"Cyra, kau gila?!" bentak Bu Ratna.
Dengan wajah memerah karena darah tinggi, ah tidak. Bukan hipertensi, melainkan hiperemosi karena menghadapi manusia semacam iblis seperti Cyra Grizelle. Namanya memang cantik secantik parasnya, namun tidak dengan hati dan tingkah lakunya.
Perilaku Cyra di sekolah benar benar melebihi Kepala Sekolah yang sudah banyak dibenci warga sekolah -terutama murid, karena ketegasan dan kedisiplinannya. Namun, bukan Cyra namanya jika ia mengikuti aturan sekolah.
Disuruh berangkat jam 7pagi, Cyra berangkat jam 8 pagi. Itupun terkadang ia belum mandi dan akan mandi di sekolah terlebih dahulu sehingga ia baru akan masuk pelajaran setelah jam ke 3 atau 4. Sekolah tidak berani mengeluarkan atau setidaknya memberikan hukuman kepada Cyra. Bukan karena dirinya pemilik yayasan atau seorang donatur. Namun karena Cyra adalah murid terpintar paralel number 1.
Namun sayang, otak impian semua orang itu Cyra gunakan secara buruk. Saat diminta mengikuti sebuah lomba, Cyra akan meminta imbalan. Apalagi jika ia memenangkan lomba tersebut. Pernah suatu hari, Cyra memenangkan lomba Sains hingga tingkat nasional. Dan Cyra meminta agar semua tanda A di absensinya dihapus secara cuma cuma. Dan guru, menuruti itu.
Jika kalian berfikir Cyra dibenci banyak orang, kalian salah besar. Karena buktinya, Cyra bisa memiliki kekasih hingga 3 orang sekaligus. Namun, Cyra tidak mencintai mereka. Ia hanya menerima saja semua tawaran mereka secara cuma cuma tanpa memberikan hatinya.
Cyra, gadis playgirl dan badgirl.
"Aku gila? Yang benar saja Bu. Jika aku gila aku tak akan disini, melainkan sedang tertidur di rumah sakit jiwa." Cyra melenggang pergi meninggalkan Bu Ratna yang sudah melempar penghapus papan tulis serta spidolnya.
Entah sudah berapa banyak barang-barang kelas yang rusak akibat pelampiasan guru yang mengajar Cyra.
Perlu diketahui bahwa semua guru yang akan mengajar Cyra selalu sholat terlebih dahulu dan tak lupa berdzikir.
"Ck, padahal aku tadi hanya berkata bodoh kepada Ratna karena ia memang bodoh. Menjawab pertanyaan murid saja ia tidak bisa sampai menyuruh murid lain yang menjawabnya!" Cyra menggerutu kesal seraya memanyunkan bibirnya.
Ia berjalan di sepanjang koridor sekolah yang lengang mengingat jam pelajaran sedang berlangsung. Tujuannya saat ini adalah kantin sekolah, surganya para murid.
"Bakso pake sambel 15 sendok." Cyra memesan sembari duduk di sembarang tempat dan mulai memainkan ponselnya.
"Cyra!" teriak seorang laki-laki muda berparas tampan.
Fras, namanya. Ia salah satu kekasih Cyra saat ini. Dan Fras adalah laki laki tertampan di sekolah ini. Laki-laki yang diidam idamkan semua wanita, bahkan guru sekalipun. Namun, entah sihir apa yang Cyra gunakan hingga mampu memanah laki laki seperti Fras.
Hosh, hosh..
Fras membungkuk 90° sembari menyeka keringatnya. Setelahnya, ia duduk disamping Cyra yang sudah mulai menikmati bakso kesayangannya.
"Apalagi yang sudah kau perbuat Cyra?" tanya Fras baik -baik.
Laki laki lembut itu menyingkirkan anak rambut Cyra yang menutupi wajah cantiknya.
"Banyak, dan kau tidak perlu tahu Fras." ujar Cyra datar. Wajahnya benar-benar dingin tanpa ekspresi. Bahkan, tatapan matanya terlihat malas melirik Fras.
"Tidak perlu tahu? Kau gila? Semua yang kau perbuat tanpa ku ketahui darimu sekalipun pada akhirnya aku akan mengetahuinya dari orang lain Ra,"
"Ck, apa aku terlihat gila sampai semua orang berkata seperti itu padaku?" Cyra balik bertanya.
"Yaampun, jangan-jangan kau marah karna mereka mengatakan bahwa kau gila?" tanya Fras lagi.
Cyra hanya mengangkat alisnya lalu kembali memasukkan bakso kecil ke dalam mulutnya.
"Pergilah, aku sedang tak ingin diganggu!" ujar Cyra penuh penekanan.
"Tapi kau sedang but-"
"AKU TIDAK MEMBUTUHKAN SIAPAPUN SAAT MOOD KU HANCUR, FRAS!" Cyra memotong ucapan Fras dengan tegas dan tatapan bengisnya. Teriakannya terdengar bagaikan titah seorang ratu yang sedang marah besar.
