Suasana rumah sakit swasta yang ada dikota samarinda terlihat lenggan pengunjung karena saat ini jam sudah menujukkan pukul 23.00 malam. Satu jam lagi adalah waktu pergantian dini hari. Reva masih setia menemani Aiza diruang UGD Rumah sakit Bunda Nusantara. Dengan tatapan khawatirnya, Reva memilih duduk di kursi samping brankar pasien Aiza.
"Bagaimana keadaanmu Za?" Tanya Reva pelan.
Reva benar-benar sosok yang begitu baik bahkan perhatian dengan Aiza meskipun kata sahabat atau teman dekat belum terjalin diantara mereka.Aiza terlihat pucat dan sedikit memaksakan senyumnya
"Aku baik-baik saja."
"Kamu yakin? Bagaimana dengan luka dikakimu?"
"Tidak parah." Aiza berusaha menjelaskan agar Reva tidak khawatir dengannya. "Hanya sedikit nyeri dibagian sendi yang habis terjatuh."
"Aku sungguh minta maaf. " sesal Reva. "Aku minta maaf kalau kamu terjatuh karena kendaraan yang aku pinjamkan padamu Aiza."
"Percayalah aku baik-baik saja sehingga kamu tidak perlu khawatir."
Bertepatan saat itu, tirai pembatas pasien pun terbuka dan munculah kehadiran Devian bersama suster pendampingnya.
"Bagaimana keadaanmu Aiza?" tanya Devian sopan. Ia pun segera memberi kode kepada suster disebelahnya untuk memeriksan tekanan darah Aiza. Devian pun beralih lagi menutup tirai pembatas pasien yang ada disebelahnya.
"Hanya nyeri dibagian sendi yang terjatuh."
"Selain itu?"
Aiza menggeleng. "Tidak ada."
"Apakah kepalamu pusing?"
Aiza kembali menggeleng karena terlalu banyak berbicara bukanlah keinginannya saat ini meskipun seorang dokter didepan matanya itu berwajah teduh dan memiliki belahan didagunya. Tirai kembali terbuka dan Arvino masuk begitu saja setelah beberapa menit yang lalu menerima panggilan ponsel.
Sesaat, Aiza menatap Arvino yang terlihat tampan dan bagaimana cara pria itu menggulung kemeja lengan panjangnya hingga kesiku. Oh ayolah, hampir semua wanita menyukai seorang pria saat berpenampilan seperti itu. Terlihat rapi dan jangan lupakan lekukan otot dilengannya yang begitu sempurna. Aiza bisa menebak jika Arvino adalah seorang pria yang rajin berolahraga atau menjaga pola makannya agar tetap ideal dan sehat..
"Bagaimana Dev? Apakah Aiza mengalami cidera?"
"Apa katanya? Dev? Apakah mereka saling mengenal?" batin Reva dalam hati yang sejak tadi banyak berdiam diri.
"Hanya cidera ringan." jawab Devian pada Arvino. "Untung saja kamu cepat membawanya kemari. Aiza hanya mengalami nyeri sendi dibagian pergelangan kakinya yang terjatuh."
"Apakah Aiza akan dirawat inap kembali?" tanya Reva menghentikan perbincangan antara Arvino dan Devian.
Devian tersenyum. "Tidak perlu. Bahkan malam ini Aiza boleh pulang. Saya menyarankan untuk sementara waktu Aiza menggunakan tongkat."
Aiza hanya memilih diam tanpa banyak komentar. Yang Aiza pikiran sekarang adalah bagaimana cara membayarnya sementara hutangnya pada Arvino saja belum lunas.
"Aku akan berusaha untuk bisa sembuh supaya bisa mencari pekerjaan secepatnya." gumam Aiza dalam hati.
🖤🖤🖤🖤
Dalam keheningan malam dan suasana ruangan Ac yang terasa dingin di pori-pori kulitnya, Devian memandang cahaya kemerlap lampu-lampu yang kini terpancar dari suasana kota Samarinda dimalam hari. Posisi ruangan Devian berada dilantai sepuluh paling atas disebuah rumah sakit swasta sehingga suasana kota dimalam hari dan kemerlap lampu lalu lintas dan kendaraan serta gedung-gedung tingkat terlihat indah dikedua matanya.
Devian meneguk air mineral dalam botol kemasannya dan membuangnya begitu saja ketempat sampah kemudian berjalan menuju kursinya lalu duduk dengan raut wajah tidak suka. Diseberangnya, ada Arvino yang tengah meneguk minuman kaleng bersodanya.
"Ada apa denganmu?" tanya Arvino setelah meneguk softdrink favoritnya.
"Masih bertanya ada apa denganku? Ck!" sinis Devian. "Jelaskan padaku mengapa pasien tadi mengalami cidera dipergelangan kakinya sehingga membuatmu terlihat khawatir? Ah salah, maksudku lebih tepatnya kamu terlihat senang."
"Segitunya ya kamu memperhatikanku?" Arvino mengerutkan dahinya. "Aku sangat tersanjung." smirknya santai
"Aku serius Vino!"
"Aku juga serius. Kamu saja yang terlalu ngegas dari tadi." Arvino terlihat menyugar rambutnya kebelakang.
"Aku tidak seperti itu, hanya saja kamu terlihat memanfaatkannya."
"Mungkin iya, mungkin juga tidak." dengan santai Arvino menghedikan bahunya. "Aku akan terus seperti ini sampai dia benar-benar menerima tawaran dan kesepakatan itu." Arvino menatap Devian sejenak, melihat reaksi dari sahabatnya itu yang terlihat tidak setuju dengannya.
