Chereads / Mencintaimu Dalam Diam / Chapter 27 - Chapter 26

Chapter 27 - Chapter 26

Setelah menangis karena tidak bisa menahan rasa sedih akibat penolakan yang Arvino katakan padanya, Devika memilih duduk di bangku panjang sebuah taman rumah sakit yang berada di belakang bangunan tersebut.

Sambil duduk menundukan wajahnya dan mengusap kasar air matanya menggunakan punggung tangannya, ia menangis dengan perasaan yang terpukul ketika penolakan cinta yang selama ini ia ukir dengan nama Arvino di hatinya.

Devika memilih menyendiri sejenak untuk menghilangkan rasa sedihnya dengan duduk di bangku taman daripada ia mengemudikan mobilnya dalam keadaan kalut dan berakhir dengan kecelakaan.

Sebuah uluran sapu tangan berada di samping wajahnya. Devika menoleh dan mendapatkan Fikri disana. Devika tidak menerima dan memilih memalingkan wajahnya karena tidak suka dengan keberadaan Fikri.

"Jangan sedih."

"Untuk apa kamu kemari? Pergi sana." usir Devika dengan senggukan.

Fikri terlihat salah tingkah. Oh ayolah, ia sangat-sangat jarang berinteraksi dengan seorang wanita selain bunda Ayu dan Reva.

"Em. Aku-"

"Sudah sana pergi! Aku gak butuh siapapun apalagi kamu. Dasar culun!" ketus Devika.

Fikri menghela napasnya. Ia bingung harus bagaimana dan menghadapi Devika yang sedang sensitif akibat patah hati setelah di tolak kakaknya. Ia pun sedikit membenarkan kaca mata tebalnya dan memaksakan senyumnya.

"Maaf. Aku-"

"Kamu tuli ya? Aku bilang pergi ya pergi!"

Mungkin bukan saatnya untuk mendatangi Devika, Fikri pun meletakan sebuah sapu tangan tepat di samping Devika.

"Aku kesini cuma ingin memberikan sapu tangan ini padamu. Kalau aku belum bisa menyentuhmu dengan menghapus air matamu, setidaknya sapu tanganku ini bisa menghapus air matamu. Aku gak suka liat kamu menangis."

Devika tetap diam dalam posisinya. Fikri hanya tersenyum masam karena ia tau jika Devika tidak menyukainya. Well, siapa yang mau dengannya? Pria si kutu buku yang selalu memakai kaca mata tebal dan berkutat dengan buku-buku bahkan tidak pernah berkutat dengan urusan cinta?

Fikri pun berbalik badan dan meninggalkan Devika namun, sebelum benar-benar pergi dari sana. Fikri kembali berucap.

"Kamu cantik kalau sekarang berhijrah. Ternyata Allah membuka hatimu untuk berhijrah melalui perantara dengan menyukai kakakku ya. Jangan sedih, jodoh tidak akan kemana kok. Yang penting jangan kamu lakukan lagi jika hal itu salah. Jangan lepas hijabmu. Aku suka karena kamu cantik."

Setelah mengatakan itu, Fikri melenggang pergi meninggalkan Devika yang terdiam seribu bahasa. Apa benar dengan dikatakan Fikri bahwa Allah menyuruhnya berhijrah melalui dirinya yang menyukai Arvino?

Devika pun memaksakan senyumnya. Setidaknya jika Arvino bukan jodohnya, ia tidak akan melepaskan hijabnya sampai kapanpun.

Devika meraih sapu tangan pemberian Fikri yang berada disampingnya kemudian membukanya dan seketika Devika terkejut ternyata sapu tangan tersebut berukiran jahitan rapi yang bertuliskan. "For you, Princess Devika. Don't Sad and always smile."

Dari kejauhan, Reva tersenyum masam yang diam-diam melihatnya dari kejauhan. Selama berteman dengan Fikri, pria itu tidak pernah sekalipun memberinya sapu tangan atau benda lainnya yang seperti itu. Mungkin, banyak wanita yang menganggap Fikri adalah pria culun yang tidak memiliki hal istimewa apapun dibalik kepintaran dan buku-buku tebalnya tapi, tidak dengan Reva sendiri. Sekalipun Fikri sosok pria yang culun, tapi sebuah kebersamaan yang terbiasa bersama itulah yang membuat Reva jatuh cinta dalam diam.

🖤🖤🖤🖤

Adila mengerjakan pekerjaannya dengan tuntas setelah mengecek beberapa model dan pakaian syar'i di butik Adila's yang sudah berjalan selama tiga tahun itu. 

