Arvino kesal sendiri setelah hampir 40 menit menunggu Aiza yang sejak tadi berdiam diri mendengar semua pembicaraan Alex yang berada disampingnya.
Masa bodoh dengan soal status, Arvino pun segera keluar dari mobilnya bahkan mengabaikan tetesan air hujan yang mengenai tubuhnya hingga akhirnya ia pun berdiri tepat didepan Aiza dan Alex.
Aiza terkejut mendapati Arvino berada didepan matanya. Tak hanya itu saja, Alex yang sejak tadi berbicara dengan Aiza pun akhirnya terdiam begitu saja melihat Arvino yang terlihat tidak suka dengannya.
"Ini sudah sore." ucap Arvino dengan santai sambil memperhatikan jam dipergelangan tangannya. "Mau senja. Ayo Aiza kita pulang."
"Apa katanya? Kita?" ucap Aiza dalam hati
Alex berdiri dari duduknya dan menatap Arvino yang saat ini terlihat angkuh. "Maaf, anda-"
"Aku Arvino, calon suami Aiza."
Aiza hampir tersedak mendengar lontaran Arvino yang begitu santai. Tapi ia tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang merona merah.
Tatapan Aiza beralih ke Alex karena merasa tidak enak dengan kehadiran Arvino yang tiba-tiba terlihat tidak sopan. Apalagi Arvino itu seorang Dosen. Seharusnya dia punya etika.
"Pak Alex, i-itu tidak benar. Saya-"
"Itu benar!" jawab Arvino dengan cepat. "Kamu saja yang terus menolak saya Aiza."
Aiza menyela "Tapi-"
"Baru calon suami kan?" Suara Alex membuat Aiza dan Arvino sontak menoleh kearahnya.
Alex tetap bersikap santai dan mencoba menstabilkan emosi dan rasa kesalnya pada Arvino yang kali ini terlihat angkuh. Alex menghedikan bahunya sambil memasukan kedua tangannya dalam saku celana kainnya .
"Tidak masalah selagi janur kuning belum melengkung." Alex menatap Arvino dengan senyuman yang menjadi andalannya saat sedang menghadapi saingan darinya. Arvino berdeham. Ia kehabisan kata-kata dan mencoba mencari alasan lain yang terdengar masuk akal untuk ia ucapkan.
"Aku kemari hanya ingin menagih hutangku pada Aiza." lontar Arvino pada Alex. "Ini masalah pribadi dan aku ingin membicarakannya pada Aiza. Hanya berdua."
Alex sadar diri jika kata-kata dari Arvino barusan secara tidak langsung adalah mengusir dirinya dengan halus.
Alex berdeham. "Hutang ya? Oh." Alex kembali menatap Aiza dan tidak lupa dengan senyumannya. "Kalau gitu saya pergi dulu ya Aiza. Jangan lupa bayar hutang kamu supaya lunas. Kalau sudah lunas, setidaknya kamu tidak terikat lagi."
Arvino ingin menyumpahi Alex dalam hatinya saat ini juga. Coba tahu ia tidak akan menggunakan kata hutang untuk mencegah obrolan mereka.
Secara tidak langsung Alex benar. Jika hutannya lunas, otomatis ia tidak akan memiliki alasan lagi untuk mendekati Aiza. Alex pun melenggang pergi dan sekarang hanya menyisakan Arvino dan Aiza yang terdiam dalam suasana canggung.
Mungkin canggung bagi Aiza, tapi tidak dengan Arvino yang sejak tadi merasa senang karena pesaing macam Alex akhirnya pergi menjauh. Sudah lama Arvino tidak melihat Aiza semenjak gadis itu melaksanakan KKN meskipun saat ini Aiza masih sama seperti tiga tahun yang lalu, menundukkan wajahnya dan bertatapan mata bila seperlunya.
Aiza merogoh tas ranselnya kemudian mengeluarkan uang sebesar Rp. 50.000 dan tidak lupa dengan catatan kecil andalannya yang biasa ia pakai untuk menerima tanda tangan pelunasan dari Arvino. Lagi-lagi Arvino hanya diam tanpa bisa berkata apapun.
