Chereads / Mencintaimu Dalam Diam / Chapter 15 - Chapter 14

Chapter 15 - Chapter 14

Perasaan yang cemburu kali ini membuat Aiza pada akhirnya memilih pergi dari sana sehingga tanpa Aiza sadari, dari kejauhan Arvino menatapnya dengan kerutan di dahinya.

Sementara itu, Adila yang mulai berspekulasi bahwa Arvino mungkin menyukai Aiza dan pikirannya yang saat ini masih dipenuhi tanda tanya akhirnya mencoba menarik perhatian Arvino lagi.

"Em, kamu sudah makan? Kebetulan saat dirumah aku memasak untuk makan siang dan membawanya dalam beberapa wadah."

Arvino yang sejak tadi menatap kepergian Aiza pun kini mengalihkan tatapannya pada Adila yang berada didepannya.

"Apa katamu tadi?" tanya Arvino yang sepertinya kurang fokus terhadap Adila yang menawarkan makan siang padanya.

Adila berusaha memaksakan senyumnya. "Kamu sudah makan?"

"Ah itu? Belum."

"Mau makan siang bareng? Kebetulan aku membuat makanan siang dalam porsi lebih."

"Tapi-"

"Sudah jangan sungkan." senyum Adila dengan sumringah oleh wajah cantiknya. "Rezeki jangan di tolak. Ayo ikut keruanganku."

Arvino tidak banyak berbicara dan karena Adila sudah baik menawarkan padanya, mau tidak mau Arvino tidak menolaknya dan memilih mengikuti Adila meskipun sekali lagi ia menoleh kesekitarnya mencari keberadaan Aiza namun sayangnya gadis itu tidak terlihat dikedua matanya.

Adila tersenyum sendiri ketika mengetahui bahwa Arvino mengikutinya. Ntah ini hanya perasaanya saja atau bukan, Adila merasa Arvino ada sesuatu dengan gadis yang ia lihat tadi.

Dan untuk sementara, Adila memilih tidak banyak bertanya terlebih dahulu pada Arvino mengenai sosok Aiza mengingat dirinya bukanlah siapa-siapa bagi Arvino.

🖤🖤🖤🖤

"Aiza!!! Psttt!!!"

Suara panggilan seseorang membuat Aiza menoleh dan mendapati Reva tengah memanggilnya dikamar pas sambil menyembulkan kepalanya di balik pintu.

"Apa?"

"Sini! Kemarilah, aku butuh bantuanmu." pinta Reva hingga akhirnya Aiza mendatanginya dan ikut masuk kedalam kamar pas yang lumayan besar.

"Ini. Bagaimana menurutmu? Apakah bagus?" Kali ini Reva meminta pendapat pada Aiza yang sedang mencoba stelan syar'i berwarna biru muda. Aiza menatap Reva sejenak dan mulai menimbang.

"Bagus." komentar Aiza. "Cocok sekali denganmu."

"Benarkah?" tanya Reva dengan wajah berbinar. "Kamu tahu kalau syar'i ini adalah pemberian dari Fikri?"

"Fikri ada disini?"

"Hm. Aku tidak menyangka tiba-tiba dia kemari dan memilihkan syar'i ini kemudian menyuruhku untuk mencobanya dan membelikannya untukku."

Aiza menatap Reva pada pantulan cermin yang ada didepannya. Dari raut wajah Reva saja Aiza mulai paham secara perlahan kalau Reva menyukai Fikri.

"Kalau tidak ada hal lain lagi, em aku keluar dulu."

"Oh silahkan. Terima kasih ya. Tunggu aku diluar."

Aiza hanya mengangguk kemudian keluar. Aiza memilih melihat-lihat koleksi pakaian lainnya dan kali ini kedua matanya terpaku dengan stelan syar'i dengan model yang bagus bahkan kainnya pun sangat halus dan adem berwarna tosca kombinasi pink.

"Cantik sekali." ucap Aiza dalam hati.

Perlahan, ia mengulurkan tangannya untuk melihat harganya hingga hatinya pun mencelos saat mengetahui nominalnya.

"Sudah aku duga harganya pasti mahal. Hanya orang-orang yang kelebihan rezeki saja yang bisa membelinya."

Harga syar'i yang dibandrol satu juta rupiah itu membuat Aiza hanya bisa menatap dalam diam tanpa bisa membelinya.

Hidup Aiza yang sederhana membuatnya jarang sekali bisa membeli koleksi pakaian apalagi saat ini ia sedang berhemat untuk pengeluaran. Hm, menuruti hawa nafsu belanja seorang wanita memang tidak ada habisnya.

Tanpa Aiza sadari, Reva yang baru saja keluar dari kamar pas akhirnya secara diam-diam menuju kasir saat Fikri sudah ada disana untuk membayar syar'i Reva.

Setelah itu mereka keluar begitu saja setelah membayarnya sesuai instruksi Arvino agar dirinya bisa jalan berduaan dengan Aiza.

"Sepertinya kakakmu itu menyukai Aiza." ucap Reva sambil melangkahkan kakinya menuju parkiran mobil bersama Fikri yang ada disampingnya.

"Mungkin. Biarkan saja."

"Jadi kita kemana?"

"Perpustakaan. Aku harus mencari bahan untuk tugas Ibu Linda disana."

Reva hanya mengangguk dan menyetujui keinginan Fikri meskipun nantinya akan membuatnya bosan disana. Selagi bersama Fikri, Reva tidak akan pernah bosan.

🖤🖤🖤🖤

Aiza mengecek jam di pergelangan tangannya. Waktu menunjukan jam siang yang artinya sudah cukup dirinya menemani Arvino.

Toh juga pria itu sedang asyik bersama wanita cantik pemilik butik itu kan?

