Di langit-langit ruangan, tergantung sebuah lampu kaca bermotif yang sangat familiar bagi Qin Shu.
Qin Shu segera duduk, dan pandangannya menyapu seluruh ruangan, tapi dia tidak melihat keberadaan Fu Tingyu di sana.
Apa semalam Fu Tingyu membawanya pulang secara diam-diam?
Fu Tingyu memulangkannya sedikit lebih cepat dari yang Qin Shu bayangkan.
Yang lebih parah lagi, Qin Shu sama sekali tidak sadar saat dipindahkan.
Apa Fu Tingyu membawa Qin Shu pulang karena telah mempercayai dirinya?
Qin Shu memikirkannya sambil turun dari tempat tidur. Dia lebih baik mandi dulu.
20 menit kemudian...
Dengan balutan gaun putih, Qin Shu berjalan menuruni tangga dari lantai atas. Dia melihat Fu Tingyu sedang duduk di depan meja makan. Qin Shu langsung mempercepat langkahnya dengan antusias.
Qin Shu telah tiba di meja makan dan duduk di salah satu kursi. Dia melihat Fu Tingyu masih belum mulai makan. Mungkinkah pria itu sedang menunggu dirinya?
"Kenapa kamu tiba-tiba membawaku kembali? Aku kan juga ingin berenang di laut bersamamu."
Fu Tingyu teringat kembali akan foto yang dikirim Qin Shu pada hari pertama, dan tenggorokannya tiba-tiba menegang. "Aku berencana membangun kolam renang di halaman belakang rumah. Kamu bisa berenang di sana kapan pun kamu mau."
"Baiklah," balas Qin Shu dengan singkat.
"Ini, ada pangsit telur kepiting. Cobalah dulu."
Fu Tingyu menggerakan sumpitnya untuk mengambil pangsit telur kepiting di tempat kukusan bambu, lalu menaruhnya ke mangkuk di depan Qin Shu.
"Ya."
Sudah tidak sabar lagi, Qin Shu menggerakkan sumpitnya untuk mengambil pangsit telur kepiting di dalam mangkoknya. Kemudian dia mengarahkan pangsit tersebut ke mulutnya. Rasanya benar-benar sangat enak.
Fu Tingyu memandang Qin Shu. Dia berpikir bahwa memiliki wanita itu di dekatnya adalah yang terbaik.
…
…
Fu Tingyan kemarin mendengar dari seorang pelayan bahwa Qin Shu sudah 6 hari tidak pulang ke rumah. Kakaknya pasti yang mengirimnya pergi. Fu Tingyan adalah anak yang tidak mau menyerah begitu saja dan memegang teguh apa yang dianggapnya benar.
"Kak, bukankah kamu bilang kalau kakak ipar sedang liburan? Tapi kenapa tidak kunjung kembali..."
Pulang...
Kata terakhir yang hendak Fu Tingyan katakan tersangkut di tenggorokan saat dia melihat Qin Shu duduk di depan meja makan dan sedang makan bersama Fu Tingyu, bahkan langkah kakinya juga ikut terhenti.
Qin Shu mendengar Fu Tingyan memanggil dirinya dengan sebutan Kakak ipar untuk pertama kalinya. Jelas, itu adalah hal yang baru untuknya. Dia tersenyum pada Fu Xiaosong (bocah pecundang), yang saat ini tertegun dan tampak bodoh. "Xiao Yan, kemarilah sarapan bersama kami."
Qin Shu tidak hanya tersenyum pada Fu Tingyu, namun juga memanggilnya Xiao Yan.
Sial, ini lebih menakutkan daripada neraka, batin Fu Tingyan.
Fu Tingyan bergidik ngeri, hingga semua bulu kuduknya berdiri. Apakah dia bisa keluar dan memutar waktu sampai sebelum masuk ke rumah ini?
Fu Tingyan menahan rasa enggan di dalam hatinya, berjalan ke meja makan dan duduk.
Ning Meng membawa mangkok dan sumpit baru, lalu meletakkannya ke hadapan Fu Tingyan. Kemudian dia kembali ke dapur melanjutkan kesibukannya.
Tatapan Qin Shu tertuju pada Fu Xiaosong, dan alisnya yang cantik menekuk menunjukkan ekspresi manis. "Aku kembali pagi ini. Begitu kembali, aku sangat senang mendengarmu tiba-tiba memanggilku dengan sebutan Kakak ipar."
"..."
Tidak bisakah Fu Tingyan menarik kembali kata 'Kakak ipar' yang sudah terlanjur ia ucapkan?
Jawabannya tentu saja tidak bisa!
Jika saja Fu Tingyan tahu dari awal bahwa Qin Shu sudah kembali, dia tidak akan datang kemari.
Semua karena para pelayan yang bicara omong kosong!
Fu Tingyan menggerakan sumpitnya untuk mengambil pangsit telur kepiting, memasukkannya ke dalam mulut dan mengunyahnya.
Kamu senang, tapi aku tidak senang. Gerutu Fu Tingyan dalam hati.
Fu Tingyan melirik adiknya dan berujar dengan suara dingin, "Memangnya apa yang salah kalau kamu tiba-tiba memanggilnya Kakak ipar?"
Fu Tingyan bahkan tidak bisa menelan pangsit telur kepiting di mulutnya karena tatapan kakaknya itu terasa sedingin es dan sangat menindas. Dia menyangkal ucapan Fu Tingyu dengan pipi menggembung berisi pangsit, "Aku tidak apa-apa. Dia kan istri Kakak. Aku sudah seharusnya memanggilnya Kakak ipar."
Seorang wanita yang hanya dua tahun lebih tua darinya harus ia panggil Kakak ipar?
Yang lebih penting lagi, Fu Tingyan dan Qin Shu bersekolah di SMA yang sama serta juga masih duduk di kelas tiga SMA.
Karena Qin Shu gagal ujian masuk perguruan tinggi dua kali.
Untungnya, Qin Shu tidak bisa pergi ke sekolah sekarang.
Kakak Fu Tingyan tidak memperbolehkan wanita itu pergi keluar. Bahkan, pihak sekolah pun juga tidak akan membiarkan siswa dengan perilaku yang buruk seperti Qin Shu masuk ke kelas.
Jika teman-teman di sekolah tahu bahwa Qin Shu adalah kakak iparnya,
Akh!!
Fu Tingyan tidak mau membayangkan gambaran yang terlalu indah.
Senang rasanya memiliki seorang pria yang selalu melindungi dalam hal apapun.
Hati Qin Shu terasa manis. Pagi ini, dia makan sedikit lebih banyak dari biasanya.
Setelah menyelesaikan sarapannya, Qin Shu teringat sesuatu dan berujar pada Fu Tingyu.
"Yu, aku berencana melanjutkan pendidikanku di sekolah agar bisa mendapatkan ijazah kelulusan dari SMA Linxi."
Fu Tingyan tidak bisa menahan tawanya. "Kakak ipar, aku benar-benar tidak berniat merendahkanmu, tapi dilihat dari nilaimu yang selalu menempati peringkat terendah di kelas, bahkan jika kamu bersekolah pun tidak akan ada gunanya. Jika orang lain tahu bahwa kamu adalah istri kakakku, mereka pasti akan menertawakanmu tanpa henti."