Chereads / Mencintaimu Dalam Diam / Chapter 16 - Chapter 15

Chapter 16 - Chapter 15

Masih dalam diamnya, Aiza berusaha untuk fokus setelah mendengar semua ucapan Arvino yang baru saja terlontar dari mulutnya.

Apakah semua itu benar jika dosen tampan yang kini sedang menatapnya itu suka dengannya? Hanya Allah dan Arvino lah yang tau.

Karena tidak ingin semakin larut dalam sorotan tatapan Arvino, Aiza memundurkan langkahnya sambil menundukkan wajahnya yang malu.

Arvino baru saja mengungkapkan perasaanya padanya. Terlalu dini bahkan terlalu cepat. Tapi apakah Arvino sedang tidak bercanda mengingat reputasi pria itu yang suka bergonta-ganti pasangan apalagi sering mengucapkan kata-kata gombalan receh seenaknya?

Oh ayolah, Aiza belum pernah mengenal seorang pria yang membuatnya tertarik. Aiza tidak memiliki satu pengalaman pun tentang cinta.

Tidak heran jika saat ini perasaannya bercampur aduk antara senang atau tidak namun terselip ragu diantaranya apakah saat ini Arvino sedang bercanda atau tidak.

"Saya tidak perlu jawaban dari kamu sekarang." lontar Arvino lagi. "Saya hanya mengungkapkan saja apalagi hal ini terus terpikir dibenak saya sejak kemarin. Kalau boleh jujur, ini sangat mengganggu."

Aiza mengerutkan dahinya namun hal itu membuat Arvino tersenyum kecil.

"Menganggu karena pada akhirnya perasaan saya tidak terbalaskan. Kan sakit, saya harus gimana dong?"

Aiza hanya menghela napasnya. Arvino mulai mengada-ada baginya! Hari ini benar-benar melelahkan buat Aiza.

Aiza mulai membatin mengapa Dosen tampan seperti Arvino bisa menyukainya sih? Padahal dirinya hanya gadis sederhana yang berbeda jauh dengan sosok Adila yang ia lihat saat di butik tadi.

"Pasti sekarang kamu berpikir kenapa saya suka sama kamu."

"A-apa?"

"Ck." Arvino menyeringai."Simpel kok. Kamu berbeda dari kebanyakan wanita yang saya kenal. Bagaimana? Mau?

"Mau apa?" tanya Aiza gugup.

"Jadi calon istri saya lah!"

"Tolong Bapak jangan bercanda. Lebih baik saya pergi karena masih banyak kesibukan yang harus saya-"

"Kalau saya serius bagaimana? Tolong jangan beri saya harapan."

"Saya tidak beri harapan kepada Bapak!" kesal Aiza.

"Kamu memang tidak memberi harapan. Tapi hati kamu berharap cinta dari saya kan?" cengir Arvino dan lagi-lagi pria itu menggoda Aiza yang wajahnya sudah merona merah. Membuat Aiza seperti itu adalah hobi barunya saat ini.

"Kamu memang tidak memberi harapan. Tapi hati kamu berharap cinta dari saya kan?" cengir Arvino dan lagi-lagi pria itu menggoda Aiza yang wajahnya sudah merona merah. Dan membuat Aiza seperti itu adalah hobi terbaru Arvino saat ini.

"Ngomong-ngomong jalanan ini sekarang rame banget ya."

Aiza tidak menggubris ocehan Arvino dan memilih pergi dari sana. Tanpa diduga Arvino mengikutinya dari belakang.

"Tapi sayang banget jalanan doang yang rame. Sedangkan hati saya sedang sepi."

Aiza memang mendengar semua ocehan pria itu. Tapi sebisa mungkin ia berusaha untuk fokus meskipun sekujur tubuhnya panas dingin akibat efek gombalan receh dari Arvino yang membuatnya gugup napas oleh debaran hatinya.

"Kamu mau ramaikan hati saya? Hati saya kosong. Sepi. Butuh seorang wanita yang mengisinya supaya tidak sepi lagi."

Cukup sudah! Aiza berbalik badan dan menghadap Arvino yang hampir saja menabrak dirinya.

"Pak!"

"Kenapa?"

"Tolong jangan bercanda. Maaf saya terganggu."

"Saya tidak menganggu. Mungkin hanya perasaanmu saja."

"Tapi-"

"Vino!"

