3 Tahun Kemudian
Waktu terus berjalan. Selama tiga tahun pula Aiza tinggal di Samarinda sebagai tempat perantauan dirinya untuk menempuh pendidikan kuliah sarjana S1.
Seperti biasa, tidak ada yang istimewa dari semua itu termasuk tentang Arvino yang selalu menjadi sosok tambatan hatinya sejak dulu. Ia memang menyukai Arvino, bahkan seiring berjalannya waktu mulai jatuh cinta padanya dalam diam meskipun menanggung resiko akibat persaingan banyaknya wanita lain diluar sana yang memang menyukai Arvino.
Disisilain, Arvino tidak henti-hentinya mengajak Aiza untuk menjadi calon istrinya sejak tiga tahun yang lalu hingga sekarang.
Aiza tidak mengerti bahkan merasa kesal ketika adakalanya Arvino masih saja terlihat kesana kemari dengan beberapa mahasiswi yang mengaguminya dan menempel seperti perangko. Katanya suka, tapi pria itu terlihat tidak keberatan saat para wanita mendekatinya. Benar-benar membingungkan!
Sedangkan Adila? Jangan ditanya. Wanita itu sama seperti dulu yang selalu mengejar bahkan mencari perhatikan dengan Arvino tanpa mengenal kata mundur seperti halnya dengan sosok Devika yang labil.
Aiza benar-benar menghindari Devika yang memiliki sikap tempramen bahkan Devika pun tanpa segan-segan memarahi Aiza saat tanpa sengaja melihat Aiza bersama dengan Arvino walaupun hanya kepentingan mata kuliah.
Saat ini, Aiza tengah menjalankan program kuliah kerja nyata atau biasa disebut dengan KKN disebuah instansi pemerintahan kota Samarinda.
Untung saja semuanya berjalan dengan lancar sehingga setelah pulang dari KKN, Aiza memilih menghabiskan waktunya dengan bekerja paruh waktu di sebuah minimarket dan berprofesi sebagai kasir untuk menambah kebutuhan serta uang tabungan untuk biaya kuliahnya.
Jika dipikir, rezeki memang tidak kemana terlebih pemilik minimarkert tersebut adalah Ayu, ibunda Arvino.
Semenjak kedekatan mereka setelah insiden dompet terjatuh tiga tahun yang lalu, saat itulah Ayu mengetahui tentang Aiza sedikit demi sedikit termasuk tempat tinggal Aiza bahkan kehidupan Aiza yang sederhana.
Ayu memang menyukai sosok Aiza dan sudah menganggapnya sebagai putri kandungnya sendiri sehingga saat salah satu pekerjanya di minimarket tersebut resign, saat itulah Ayu menyuruh Aiza bekerja disana meskipun hanya mengambil satu sift mengingat Aiza yang masih berkuliah.
Aiza mengecek jam di pergelangan tangannya. Hari sudah semakin sore ketika hari ini ia mendapatkan sift pagi mengingat hari ini adalah hari minggu.
Jika tanggal merah, Aiza memilih bekerja seperti biasanya dan memilih mengambil waktu sift pagi dan bertukar sift dengan rekan kerjanya yang sudah disetujui oleh Bu Ayu dan rekan kerja Aiza.
"Aiza."
Suara seorang wanita yang dua tahun lebih tua darinya bernama Shin muncul dihadapannya sambil merapikan pakaiannya.
Aiza menoleh pada Shin. "Ada apa?"
"Sudah waktunya kamu pulang."
"Aku tahu." jawab Aiza yang memang bersiap untuk pulang dan segera menjauh dari posisinya sebagai kasir.
"Uang gaji sudah ditransfer tuh sama Bu Ayu. Barusan aku mengeceknya di ATM."
Aiza baru ingat jika hari ini adalah hari gajihan. Rasa syukur tak terkira menyergap dirinya..
"Terima kasih. Aku pulang."
Shin hanya mengangguk dan mulai fokus dengan pekerjaannya ketika seorang pria hadir dihadapannya yang hendak membayar sebotol air mineral lalu tanpa diduga mengedipkan salah satunya hingga membuat Shin bersemu merah.
"Totalnya Rp. 3000 Kak." ucap Shin setelah mentotal harganya di kasir komputer.
Pria itu hanya mengangguk lalu mengeluarkan uang tunai untuk membayar sebotol air mineral tersebut yang ia beli.