"Baiklah, terserah dirimu saja." Fras melenggang pergi meninggalkan Cyra bersama semangkuk bakso kesayangannya. Sedangkan yang ditinggalkan tetap saja tidak peduli.
***
"Okay, ada yang bisa menjawab soal di depan?" tanya Pak Ren. Guru matematika Wajib yang sedang menjelaskan mengenai logaritma.
Ah iya, Cyra baru saja kelas 10. Namun, jangan salah, meskipun baru kelas 10 tetapi prestasi yang ia dapatkan sudah hampir memenuhi lemari sekolah.
"Pak!" Cyra mengangkat tangannya. Serempak, semua mata tertuju pada tatapan tajam gadis itu. Cyra-dengan tatapan datarnya- menjawab,
"Untuk apa ada seorang guru jika bukannya menjelaskan malah memberi pertanyaan?"
Okay, Lagi dan lagi. Ini yang Cyra permasalahkan. Dan lagi lagi, guru yang terkena ucapan Cyra hanya bisa marah, diam, atau pergi dari kelas.
"Ah iya, sebelum bapak menjelaskan saya akan mengatakan bahwa soal itu salah. Jadi, sebaiknya anda ganti soalnya dan jelaskan kepada kami cara menyelesaikannya." lanjut Cyra. Seluruh siswa di kelas Cyra terlihat ingin tertawa. Entahlah, mereka terkadang suka saat melihat seorang guru dipermalukan oleh gadis itu.
"Cyra, kami para guru akan menjelaskan materi nantinya jika kalian paham konsep dasarnya dulu." Pak Ren, guru matematika yang sedang menahan amarahnya berusaha membela diri. Dia tahu bahwa membantah ucapan Cyra merupakan sebuah kesalahan besar. Tetapi, Pak Ren tetap harus menpertahankan harga dirinya.
"Bukankah konsep dasar bukan berupa pertanyaan, melainkan berupa gambaran umum?" Cyra kembali menyangkal.
"Lalu, bagaimana bisa kau tahu jika soal ini salah padahal kau belum menghitungnya?" Pak Ren, yang sudah kehabisan akal untuk menjawab akhirnya bertanya balik.
"Aku sudah menghitungnya. Ah, bapak fikir jawabannya akan 9 bukan? Jika jawabannya 9,maka itu seharusnya 1/3 kali 2log 3!" Jawab Cyra. Gadis itu berdiri, berjalan menuju papan tulis dan menghapus salah satu angka, lalu menggantinya.
"Seperti ini seharusnya." Kata Cyra. Tatapannya terlihat meremehkan guru di sampingnya. Dia bahkan sempat menyeringai dingin saat kembali berjalan menuju bangkunya.
"Kapan kau akan menghargai bapak ibu guru Cyra?!" Pak Ren yang merasa dipermalukan akhirnya mulai kehabisan kesabaran. Amarahnya meledak seketika.
"Nanti. Jika kalian juga bisa menghargai muridnya." Jawab Cyra disertai seringaian tajamnya.
"Kami sudah berusaha menghargai—" ucapan Pak Ren terpotong seketika oleh gadis cantik tersebut.
"Menghargai? Bapak pikir saya tidak tahu kalau Anda melakukan diskriminasi? Anda membela orang-orang yang memiliki kekuasaan dan uang. Saya bahkan melihat Anda meloloskan salah seorang preman sekolah yang ketahuan merokok di kamar mandi." Potong Cyra. Seluruh siswa di kelas mulai merasakan aura yang menegangkan. Meski begitu, mereka sudah terbiasa akan apa yang terjadi mengingat Cyra tergolong sering melakukan hal ini.
"KELUAR DARI KELAS SAYA SEKARANG!" tegas Pak Ren. Jari pak Ren sudah sempurna menunjuk pintu kelas yang tepat berada di sebelah kanannya. Cyra tertawa mendengar tutur kata gurunya itu.
"Apa bapak menyerah begitu saja melawanku?" ejek Cyra yang masih enggan berdiri.
"Ck, saya akan memberikan nilai C pada sikapmu." ancam Pak Ren.
"Ah, aku tidak peduli dengan itu. Lagipula aku yakin kalian semua, bahkan Bapak sendiri tahu bahwa saya sekolah hanya untuk bersenang-senang." Cyra kembali mengeluarkan smirk nya dengan telunjuk sempurna mengarah ke wajah Pak Ren.
"Ra! Udah!" Ifrey, teman sebangku sekaligus sahabat Cyra selalu mencoba mengingatkan sahabatnya yang terlalu keras kepala. Bahkan, Ifrey sampai lelah jika harus mengurus semua kekacauan yang Cyra perbuat.
"Diam Rey, aku hanya sedang mengetes sedikit kemampuan dirinya."