Sebenarnya, ia merasa tidak tega apalagi berniat menagih hutang tersebut. Arvino merasa tidak enak dan terpaksa menandatangani catatan itu lalu menyerahkannya pada Aiza.
"Aiza, Saya tidak bermaksud-"
"Maaf saya baru bisa membayar Rp.50.000 Pak." ucap Aiza dengan cepat. Ia pun menerima buku catatan tersebut kemudian memasukannya kedalam tas. "Uang saya hanya sisa segitu. Tunggu akhir bulan untuk kembali menerima gajihan"
"Jadi kamu sama sekali tidak ada uang saat ini?"
Aiza menggeleng. "Tidak. Uang saya habis karena Bapak menagihnya." lirih Aiza
Rasa penyesalan kembali terasa dihati Arvino. Sungguh ia benar-benar tidak bermaksud menagih hutannya pada Aiza hari ini.
Jangankan menagih, menghitung sisa hutang Aiza pun ia tidak pernah. Menerima semua uang dari Aiza hanyalah keterpaksaan yang ia lakukan.
Keputusan memang tidak bisa dirubah karena pada akhirnya Aiza tetaplah seorang gadis yang memiliki rasa tanggung jawab dan tidak ingkar janji.
Benar-benar calon istri idaman. Baik, Solehah, menutup aurat dan paket komplit untuk Arvino perjuangkan saat ini.
"Jangan sedih." hibur Arvino. "Jalan yuk. Mumpung malam ini malam Sabtu."
Aiza mengangkat wajahnya dan menatap Arvino dengan terkejut. Ini pertama kalinya seorang Arvino mengajaknya jalan.
Rasa senang dan bahagia tidak bisa ia tepis didalam hatinya namun semua itu hanyalah sesaat karena ia tahu Arvino bukanlah suaminya untuk bebas digandeng kemanapun.
Sekelebat bayangan para mahasiswi yang menerornya atau menyakitinya membuat Aiza tidak bisa berkutik ketika pada akhirnya ia memilih mengubur dalam-dalam keinginannya untuk bisa merasakan cinta seorang Arvino.
"Maaf saya tidak bisa-"
"Meskipun ke Mesjid?"
"Apa katanya? Ke Mesjid? Benar-benar diluar dugaan!" Ucap Aiza dalam hati. Tadinya Aiza pikir Arvino akan mengajaknya dinner ataupun ke Mall.
"Ke- ke Mesjid?" tanya Aiza ragu.
Arvino mengangguk. "Hm." Arvino menggaruk lehernya dan terlihat salah tingkah.
"Tadi siang saya baca berita disosial media. Ada ustad kondang dari Jakarta datang ke mesjid Islamic Center malam ini. Rencananya saya mau ajak kamu kesana."
Siapa yang tidak ingin mendatangi Ustad kondang tersebut jika selama ini Aiza hanya melihatnya di televisi ataupun aplikasi YouTube maupun sosmed? Oh ayolah, seorang Arvino baru saja berniat mengajaknya kesana.
Bukankah ini ide yang bagus? Diajak oleh seorang pria yang ia sukai ke tempat yang secara tidak langsung akan menambah pahalanya untuk mendengarkan sebuah ceramah?
"Oh iya kamu tidak perlu bingung soal pakaian ganti. Ada titipan dari Bunda tuh. Pakaian syar'i buat kamu. Pulang dari butik Adila, Bunda membelikan Syar'i buatmu. Sebenarnya dari kemarin saya mau kasih, tapi kamu sibuk. SMS tidak dibales, ditelepon tidak diangkat. Yaudah saya kasih sekarang saja." Bohong Arvino yang sebenarnya ketika tiga tahun yang lalu saat Adila's opening butiknya, Aiza melihat sebuah pajangan syar'i dan menatapnya takjub. Arvino tahu bila Aiza menginginkannya namun tak bisa membelinya. Jika Arvino berkata Syar'i itu pemberian darinya, bisa dipastikan Aiza akan menolaknya.