Tapi siapa sangka dibalik senyum manis yang selalu ia torehkan kepada konsumen dan orang-orang terdekatnya selama beberapa hari ini ia menyimpan rasa kesedihan dan kenyataan pahit akibat patah hati yang begitu menyesakkan didada.

Tidak mau berlama-lama larut dalam kesedihannya, Adila memilih pergi ke sebuah toko buku untuk menghibur diri dengan membeli sebuah novel romantis menggunakan mobilnya dan sebelum tiba di tujuan, Adila mengerutkan dahinya ketika sebuah notip pesan singkat masuk di pons elnya. Sebuah pesan singkat pemberitahuan isi ulang paket layanan internetnya. 

Adila pun segera mencari sebuah konter pulsa. Oh ayolah, Adila seorang pengusaha muda yang membutuhkan jaringan sosmed untuk memantau perkembangan penjualannya. Ia pun segera menghentikan mobilnya begitu melihat sebuah konter di pinggir jalan.

"Mas, saya mau isi pulsa."

Seorang pria yang terlihat masih remaja itupun segera memberikan sebuah buku dan alat tulis untuk Adila kemudian Adila pun segera menuliskan nomor ponselnya. 

Dari kejauhan tanpa Adila sadari, sejak tadi Devian sudah mengikutinya dan hanya bisa diam sambil menunggu didalam mobilnya. Ini adalah hari libur dan ia tidak akan menghilangkan kesempatan baik apalagi tentang Adila.

Setelah membeli pulsa untuk mengaktifkan paket layanan internetnya, Adila kembali melanjutkan perjalanannya ketika lagi-lagi Devian memilih ke konter tersebut karena sebuah ide cemerlang terlintas dibenaknya.

"Mas, saya isi pulsa ya." ucap Devian kepada pria berusia remaja tadi. Berusaha menahan senyumnya, Devian menulis nomor ponselnya yang tentunya tepat berada dibawah nomor ponsel Adila. 

Oh astaga, bukankah ini hal yang bagus? Selama tiga tahun ia tidak pernah meminta nomor ponsel Adila dan sekarang? jelas-jelas ia mendapatkannya dengan mudah.

Setelah selesai, Devian pun kembali melanjutkan perjalanannya yang kebetulan situasinya sedang macet di hari libur sehingga ia bisa kembali melihat posisi mobil Adila yang tepat berada didepannya mengingat kondisi jalur yang ditempuh kali ini hanya satu jalur.

Devian terus mengikuti mobil Adila tanpa wanita itu sadari hingga berakhir dihalaman parkiran toko buku. Adila memasuki toko buku tersebut dan Devian tetap mengikutinya tanpa Adila sadari. Adila terlihat serius menatap deretan novel-novel romantis terbaru bahkan tanpa menyadari jika Devian menatapnya dari kejauhan.

Merasa penasaran tentang nomor ponsel yang ia lihat di konter tadi adalah milik Adila, Devian pun mencoba menghubunginya ketika suara deringan ponsel yang berasal dari dalam tas Adila membuat wanita itu merogohnya kemudian mengangkatnya namun tidak ada suara apapun disana. 

Adila mengerutkan dahinya dan hanya menatap nomor ponsel tak dikenal yang membuat Devian hanya tersenyum geli dari kejauhan. Ternyata memang benar. Itu nomor Adila dan Devian pun segera menyimppan kontak Adila.

Waktu terus berlalu dan hampir 30 menit Devian memperhatikan Adila yang sibuk memilih novel lainnya meskipun sudah ada satu novel ditangannya. 

Devian terlihat bosan hingga sebuah judul buku yang menarik perhatiannya membuat ide cemerlang kembali terbesit di pikirannya. Dengan segera Devian meraih novel itu kemudian membelinya dan akan ia berikan pada Adila saat ini juga.

"Hai Asalamualaikum."

Adila menoleh dan terkejut melihat Devian ada disampingnya. "Wa'alaikumussalam. Mas Dev?"

"Em hai." Devian menggaruk lehernya yang terlihat salah tingkah. "Borong novel ya Mbak?" ucap Devian basa-basi.

Adila hanya tersenyum kikuk." I-iya, saya suka koleksi." Adila pun mengecek jam di pergelangan tangannya karena sejak dulu merasa tidak enak berbasa-basi dengan seorang pria yang bukan mahramnya.

"Em Mas, saya pergi dulu ya. Permisi Asalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam. Mbak Adila tunggu." cegah Devian.