"Maaf, saya mau tanya apakah gadis tadi sudah selesai jam bekerja?"
Shin mengerutkan dahinya sambil mengemas botol mineral tersebut kedalam kemasan plastik ketika konsumen yang ada didepannya itu tanpa diduga bertanya padanya.
"Sudah Kak." ucap Shin yang tidak melepas tatapannya pada sosok pria itu. Sosok pria yang tampan.
Siapa lagi kalau bukan Arvino yang secara tidak langsung anak dari pemilik minimarkert tersebut namun sayangnya para pekerja disana tidak ada yang mengenalnya bahkan mengetahui siapa sebenarnya Arvino mengingat pria itu jarang sekali mengunjungi minimarket Bundanya itu.
Terlebih Shin dan Aiza adalah pekerja baru. Hanya karena Aiza lah yang menjadi alasan Arvino yang rela mendatangi minimarket milik Bundanya itu.
"Kalau begitu terima kasih." ucap Arvino sambil mengedipkan salah satu matanya. "Boleh minta nomor ponselmu?"
Dengan senang hati Shin meraih selembar kertas lalu menuliskan nomor ponselnya kemudian memberikannya pada Arvino. Wanita single mana yang tidak menolak jika yang meminta nomor ponselnya itu adalah pria seganteng Arvino.
"Thanks!" Arvino mengedipkan salah satu matanya lagi hingga membuat Shin rasanya hampir pingsan bahkan meleleh di tempat. "Arvino, salam kenal."
Setelah mengucapkan itu, Arvino segera pergi dari sana tanpa harus menunggu respon dari seorang Shin yang sedang bahagia ketika ada seorang pria tampan meminta nomor ponselnya dan segera menuju mobilnya untuk menunggu Aiza yang akan keluar dari Minimarket.
"Ya Allah, ganteng banget sih masa.." lirih Shin dengan sendirinya sambil memegang kedua pipinya yang merona merah bahkan mengalahkan make up blush on yang ia punya.
🖤🖤🖤🖤
Aiza terdiam setelah menatap buku catatan kecil yang ia pegang setelah menulis sebuah catatan yang bertuliskan semua hutang-hutangnya pada Arvino.
Sudah tiga tahun berlalu dan selama itulah Aiza menyicil semua hutangnya pada Arvino secara sedikit demi sedikit yang berjumlah Rp. 4000.000,-.
Masih tersisa 1 juta rupiah lagi dan setelahnya, ia akan bernapas lega mengingat semua hutangnya lunas. Memang, membutuhkan waktu yang lama bagi seorang Aiza untuk melunasinya yang hidupnya terbilang sederhana apalagi anak rantauan.
Dan Aiza tidak perduli harus menyicil karena ia memiliki rasa tanggung jawab pada hutangnya dan hidup mandiri.
Aiza mengecek jam di pergelangan tangannya dan sudah satu jam ia berada di ruangan loker khusus karyawan minimarket hanya untuk menghitung jumlah hutang beserta kebutuhan lainnya.
Tanpa membuang waktu lagi, ia pun memilih pergi dari sana dan segera menuju ATM untuk mengambil uang gajihnya.
🖤🖤🖤🖤
Arvino merasa bosan menunggu Aiza didalam mobil yang sejak tadi tidak melihat gadis itu keluar dari Minimarket. Sore akan segera berakhir dan tergantikan dengan waktu senja.
Sebelum semua waktu itu berjalan, Arvino memilih menyerah dan meninggalkan halaman parkiran minimarket tersebut kemudian mengemudikan mobilnya dengan rasa kecewa.
Namun, semua kekecewaan itu tidaklah lama ketika beberapa menit kemudian Arvino melihat Aiza yang baru saja keluar dari ATM center dan segera menepikan mobilnya sambil membunyikan klakson mobilnya.
Aiza tersentak ketika mendengar suara klakson mobil yang membuatnya harus menghentikan langkahnya. Aiza pun segera menoleh kebelakang dan melihat siapa pemilik mobil tersebut. Dan lagi, jantung Aiza kembali berdebar setiap bertemu dengan Arvino.
Namun, semua debaran itu sirna begitu saja saat ia harus ingat jika kedatangan Arvino kali ini adalah menagih semua hutangnya.
