Karena masih ada perasaan takut hantu dalam dari Halima, sengaja membuat Halima selalu menempel pada Umar walaupun tidak sampai berpelukan seperti refleks Sebelumnya tapi Halima memiliki untuk selalu berada disamping Umar.
"Istriku... Ter..ter... Sayang." Umar sebenarnya sedikit kesal dengan dirinya karena gagapnya datang di momen yang tidak tepat.
"Iya kak..." ucap Halima yang sedikit mendongak karena memang perbedaan tinggi badan mereka yang jauh membuat Halima yang bertubuh mungil harus sedikit mendongak saat berbicara dengan suaminya yang memang sangat tinggi.
"Ma..maaf jika... aku... gagap dan membuat mu.... terkejut....atau merasa..malu...," ucap Umar yang berterus terang dengan perasaannya saat ini.
"Kenapa Kakak harus minta maaf, kakak tidak bersalah. Aku tidak pernah mempermasalahkan hal itu.... yang terpenting kakak adalah suami ku... dan menyayangi ku karna Allah." ucap Halima.
Tentunya Umar sangat takjub dengan pola pikir istrinya mungilnya itu, karena merasa senang Umar langsung saja membawa Halima keatas pangkuannya, memeluk dan mencium tubuh mungil itu dan pipi chubby milik istrinya itu karena merasa gemas dan takjub.
"Wow...., maaf bunda tidak melihat apa-apa..." ucap Sarah yang tiba-tiba masuk kekamar anaknya karena dari tadi mengucapkan salam tak kunjung di bukakan pintu.
Tentunya Sarah merasa bersalah karena telah menggangu Umar dan Halima yang tampaknya akan segera menyelesaikan proyek untuk mendapatkan calon cucu yang mengemaskan untuknya.
"Bunda.....?" ucap Halima yang kanget dan langsung turun dari pangkuan Suaminya sambil sedikit menunduk karena merasa malu terpergok oleh ibu mertuanya.
Walaupun mereka adalah pasangan suami istri yang sah, tapi tetap saja menurut Halima ini adalah hal yang memalukan. Bahkan Halima merasa sepertinya tidak akan berniat untuk keluar kamar untuk beberapa saat karena masih merasa malu.
"Bunda.... kok datangnya.. da...da..kan?, gak... salam?" ucap Umar yang merasa sedikit kaget saat istri mungilnya itu tiba turun mendengar suara bundanya.
Tentunya Umar masih tidak rela saat tiba-tiba istri mungilnya itu tiba-tiba menjauh dari nya, walaupun jarak nya hanya sekitar belasan senti meter. Umar memutuskan untuk memeluk pinggang istrinya yang sepertinya terlihat malu karena kedatangan bundanya yang tiba-tiba.
"Bunda udah salam nak, tapi karena kalian tidak merespon bunda merasa sedikit khawatir tadi. Maaf mengganggu kalian Pelayan akan segera mengantarkan makanan siang kalian kesini, lanjutkan saja membuat ikhtiar membuat cucu ku yang imut-imut... bunda akan pergi kebawah dulu." ucap Sarah yang kemudian meninggalkan kamar milik anak dan menantunya.
"Kakak seperti Bunda.... salah paham..." ucap Halima sambil memandang wajah suami dengan tatapan bersalah karena telah membuat ibu mertuanya salah paham.
"Iya se..se...pertianya... me...me..memang begitu..., bagaimana... jika ki..kita me.., me...mang...ga..ga.rap proyek ya..yang di..., di ingin oleh bunda sekarang....?" ucap Umar dengan wajah jail.
Terlihat wajah Halima yang awalnya terlihat bersalah kali ini terlihat sangat menggemaskan, dan tampaknya Halima terlihat sangat cemas dan khawatir Setelah mendengar ucapan dari suamiya.
Halima memutuskan untuk menunduk karena tidak tau harus menjawab apa, kali ini Halimah merasa sangat gugup walaupun Halimah masih sangat polos tapi mengingat pelajaran biologi ketika SMP dulu tentang reformasi manusia membuatnya merasa sedikit cemas, takut dan khawatir.
Menurut pelajaran biologi itu saja yang hanya dijelaskan oleh guru mampu membuat nya merinding dan takut berdekatan dengan laki-laki, apa lagi saat ini Halima adalah seorang istri yang tentunya harus berasa di samping Umar.
Halima hanya merasa cemas karena belum siap, tapi tentunya jika suaminya meminta haknya Halima harus siap seperti apa yang dikatakan oleh bunda Zubaidah padanya dulu yang menasihati nya sebelum Halimah menjadi seorang istri.