"Sebenarnya aku tidak mempermasalahkan soal biaya dan uang untuk membantu Aiza." lontar Arvino lagi. "Tapi Aiza adalah sosok wanita yang memiliki pendirian yang kuat sehingga membuatku harus mencari cara agar dia mengalah dengan keinginannya sendiri."
"Apakah dia benar-benar terlihat berpotensi untuk menjadi calon istri pura-pura seperti yang kamu bilang?"
Arvino mengangguk. "Tentu saja. Dia terlihat berbeda dari wanita kebanyakan dan aku yakin kalau drama yang kami buat akan berhasil lalu orang tuaku akan berhenti menjodohkanku dengan wanita lain."
"Tapi itu beresiko Vino." tegas Devian. "Wanita cenderung terbawa perasaan dengan sebagian pria meskipun hanya melalui sebuah drama yang kalian buat untuk membuat orang tuamu itu percaya. Setidaknya kamu memikirkan konsekuensinya atau mungkin perasaannya."
Obrolan mereka terhenti saat suara pintu terketuk kemudian masuklah seorang sosok suster muda yang sangat cantik di mata Arvino. Suster bertubuh tinggi dan memakai celana panjang dengan balutan seragam rumah sakit dan hijabnya.
"Maaf apakah saya mengganggu Dok?"
"Tentu saja tidak. Masuklah."
Dengan sopan suster tersebut masuk dan membawa beberapa tumpukan berkas beserta data rekam medis yang ada ditangannya kemudian berdiri disamping Devian.
"Ini rekam medis pasien tadi pagi dok. Menurut keterangan pasien mengalami diare."
Devian membuka berkas rekam medis tersebut dan membacanya secara seksama ketika suster yang ada disampingnya itu menjelaskan secara detail namun berbeda dengan kedua mata Arvino yang kali ini menatap lekat suster cantik
Devian terus mengamati data dan riwayat penyakit pasiennya tapi suster yang ada disampingnya itu tanpa sengaja bertemu pandang dengan Arvino yang kini malah mengedipkan sebelah matanya pada suster itu. Suara dehaman dari Devian membuat suster cantik itu kembali terfokus pada Devian.
"Saya rasa sudah cukup." ucap Devian sambil menutup berkasnya dan menyerahkan pada suster cantik itu sambil berusaha menahan kekesalannya oleh kejadian barusan.
"Tolong pantauterus kondisinya agar dia tidak mengalami kekurangan cairan sehingga secaraperlahan akan mengalami perkembangan dengan baik." Suster itu hanyamengangguk dan segera pergi.
Pintu ruangan kembali tertutup dan Devianmendengus sebal karena sahabatnya itu kelewat parah dalam status playboynyahingga membuat Arvino hanya tertawa
🖤🖤🖤🖤
Aiza meminum obat Paracetamolnya untuk menghilangkan rasa nyeri di pergelangan kakinya yang mengalami cidera. Cidera yang dialami Aiza tidaklah parah namun membutuhkan waktu kurang lebih sepuluh hari untuk menyembuhkannya menurut hasil pemeriksaan tim medis dirumah sakit. Pintu terketuk dan dengan perlahan Aiza membukanya ketika mendapati Reva yang baru saja pulang dari kuliah sambil menenteng keranjang buah yang ada ditangannya.
"Hai Aiza. Em ini ada buah untukmu."
Aiza mengerutkan dahinya karena ia merasa tidak memesan ataupun menyuruh Reva untuk membelikan buah untuknya.
"Untukku? Aku tidak memesannya."
"Iya kamu benar. Ini dari seseorang."
"Dari siapa?"
"Pak Arvino."
Mendadak jantung Aiza berdebar sangat kencang. Mendapati raut wajah Aiza merona merah, Reva hanya tersenyum.
"Sepertinya beliau benar-benar mengkhawatirkanmu Aiza. Bersyukurlah karena wanita yang ada diluar sana belum tentu bisa merasakannya seperti dirimu. Ah ini, ada surat juga untukmu dari Pak Arvino."
Tanpa banyak komentar Aiza hanya menerima buah keranjang tersebut dan tidak lupa mengucapkan terima kasih pada Reva. Setelah memasuki kembali kamar kostnya, Aiza menutup pintunya, Aiza tidak bisa menahan senyumnya. Aiza pikir sepertinya membaca isi surat dari Arvino itu lebih penting ketimbang mencicipi buah-buahan segar dikeranjangnya Perlahan, Aiza membuka suratnya dan mulai membacanya.
"Daftar isi hutang Aiza Shakila"
- Biaya Rumah sakit beberapa minggu yang lalu + rawat inap satu malam+ Obat dan dokter
Rp.1.000.000
-Biaya Rontagen area kaki + obat-obatan dan dokter spesialis ortopedi
Rp. 500.000
-Biaya perbaikan bagian belakang mobil yang rusak akibat di tabrak
Rp. 2.500.000
- Beli buah kemasan keranjang buat Aiza. Rp. 70.000
Total keseluruhan = Rp.4.070.000
"Apa katanya?! Jadi buah dikeranjang itu tidak gratis?" Kesal Aiza dengan raut wajah marah.
Aiza pikir surat itu adalah surat yang berisi kata-kata romantis atau setidaknya ucapan agar dirinya cepat sembuh dan bisa masuk kuliah lagi. Tapi ternyata?
Sekarang Aiza mulai mengerti. Ternyata selain angkuh dan playboy, Arvino si Dosen tampan itu adalah tukang penagih hutang sekaligus manusia perhitungan kepada orang sederhana bahkan anak kost seperti dirinya!
🖤🖤🖤🖤
Arvino licik. Masa iya dia memanfaatkan situasi 😖 dasar jahara. Ya Allah..
Terimakasih sudah membaca. Sehat terus buat kalian ya.
With Love
LiaRezaVahlefi
Instagram: lia_rezaa_vahlefii