Merasa tahu diri, Aiza memilih diam di tempat dan mulai merogoh tas selempangnya bertepatan saat Arvino sudah melangkah mendatangi dirinya
"Saya cariin kamu kemana dan ternyata disini. Saya sudah-"
Arvino menghentikan ucapannya dan menatap Aiza yang sudah menyerahkan sebuah catatan kecil yang sudah ia ketahui sejak dulu selama tiga tahun ini tanpa harus menelitinya lebih lanjut.
Arvino menghela napasnya dan segera menerima catatan kecil tersebut yang berisi tanda terima pelunasan cicilan hutang Aiza padanya lalu mendatanganinya.
"Saya sudah nunguin kamu didepan minimarket. Kamu pulang lewat mana? Kok saya tidak lihat?"
"Ini Pak. Bulan ini saya nyicil Rp. 200.000 dulu. Jadi hutang saya sisa Rp. 800.000." ucap Aiza tanpa basa-basi dan berusaha mengabaikan pertanyaan Arvino.
"Aiza-"
"Insya Allah saya akan melunasi secepatnya Pak. Permisi. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumusallam." Arvino merasa gemas ketika Aiza menghindarinya secara terus menerus selama tiga tahun ini dan segera bergerak cepat untuk menghadang Aiza kemudian berdiri dihadapan gadis itu.
"Saya belum selesai bicara Aiza! Bisa tolong hargai saya?"
Aiza memundurkan langkahnya. Dihadapkan dengan pria setampan membutuhkan energi ekstra untuk meredamkan debaran hatinya.
"Mulai bulan depan saya tidak akan menerima sisa hutang mu itu!"
"Tapi Pak-"
"Saya akan menerima jika kamu mau menjadi calon istri saya. Bisa hentikan semua ini? Saya sudah kaya dan banyak uang. Apapun yang saya inginkan saya bisa membelinya." kesal Arvino tanpa memperdulikan jika Aiza menganggapnya sombong.
"Hanya cinta dari seorang wanita yang belum saya miliki. Dan cinta itu berasal dari kamu. Tolong terima lamaran saya Aiza."
Kedua mata Aiza berkaca-kaca. Siapapun diposisi Aiza akan terharu mendengar pernyataan Arvino yang sudah kesekian kali melamar dirinya selama tiga tahun.
Tapi, bayangan Devika yang marah-marah bahkan bisa menyakitinya secara fisik terlebih sikap Adila dan kecantikannya ditambah karir yang dimiliki wanita itu membuat Aiza minder dan tidak percaya diri untuk bersanding dengan Arvino.
"Kamu tidak perlu takut atas semua ancaman para mahasiswi yang akan meneror kamu Aiza. Saya tahu apa yang kamu takutkan selama ini." Dan seperti bisa membaca pikiran Aiza, Arvino kembali berucap untuk meyakini Aiza
"Saya akan mengumumkan kepada semua orang kalau kita menikah sehingga para wanita diluar sana tahu kamu kamu istri sah saya Aiza." Aiza diambang kebingungan. Ia menyukai Arvino tapi rasa ketakutannya membuatnya harus berpikir apakah menerima atau menolaknya.
"Tolong terima lamaran dari saya Aiza. Saya-"
"Pak Arvino!"
Keduanya pun menoleh ke sumber suara yang ternyata panggilan tersebut berasal dari Kumala.
Seorang wanita yang merupakan mahasiswi tingkat akhir yang kebetulan sedang dekat dengan Arvino.
"Bapak kemana sih? Kenapa tidak angkat telepon saya? Kenapa tidak balas pesan singkat dari saya? Saya sudah chat Bapak loh dari tadi. Katanya Bapak janji mau jalan sama saya sekaligus temenin saya ke toko buku?" cecar Kumala dengan kesal. Lebih tepatnya kekesalannya itu untuk Aiza yang merupakan adik tingkatnya.
"Kumala saya-"
"Ayo pergi sekarang Pak! saya bela-belain loh minta berhenti sama supir taksi online cuma karena lihat Bapak disini. Awalnya saya mau ke toko buku sendirian."
"Yaudah kamu kesana saja sendiri. Saya-"
"Saya tidak mau terima alasan apapun termasuk kesibukan Bapak! Bapak sudah janji sama saya."
"Mas Arvino?"
Suara Adila kembali memecah perdebatan mereka yang tiba-tiba hadir diantara mereka. Adila yang memang sedang mengemudikan mobilnya melewati jalan tersebut memilih berhenti dan menyampaikan keinginannya secara langsung sambil tersenyum ramah.
"Maaf ya saya menganggu kalian dengan Pak Arvino." ucap Adila pada Aiza dan Kumala.
