Qin Shu membuka matanya yang berkabut karena menahan air mata. Tatapan sepasang mata gelapnya tertuju pada pria di depannya ini.
Qin Shu ingin bilang kalau dirinya tidak mau menceraikan Fu Tingyu.
Akan tetapi, rahang Qin Shu ditekan dengan kuat oleh Fu Tingyu, hingga mulutnya tetap terkatup dan membuatnya hanya bisa mengeluarkan suara tidak jelas.
Fu Tingyu membasahi bibirnya sendiri yang kering, lalu kembali berkata, "Sayang, jangan menentang apa yang sudah aku tegaskan."
Qin Shu hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan putus asa, menunjukkan bahwa bukan itulah yang ingin ia katakan. Air mata Qin Shu tak bisa terbendung lagi, mulai mengalir dari sudut matanya dan jatuh mengenai jari-jari Fu Tingyu yang mencekram dagunya.
Sorot mata Fu Tingyu menjadi gelap saat melihat Qin Shu bercucuran air mata.
Saat tetesan air mata Qin Shu membasahi tangannya, Fu Tingyan merasa seolah kulitnya melepuh akan sesuatu yang panas, hingga membuatnya langsung melepaskan cengkeramannya pada rahang Qin Shu. Kemudian dia bangkit dan berjalan keluar dengan langkah lebar.
Dia membanting pintu dengan sangat keras.
Setelah sampai di luar, Fu Tingyu menyalakan sebatang rokok dan menyelipkannya ke dalam mulutnya.
Mata Qin Shu yang berkaca-kaca membuat Fu Tingyan tidak bisa mengendalikan amarahnya. Dia semakin ingin menindas Qin Shu.
Dia menghisap rokoknya dalam-dalam. Asap tipis menguap keluar begitu dia membuka mulut.
…
…
Qin Shu menatap ke arah pintu yang tertutup. Dia mengingat kembali semua yang telah dilakukan Fu Tingyu untuknya. Fu Tingyu menggunakan dadanya yang bidang untuk melindungi Qin Shu dari segala badai dan hujan, tetapi hati Qin Shu justru dipenuhi dengan keinginan untuk melarikan diri dari Fu Tingyu.
Qin Shu merasa seolah hatinya \dicengkeram sangat kuat hingga membuatnya sesak napas dan kesakitan.
Fu Tingyu sangat menyayangi dan mencintainya melebihi apapun.
Bagaimana bisa dia masih memikirkan tentang perceraian? Dasar kepala bodoh tak berotak. Kenapa Qin Shu dulu begitu buta atas semua pengorbanan Fu Tingyu untuknya.
Beberapa saat kemudian, Qin Shu meminta kepala pelayan untuk mencarikan dokter untuk memberinya vaksin karena telah terkena cakaran kucing.
Kepala pelayan juga tidak berani menunda tugasnya. Tidak lama setelah keluar dari ruangan ini, dia kembali bersama dokter vaksin.
Vaksinasi tidak memakan waktu lama.
Setelah kepala pelayan mengantar dokter pergi, Qin Shu memandangi kucing yang berada di dalam kandang hewan peliharaan. Meski kucing itu cukup liar, Qin Shu tetap menyukainya.
…
…
Cuaca hari ini sangat bagus, dan matahari bersinar begitu cerah.
Qin Shu membawa kucing hitamnya jalan-jalan ke kolam teratai di halaman.
Dia telah memberi nama kucing hitam itu Bazong (karakter yang mendominasi dan kuat).
Qin Shu memandang Bazong, yang berada di dalam kandangnya, kemudian dia mengancam. "Awas saja kalau kamu berani mencakarku lagi, aku akan mencabut semua cakar-cakarmu."
Suara Qin Shu jelas begitu merdu dan enak di dengar, tapi terdengar sangat menakutkan di telinga Bazong.
Bazong, yang awalnya ingin marah-marah, seketika menjaga sikapnya setelah mendengar kata-kata keji dari Qin Shu barusan. Kucing itu mengeong-ngeong seolah berjanji akan menuruti perintah Qin Shu. Mata hijau tuanya menatap Qin Shu dengan tatapan polos dan menggemaskan.