"Ya?"

"Em.. ini, ada rezeki. Buat Mbak."

Adila mengerutkan dahinya. "Apa ini Mas?"

"Ini terima saja. Jangan di tolak ya. Ini rezeki loh."

Dengan ragu Adila menerima sebuah paper bag yang berisi sebuah buku dan sudah terbungkus rapi oleh kertas berwarna pink. "Mas Dev ini-"

"Sudah terima saja ya. Semoga kamu suka. Saya pergi dulu Mbak. Asalamualaikum."

Devian pergi begitu saja sebelum Adila benar-benar menolaknya lagi. Adila pun hanya menghedikan bahu tidak perduli dan segera menuju kasir untuk membayar dua novel yang sudah ia pilih.

Sesampainya dirumah, Adila segera merebahkan diri karena tubuhnya terasa lelah hingga suara deringan di ponselnya pun membuatnya harus segera bangun dari posisi tidurnya.

Adila mengerutkan dahinya.

"Ini siapa sih? Nomor ponselnya kok sama ya? Nomor yang tidak dikenal dan sempat masuk waktu aku ditoko buku tadi?

"Em, angkat tidak ya? Kali saja nomor konsumen baru." Adila menghedikan bahunya.

Setelah bimbang, Adila segera mengangkat panggilannya dan terkejut ketika suara yang sangat-sangat familiar terdengar ditelinganya.

"Asalamualaikum, hai mbak Adila."

"Wa'alaikumussalam. I-ini siapa?"

"Ini saya. Calon masa depanmu Mbak."

Adila mengela napasnya. "Maaf ini siapa? Kalau tidak penting saya akan-"

"Eitsss. Jangan di tutup. Ini saya Mbak, Devian."

"Ha? M-mas Devian?" Adila terkejut.

"Hehehehe iya." kekeh Devian. "Maaf Mbak menganggu, cuma mau tanya sudah dibuka belum pemberian dari saya."

Adila menoleh keatas meja disudut ruangan dan baru ingat kalau tadi Devian ada memberinya sesuatu. Namun, sebuah pemikiran kalau pria itu sudah mengetahui nomor ponselnya membuatnya terkejut dan bertanya. 

"Maaf Mas seharusnya saya yang tanya, Mas dapat nomor ponsel saya dari mana?"

Suara kekehan geli dari Devian terdengar. "Ada deh, rahasia dong Mbak. Jodoh aja rahasia Allah. Eh kali aja saya jodohnya Mbak."

"Mas!-"

"Buka saja deh Mbak pemberian dari saya. Setelah itu saya janji deh, akan tutup panggilan ini. Saya ngerti kok, Mbak lelah, pasti ingin istirahat kan?" Dan itu benar, Lebih baik ia segera membuka isi pemberian Devian agar dirinya segera beristirahat atau kalau perlu segera memblokir nomor ponsel Devian agar tidak mengganggunya lagi. Ia pun segera menuju meja disudut ruangan kemudian meraihnya dan membuka isinya.

Adila mulai menyobek kertas berwarna pink yang membungkus buku tersebut hingga kedua matanya terkejut ketika mendapati sebuah novel yang berjudul Will you marry me?'

"Gimana Mbak? Sudah dibuka?"

Adila tersadar dari keterdiamannya. "Ha? Em ini sudah. I-ini. Mas belikan saya novel?"

Devian terkekeh geli. "Iya. Bagaimana Mbak? Mau?"

"Ha? Ma-maksud Mas? Mau apa sih?"

Devian hanya menggelengkan kepalanya karena Adila benar-benar tidak peka sejak tadi. "Mbak baca judulnya ua."

"Will You Marry Me?"

"Itu ungkapan dari saya mbak. Apakah lamaran saya diterima?"

"Jadi Mas Dev lamar saya? Mas! gini ya-"

"Coba deh mbak buka halaman pertama dan baca lagi." potong Devian dengan cepat.

Adila hanya menurut dan membuka halaman pertama yang ternyata tanpa ia duga Devian menulisnya sewaktu sudah membayarnya di kasir.

Adila pun mulai membaca kata-kata tersebut. " Iya, aku mau menikah denganmu Devian."

Seketika Adila terdiam dan kedua matanya terbelalak. "Astaghfirullah, ya ampun Mas Deevvv!!!!!!!!!!"

🖤🖤🖤🖤🖤

🤣🤣🤣🤣 Devian kreatif ya 

Terimakasih sudah membaca. Sehat terus buat kalian ya. v