Disisilain, ia juga merasa kesal ketika mengecek pesan singkat dari Reva di ponselnya yang mengatakan bahwa wanita itu harus segera pulang ke kost duluan karena ada teman lamanya berkunjung ke kostnya. Benar-benar menyebalkan.

"Kalau ada teman lamanya berkunjung buat apa dia ikut kemari?" kesal Aiza dalam hatinya. Aiza memilih pergi dari sana daripada harus pulang bersama Arvino yang sedang berduaan dengan wanita cantik itu dan memilih mencari pekerjaan sesuai keinginannya sejak kemarin.

Baru saja ia melangkah beberapa meter dari butik Adila's, Aiza melihat seorang ibu paruh baya yang ada di seberang jalan dan baru saja keluar dari minimarket dengan menenteng beberapa kantong plastik ditangannya lalu tanpa sadar ibu paruh baya itu menjatuhkan dompet yang ada disaku bajunya.

Karena ingin berniat menolong, Aiza pun segera mendatanginya tanpa memperhatikan lampu lalu lintas di persimpangan jalanan yang sudah menyala hijau. 

Waktu begitu cepat, Aiza yang dilanda kepanikan tidak bisa menghindari saat sepeda motor yang sedang melaju kencang hendak menabraknya namun sebuah tarikan cepat dipergelangan tangannya membuat Aiza tersentak.

Aiza terhuyung ke pinggir jalan kemudian terjatuh begitu saja. Mendapati seseorang yang tiba-tiba menolongnya membuat Aiza syok. 

Beberapa pasang mata pun menyaksikan kejadian tersebut. Jantung Aiza berdebar. Ia memejamkan matanya dengan rapat karena takut, bahkan tanpa ia sadari secara refleks buliran air mata mengalir di pipinya.

"Aiza! Kamu, kamu baik-baik saja?"

Aiza membuka kedua matanya dan lebih syok lagi mendapati Arvino berlari kearahnya dengan nafas yang tersenggal-senggal. Arvino hendak menolong Aiza tapi Aiza menolaknya secara halus. Dengan tertatih Aiza berdiri sendiri di hadapan Arvino. Wajah Aiza memucat. Aiza memundurkan langkahnya.

"A-aku. Aku-"

Hati Arvino tersentil melihat kedua mata Aiza meneteskan air matanya. Ia tahu, gadis didepannya itu terlihat syok bahkan nyaris di tabrak oleh pengendara roda dua meskipun pengendara tadi pergi begitu saja karena tidak ingin bertanggung jawab atas semuanya. Ingin rasanya Arvino merengkuh gadis itu, memeluknya dengan erat dan memberinya ketenangan namun karena batasan yang dilakukan Aiza pada dirinya membuat Arvino hanya mampu menatapnya dengan prihatin hingga tanpa sadar perasaan lebih untuk melindungi gadis itu hadir begitu saja.

"Ayo, saya antar pulang."

Berusaha untuk menguatkan hatinya yang cemburu karena sejak tadi melihat Arvino bersama Adila, Aiza menggeleng lemah.

"Bapak sedang sibuk. Saya tidak ingin menganggu."

"Wajahmu pucat. Kamu adalah hal yang lebih penting saat ini daripada yang lainnya."

"Tapi-" Aiza menggeleng lagi. Saat ini Aiza sedang trauma karena sewaktu kecil pernah di tabrak oleh pengendara roda dua ketika pulang sekolah. Ia pun menundukan wajahnya karena air matanya mulai mengalir dengan deras. Arvino mendekatkan langkahnya dihadapan Aiza. Hingga gadis itu bisa melihat sepasang pentofel hitam yang sejajar dengan flatshoesnya

"Kamu jangan bohongi saya Aiza."

Aiza dan Arvino memilih mengabaikan tatapan orang-orang disekitarnya hingga menit-menit kemudian sedikit demi sedikit orang-orang yang ada disekitarnya pun perlahan pergi dari sana.

"Saya tidak berbohong." lirih Aiza yang masih menundukan wajahnya.

Arvino berusaha sabar. Ia pun merogoh ponselnya kemudian mendekatkannya dibawah dagu Aiza lalu mengangkatnya secara perlahan hingga kedua mata mereka saling bertemu dan menatap dalam diam.

Iris biru yang membuat Aiza jatuh cinta saat pandangan pertama dan mata teduh dari wajah Aiza yang manis sekaligus menghangatkan hati Arvino. Sesaat, Aiza menatap pancaran dari kedua mata Arvino yang begitu mengkhawatirkan dirinya. Tidak ada tatapan angkuh ataupun kedipan mata yang selalu menatapnya penuh canda dengan semua godaan dan gombalan receh darinya.

Disisilain, tatapan Aiza yang teduh saat ini dan dipenuhi oleh air mata secara tidak langsung menggetarkan hati Arvino yang sudah sekian lama terkunci rapat dari seorang wanita yang sudah membuatnya kecewa, patah hati dan harapan yang pupus. Dengan suaranya yang tenang, Arvino mengutarakan ucapannya berdasarkan isi hati yang ia rasakan saat ini.

"Jangan takut. Ada Allah dan Aku yang akan menjagamu."

"Bapak tidak mungkin bisa menjaga saya selamanya. Ada seorang wanita yang lebih baik daripada saya." Lirih Aiza pelan.

"Tidak." Arvino menggelengkan kepalanya. "Saya.. " ia menarik napasnya sejenak dan sudah memikirkan hal ini sejak kemarin meskipun mungkin bagi siapapun hal ini terlau cepat. Berusaha menenangkan diri dan hatinya, Arvino kembali berkata. "Saya, saya suka sama kamu."

🖤🖤🖤🖤

Masya Allah Arvino. Akhirnya... 😭😭

a.