Aiza melongo dan terkejut. "Tapi pak. Sa-saya-"
"Mau atau tidak? Rezeki loh. Kayaknya bunda sayang dan seneng tuh sama kamu. Saya sebagai anaknya aja sudah gak pernah lagi dibelikan baju sama Bunda, ya tau sendirilah saya sudah kaya." Dan lagi, Arvino bersikap songong dengan kesombongannya meskipun hanya bercanda.
"Oh iya, lumayan loh datangi Ustad terkenal itu dari Jakarta. Kapan lagi dengar ceramah beliau secara langsung? Mumpung ada di Samarinda." ucap Arvino panjang kali lebar. Ia berusaha untuk mengajak Aiza yang terlihat ragu. Perlahan, Aiza memilih menganggukan kepalanya hingga sebuah senyuman terbit diwajah Arvino.
Ugh, Saat ini Aiza benar-benar hampir meleleh cuma karena efek seorang Arvino yang tersenyum kearahnya. Namun hanya sebentar mengingat ia sendiri harus menjaga pandangannya.
"Yasudah ayo. Kita langsung kesana dan sholat magrib disana. Sekalian saja deh kamu ganti baju di toilet sana." ucap Arvino yang segera membalikan badannya di ikuti dengan Aiza yang berada di belakang.
Hujan mulai mereda dan Arvino tidak bisa menahan senyumnya sejak tadi. Apalagi saat ini Aiza sudah berada didalam mobil Arvino meskipun gadis itu memilih duduk dikursi belakang. Arvino sangat paham. Gadis seperti Aiza tidak akan mau diajak jalan kemanapun jika saat ini mereka bukan pasangan suami istri.
Dari Aiza, Arvino belajar satu hal secara perlahan jika ia tidak sepantasnya mengajak seorang wanita apalagi menggandengnya kesana kemari jika belum halal.
Sedikit demi sedikit, Aiza membawa pengaruh baik terhadap dirinya untuk tidak menjadi seorang playboy lagi. Dan secara tidak langsung, Arvino mulai meninggalkan segala kemaksiatan yang pernah ia lakukan dimasalalu.
Aiza, gadis itu adalah gadis yang baik yang pantas untuk dihargai dan diperlakukan dengan baik. Arvino pun melirik kearah Aiza melalui kaca spion tengah dalam mobilnya dan terkejut ketika tanpa sengaja mendapati Aiza sedang tersenyum kecil meskipun kedua mata gadis itu menatap ke jalanan raya yang berada disamping kaca mobilnya.
Ntah hal apa yang sedang dipikirkan Aiza saat ini, tapi Arvino benar-benar tidak menyangka akan melihat senyuman dari seorang Aiza. Apakah gadis itu sedang bahagia? Atau ada hal lain? Itulah yang Arvino pikirkan saat ini.
Ya Allah, rasanya Arvino bahagia sekali ketika untuk pertama kalinya ia melihat seorang Aiza tersenyum setelah 3 tahun mengenal gadis itu.
Bahagia itu sederhana. Hanya dengan melihatnya tersenyum sudah membuat hati Arvino bahagia tak terbendung.
Dan, selalu ada cara buat Arvino untuk mengajak Aiza jalan bersama sekalipun hanya untuk menghadiri sebuah ceramah dimesjid. Tidak masalah jika selama itu akan mengarah kebaikan.
"Aku harap suatu saat kamu duduk disebelahku seperti ini. Di saat aku sedang mengemudikan mobilku supaya aku bisa menggenggam tanganmu Aiza. Aku ingin melihat senyum kamu seperti tadi."
"Aku harap suatu saat kamu duduk disebelahku jika sedang berada didalam mobil bersamaku supaya aku bisa menggenggam tanganmu Aiza. Aku ingin melihat senyum kamu seperti tadi."
🖤🖤🖤🖤
Acung siapa yang meleleh dan baper 😆
Terimakasih sudah membaca. Sehat terus buat kalian ya.
Terimakasih.
With Love
LiaRezaVahlefi
Instagram: lia_rezaa_vahlefii 🖤