Suara panggilan yang berasal dari wanita paruh baya menghentikkan perdebatan mereka dan seketika Aiza membulatkan kedua matanya tidak percaya bahwa wanita paruh baya tersebut adalah seorang ibu-ibu yang ia lihat keluar dari minimarket dan tanpa sengaja menjatuhkan dompetnya.

"Bunda?"

Arvino mengabaikan Aiza dan segera mendekati Bunda Ayu sambil mencium punggung tangannya. Sedangkan Aiza, gadis itu terkejut kalau ibu paruh baya tersebut adalah Bunda Arvino.

"Nak, kamu baik-baik saja kan? Bunda liat-" pertanyaan Ayu pada putranya terhenti saat melihat Aiza yang kini menatapnya. "Kamu gadis yang hampir tertabrak tadi ya?"

Aiza mengangguk. "Em i-iya Bu. Saya hampir saja tertabrak karena teledor tidak memperhatikan lampu lalulintas yang menyala hijau. Niat saya hanya untuk mendatangi ibu karena melihat dompet ibu yang terjatuh."

"Tapi kamu tidak apa-apa kan Nak?" Ayu pun mendekati Aiza dan memegang pundaknya.

"Rumahmu dimana? Sudah makan? Wajah kamu pucat." Tanya Ayu secara berentet. Dan itu benar. Wajah Aiza pucat setelah mengalami syok karena hampir saja ditabrak oleh pengendara roda dua.

"Em sa-saya-"

"Vino. Kamu bawa mobilkan? Antar Bunda pulang sama gadis ini, eh bentar! Kamu mahasiswi Putra saya ya ah atau calon istrinya Putra saya?"

Aiza panik. "Em bukan Bu." Sangkal Aiza cepat. "Saya mahasiswi Pak Arvino di kampus. Tapi maaf Bu, saya bisa pulang sendiri."

Ayu pun menggeleng. "Jangan. Kamu pasti lelah. Istirahat dirumah saya ya."

Aiza melongo. Sementara Arvino menatap interaksi keduanya dan terlihat jelas jika Bundanya itu menyukai sosok Aiza.

Tidak diragukan lagi jika sejak dulu beliau memang menginginkan anak perempuan namun apa daya karena takdir yang diberikan kepada Ayu yang hanya memiliki dua anak laki-laki.

"Kamu sudah berusaha untuk mendatangi saya hanya untuk mengingatkan dompet saya yang terjatuh bahkan nyaris ditabrak meskipun pada akhirnya ada orang lain yang melihat dompet saya yang terjatuh."

Ayu beralih menatap Putranya. "Vino, cepat ambil mobilmu. Bunda tunggu disini."

Dengan semangat, Arvino hanya mengangguk patuh kemudian menjalankan perintah Bundanya. Tentu saja dia semangat mengingat situasi saat ini ada sosok Aiza yang secara tidak langsung membuat Bundanya menyukainya.

Tanpa mereka sadari, dari kejauhan Adila menatap interaksi mereka dengan perasaan sesak dan ada rasa cemburu di hatinya.

🖤🖤🖤🖤

Devika merasa bosan di Caffe milik saudara kembarnya yang bernama Devian. Rasa lapar diperut Devika membuat wanita cantik itu menginginkan burger sekarang juga

"Kakak!"

"Hm."

"Aku lapar."

"Lapar? Makanlah."

"Tapi aku pengen burger di restoran siap saji Kak. Ayolah tolong belikan aku."

Devian mendengus kesal. Sejak tadi dirinya yang sedang asik bermain game di ponselnya pun merasa terganggu.

Oh ayolah, hari ini dirinya sedang libur dinas dari segala pekerjaannya dirumah sakit dan sepertinya semua itu terganggu gara-gara saudara kembarnya itu si Devika.

"Makan disini saja. Cafe ini juga menyediakan burger. Kenapa kamu tidak minta buatkan saja sama karyawanku didapur?!"

"Aku tidak mau." tolak Devika. "Aku sudah bosan."

"Aku juga tidak mau belikan."

"Kakak!"

"Apa sih? Ribut!"

"Yaudah kalau gitu aku keluar saja sendiri. Dasar pelit."

Devika mengerucutkan bibirnya dan memilih pergi menuju pintu luar cafe namun belum saja terjadi, Devian segera mencekal lengan Devika dan menatapnya tajam.