"Hahahaha... jangan berfikir terlalu keras istri ku... belajar yang benar untuk ujian akhir mu sebentar lagi..." ucap Umar yang kali ini tertawa lepas dan tidak gagap seperti sebelumnya.
Halima hanya mendongak dan ingin sekali marah saat ternyata suaminya tersebut hanya menjahilinya, tapi tawa lepas dari Suaminya yang tampan bisa mengalihkan pandangannya dunia Halima, rasanya begitu menyenangkan dan damai saat melihat suaminya tertawa lepas untuk pertama kalinya di hapannya.
Umar memang terlihat berkali-kali, lipat lebih tanpan, saat ini menurut Halima. Mungkin karena ada keturunan Arab Indonesia yang membuat Suaminya itu selalu terlihat tampan dalam setiap saat.
"Jika Ayah calon dari anak-anak ku saja bisa setampan ini bagaimana dengan calon anak kami nanti ya Allah...." batin Halima yang tepersona dengan ketampanan dari Suaminya sendiri.
"Sayang jangan melamun.....," ucap Umar yang merasa bersalah telah menertawakan istrinya sampai membuat Halima terdiam menatap wajahnya dengan pandangan aneh.
"Iya.... kakak.. aku tidak melamun." ucap Halima yang memang merasa sadar dengan apa yang dilakukannya, jika orang melamun kan tidak sadar menurut Halima.
"Baiklah.... kali begitu lanjutkanlah membaca buku yang sebelumnya kamu ambil, belajar yang rajin agar bisa mendapatkan nilai sesuai dengan doa dan pejuang mu." ucap Umar yang kemudian kembali fokus pada bukunya.
Halima pun bisa bernafas lega karena akhirnya suaminya sangat pengertian, dan bahkan Umar tidak menuntutnya untuk siap saat ini. Umar malahan menyuruhnya untuk belajar agar cepat lulus SMA.
Buku yang di baca oleh Halimah ternyata sengat menarik, yang merupakan salah satu karya dari Suaminya sendiri. Buku yang dibaca oleh Halima adalah pemikiran sederhana dari suaminya yang merangkum banyak pemikiran ilmuan dunia yang hebat, sepeti Albert Einstein yang terkenal bapak pengetahuan karena ke jeniusannya, Isaac Newton yang terkenal dengan teori Gravitasi, dan masih banyak lainnya.
Selama ini orang yang kita anggap penting dan berpengaruh ternyata juga ada beberapa yang bersikap Autis. Tentu Halima sangat bangga dan bersyukur pada Allah telah diizinkan masuk kedalam kehidupan suaminya yang sangat hebat.
"Kakak..... maafkan...hisk..hiks..hiks....," ucap Halima yang merasa bersalah dulu telah berfikir negatif tentang orang yang menderita Autis.
Bahakan Halimah baru mengetahui jika ternyata banyak sekali tokoh-tokoh Autis yang berperan penting terhadap kelangsungan hidup manusia dan pengetahuan, teknologi politik dan kesehatan.
"Apa buku mu ini yang membuatmu sedih sayang?" ucap Umar dengan cemas.
"Tidak kakak... buku ini menyadarkan ku.. untuk bisa lebih menghargai seseorang... yang memiliki keterbatasan...hiks..hiks..hiks..., dan tidak mengangap remeh mereka karena sebuah keterbatasan tersebut." ucap Halima sambil menangis.
Umar hanya bisa tersenyum mendengar penjelasan dari istrikanya, Umar paham jika saat ini Halima sedang merasa bersalah padanya. Umar tidak menyalakan Halimah karena manusia mamang bebas untuk berpendapat dan melakukan apapun yang mereka inginkan sesuai dengan pola belajar mereka yang merupakan pengaruh lingkungan ataupun pengalaman pribadi.
"Sudah cukup sedihnya istri ku...., sekarang jangan merasa bersalah lagi, dan mulai sekarang nilailah seseorang jangan hanya dari covernya saja..," ucap Umar dengan lebut dan memberikan beberapa kecupan pada pucuk kepala istrinya.
"Apakah itu artinya kakak akan memaafkan ku saat dulu Aku pernah berprasangka jika kakak adalah seorang Autis yang tidak bisa apa-apa?" ucap Halima dengan jujur.
"Tentu saja, Allah saja maha pemaaf mengapa aku tidak." ucap Umar dengan lembut sambil menghapus bekas air mata dari wajah cantik istri tersebut.