujur saja aku cukup menyesal telah membuatnya terluka hingga harus dirawat di uks.

Lalu aku seraya membawa peralatan buku, serta beberapa peralatan tulis pun kemudian berjalan menuju uks.

Namun disaat aku ingin meminta maaf kepadanya, dan pergi ke uks, ditengah perjalanan menuju uks, aku bertemu dengannya. Ia sedang dalam kondisi yang cukup memperhatikan namun juga bisa dikatakan bahwa dia baik-baik saja.

"Hai...." Sapanya seraya tersenyum ramah kearahku.

"...." Aku hanya terdiam memandanginya yang terlihat baik-baik saja meski secara fisik terlihat cukup memprihatinkan.

Lalu disaat aku hendak memberikan uluran tangaku sebagai permintaan maaf kepadanya, tiba-tiba saja dia mengatakannya duluan kepadaku, yang mana itu membuatku sungguh terkejut bukan main. "Sorry ya..., soal tadi gua bener-bener gak sengaja hehehe."

Aku benar-benar terkejut ketika dia mengatakan itu, aku benar-benar tidak mengerti mengapa saat itu dia minta maaf kepadaku, kenapa dia meminta maaf kepadaku meski aku yang salah, itu benar-benar sangat tidak bisa kumengerti saat itu.

Gaby yang tidak terima jika temannya yang ia rasa tidak bersalah itu meminta maaf kepadaku pun, akhirnya terlihat sangat kesal.

Wajahnya memerah matanya pun menatap Milas dengan sangat tajam. "Loh Kok ,lo yang minta maaf sih Mil, kan dia yang salah, dia yang mukul lo loh !" Bentak Gaby kesal.

Lalu Milas pun tersenyum kearahnya seraya menatapnya dengan penuh senyuman, lalu dengan begitu santainya ia pun berkata. "Iya... tapi gua yang mulai duluan, gua yang nabrak dia dan lari gitu aja Gab." Ucapnya dengan sangat tenang.

"Iya... tapikan---," ucap Gaby mencoba untuk membantah pendapat Milas. Namun belum selesai Gaby berbicara Milas sudah menyambungnya kembali.

"Udah... gak usah banyak tapi Lo Gab, coba aja gua gak lari gitu aja pasti gak gini kejadiannya, jadi ini jelas kesalahan gua Gab !" ucapnya ngotot kepada Gaby. "Dan seharusnya lo juga minta maaf ke dia Gab !" Lanjutnya dengan mimik wajah serius.

Lalu dengan perasaan canggung, Gaby pun mencoba meminta maaf kepadaku. "Sorry...," ucapnya seraya memalingkan wajahnya seakan tidak ikhlas meminta maaf kepadaku.

Jujur saja, aku tidak begitu mengerti dengan pola pikir Si Milas itu, dan hal itu malah semakin membuatku penasaran dengan dirinya saat itu. Terlebih, ketika Pak Ridwan menceramahiku, dari kata-kata Pak Ridwan terdengar seperti ia menaruh hormat lebih kepadanya, ia memuji sesekali ketika ia menceramahi diriku, sebutlnya aku tidak begitu mengerti apa point keuntungan dari Pak Ridwan memuji dirinya dihadapanku, namun saat itu aku menghiraukannya dan menganggapnya angin lalu saja.

Pada awalnya mungkin aku hanya menganggap itu lelucon belaka, namun ketika melihatnya, entah mengapa aku merasa seperti ada sesuatu hal lebih yang terdapat pada dirinya, namun entahlah... saat itu aku juga tidak begitu mengerti kenapa aku berpikir seperti itu. Begitu fokusnya aku memikirkan hal itu, sampai-sampai aku tak sadar bahwa Milas sedari tadi terus memetik kan jarinya berkali-kali di dekat kupingku.

"Oi... oi, kok bengong sih." Tegurnya penasaran dengan apa yang sedang aku lamunkan.

"...." Aku pun tetap diam tak bergeming seraya menatapnya dengan tatapan kosong.

Ya... aku diam bukan karna aku mengabaikan dirinya, atau pun tidak peduli dengan pertanyaannya itu, semua itu aku lakukan karna aku telah berjanji kepada diriku sendiri, bahwa aku tidak akan pernah lagi berbicara kepada siapa pun, bahkan kepada kedua orang tuaku sendiri. Maka dari itu, karna saat itu entah mengapa aku sedang tidak bersemangat untuk menulis sesuatu di buku yang padahal aku bawa dan sudah aku persiapkan sebelumnya, aku pun hanya diam dan mendengarkan semua ucapannya itu.

Melihatku yang hanya diam tak merespon apa pun ucapannya, dia pun mulai panik, lalu dia memasang wajah melasnya itu tepat dihadapanku, menatapku dengan mata yang berbinar menyedihkan. "Sekali lagi gua minta maaf ya Sil, Gaby juga ya kan Gab ?"

Dengan canggung Gaby melirik kearahku. "Iya Gua juga, karna udah nendang buku lo, plus marah-marah sama lo, Sorry ya...." Ucap Gaby, yang meski pun jika dilihat-lihat dari wajahnya, seakan terpaksa.

Lalu Novi yang sedari tadi diam saja, tiba-tiba dengan begitu bersemangat dia berkata. "Oke Gua juga !" Ucapnya beresemangat, meski dia sama sekali tidak ada hubungannya denganku.

Lalu Milas pun menatap Novi dengan penuh keheranan. "Lah... kenapa lo minta maaf juga Nov ?"

"Au nih Novi..., gak jelas banget !" Timpal Gaby yang terlihat sedikit emosi dibuatnya.

Lalu seraya memejamkan matanya Novi berkata. "Ya... gua mau minta maaf aja, kalian berdua kan udah minta maaf sama Silvi, Gua juga harus minta maaf dong..., kita bertiga kan sepaket !" Sahut Novi seraya tersenyum manis.

Gaby lalu menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah dari Novi. "Huh..., Bodo amat..., Iyain aja dah... Nov... Suka suka lo! Capek gua Nov." Ucap Gaby yang menatap wajah Novi dengan ekspresi wajah yang kesal.

Lalu kemudian Milas kembali menatapku dengan senyuman, lalu dia pun kemudian pamit. "Oh iya duluan ya Sil.... " Ucapnya yang kemudian pergi meninggalkanku.

Aku pun lalu kembali ke kelas dan melupakan semua hal yang telah terjadi, lagi pula tak ada alasan untuk aku mengingat-ingat kembali percakapan bodoh itu, benar-benar tidak berguna. Begitulah pikirku saat itu.

Namun entah mengapa setelah jam istirahat, mereka bertiga malah tidak pernah kembali lagi ke kelas. Tapi entahlah, mungkin mereka memang sangat menyukai masalah, dan disaat itu juga aku pun memutuskan untuk sebisa mungkin tidak berurusan dengan mereka bertiga lagi.