Adila berusaha menahan cemburu terhadap Aiza dan satu orang wanita lagi bernama Kumala. Ia pun kini beralih menatap Arvino.
"Em Mas Vin, jangan lupa ya besok kerumah Ada syukuran pindahan rumah."
"Pindah rumah? Rumah siapa?" tanya Arvino bingung. Bahkan saat ini baik Aiza maupun Kumala, keduanya terdiam seribu bahasa tanpa berkomentar sedikitpun.
"Ayah sama Bunda Mas Vin tidak kasih tahu ya kalau sekarang rumah aku pindah? Lebih tepatnya pindah di sebelah rumah orang tua Mas Vin. Papa baru saja membelinya seminggu yang lalu."
Arvino menatap Adila sejenak dan tidak menyangka jika orang tua Adila sekarang bertetangga dengan Ayah dan Bundanya. Lalu secara tidak langsung, mereka juga bertetangga dengan si kembar Devika dan Devian.
Kenapa semuanya jadi serba kebetulan begini? Arvino hanya menghela napas dan setidaknya ia bersyukur sudah memiliki tempat tinggal sendiri yang jauh dari jangkauan mereka.
"Eh kalian, Aiza dan.." lirik Adila pada Kumala. "Kamu mahasiswi Pak Arvino kan? Kamu datang juga ya. Tidak apa-apa kok. Jangan sungkan. Saya undang kamu dan Aiza. Jangan lupa datang loh ya."
Kumala hanya mengangguk ragu dan berbeda dengan Aiza yang tidak merespon bahkan tanpa banyak bicara lagi hanya mengangguk singkat kemudian buru-buru pamit untuk memilih pergi dari sana dengan rasa kesal yang ia pendam.
Adila tahu, Aiza cemburu tapi ia mengabaikannya dan akhirnya ikutan pamit untuk melanjutkan keperluannya hingga akhirnya Adila meninggalkan Kumala dan Arvino.
Arvino hendak mengejar Aiza namun sepertinya, gadis itu sudah menjauh bahkan Kumala pun tidak bisa diabaikan mengingat janjinya yang sudah terlanjur pada mahasiswinya itu.
Sekarang Aiza bisa apa? Arvino memang terlahir tampan sejak dulu dan sudah menjadi takdir ia memiliki pesona yang di gandrungi banyak kaum hawa sehingga membuat dirinya jatuh cinta meskipun ia memiliki banyak saingan dengan para wanita diluar sana.
Sebuah getaran yang berasal dari ponselnya membuat Aiza harus segera mengeceknya dan mengetahui jika ada satu pesan singkat dari aplikasi chating yang berasal dari Shin.
Shin : "Aiza, besok kamu masuk malam kan?"
Aiza ; "Iya."
Shin : "Kalau gitu, aku akan memundurkan waktu jam pulang sift pagiku. Mungkin aku akan pulang jam 6 sore."
Aiza : "Oke."
Shin : "Besok ada hal yang penting yang harus aku ceritakan ke padamu."
Aiza : "Boleh."
Shin : "Tadi ada cowok. Ganteng banget. Terus dia belanja ke minimarket kita dan ujung-ujungnya minta nomor ponselku. Seneng banget gak sih aku!"
Aiza yang sejak tadi berjalan tiba-tiba menghentikan langkahnya. Rasa penasaran menyergap dirinya ketika membaca dua kata 'cowok ganteng'.
Aiza dilanda kebimbangan, apakah ia harus bertanya siapa sosok pria itu atau tidak. Dan, apakah pria yang di maksud oleh Shin adalah Arvino? Ah tidak mungkin. Pria di bumi ini banyak. Tidak Arvino saja.
Dengan ragu, Aiza mulai membalas pesan Shin dan berharap jika pria itu bukanlah sosok yang ia pikirkan sejak tadi namun, tanpa diduga Shin sudah membalasnya terlebih dahulu.
"Namanya Arvino! Dia minta nomor ponsel aku. Ya ampun, ganteng banget Za. Rasanya pengen meleleh akutuh. Btw aku lagi chatingan nih sama dia."
🖤🖤🖤🖤
Aiza kuat kok. Aiza tetap sabar kok. Nahan cemburu itu gak mudah loh 😖😊
Terimakasih sudah membaca. Sehat terus buat kalian ya.
With Love
LiaRezaVahlefi
Instagram: lia_rezaa_vahlefi 🖤