"Tunggu disini saja! Aku tidak ingin terjadi sesuatu lagi padamu diluar sana. Kamu pernah dibegal.."

Seketika raut wajah Devika kembali berbinar. Devika memang menyukai sikap Kakaknya yang begitu perhatian padanya meskipun sedikit.

"Kalau begitu belikan burger untukku sekarang. Tidak pakai lama."

"Iya bawel! Sudah Kakak pergi dulu. Kakak pakai motor karyawan saja supaya tidak terjebak macet."

Devian pergi begitu saja bertepatan saat Fikri dan Reva masuk kedalam caffenya sebelum mereka pergi ke perpustakaan.

Sesaat, kedua mata Fikri menatap wajah cantik Devika yang berlalu dan kembali duduk ditempatnya semula. Tanpa ia sadari, Reva menatap Fikri dengan perasaan campur aduk dan tidak senang. Ia pun berdeham untuk memecah tatapan Fikri pada Devika.

"Kamu yang pesan atau aku?"

Fikri menatap Reva. "Aku saja. Kamu cari tempat duduk buat kita."

Sebisa mungkin, Reva menutupi rasa cemburunya pada Devika yang merupakan kakak tingkat sekaligus seorang wanita yang pernah menyiram Aiza dengan sebotol air mineral beberapa hari yang lalu.

"Memang susah. Mencintai dalam diam dan hanya bisa dilakukan dengan mencintai dalam doa." lirih Reva dalam hati.

Devian sudah berada ditengah jalan sambil mengendarai motor matik yang ia pinjam milik karyawannya. Sesampainya disebuah persimpangan, mendadak Devian mengalami kemogokan secara tiba-tiba dan berakhir dengan dirinya harus turun dari atas motor untuk mengecek keadaan motornya di pinggir jalan.

"Kenapa tiba-tiba motornya mogok? Apa bensinnya habis?" Devian melongo kearah jarum spedometer dan memastikan jika posisinya belum berada di garis merah.

"Masih ada. Tapi kenapa mogok ya?"

Devian memilih jongkok untuk mengecek bagian bawah motornya dengan seksama. Dari jarak beberapa meter, terlihat Adila sedang merenung menikmati angin udara untuk menghibur dirinya sendiri setelah apa yang ia lihat sejak beberapa menit yang lalu.

Kenyataan mendapati Arvino yang terlihat tertarik dengan gadis seperti Aiza membuat hatinya cemburu.

"Huft! Kenapa harus dia sih yang disukai Arvino?" dengan gemas Adila menendang batu krikil secara asal hingga batu kecil itu mengenai kepala Devian.

"Argh!

Adila terkejut dan tidak menyangka jika tendangan batu krikil yang berasal darinya itu mengenai kepala seorang pria yang sedang berjongkok disamping motor matik. Buru-buru Adila mendekatinya dan meminta maaf.

"Aduh, maafkan saya Mas. Saya tidak sengaja."

Devian menyentuh keningnya sambil meringis dan menatap Adila seolah-olah terhipnotis oleh kecantikan alami wanita itu. Mencoba mencari perhatian, Devian pura-pura memasang wajah ekspresi kesakitan.

"Ya ampun kepala saya sakit."

"Sa-sakit ya Mas? Aduh, kalau gitu saya minta maaf deh." lirih Adila dengan raut wajah khawatir.

"Em gimana ya Mas? Saya belikan obat ya. Itu keningnya sampai memar gitu. Maaf saya tidak sengaja."

"Sudah-sudah. Tidak perlu meminta maaf Mbak."

"Tapi Mas, itu keningnya-"

"Saya tidak butuh obat kok."

"Tapi-"

"Obatnya lihat wajahmu saja sudah cukup Mbak."

Adila mengerjapkan kedua matanya tidak percaya. Berusaha untuk tidak malu. Apakah pria didepan matanya ini sedang bercanda?

"Mas, mari saya antar ke apotik. Saya belikan obat-"

"Sekarang bukan kening saya yang sakit."

"A-apa?"

"Jantung saya."

Adila tambah khawatir. "Mas punya penyakit jantung?"

"Tidak kok." senyum Devian. "Jantung saya aja nih yang berdebar-debar karena kedatangan kamu Mbak."

🖤🖤🖤🖤

Dasar gombal receh macam Arvino 🤣🤣

Terimakasih.

With Love

LiaRezaVahlefi

Instagram: lia_rezaa_vahlefii