Cyra enggan menatap Raefal yang sudah banyak berbicara disampingnya. Jika saja ia membawa headset, ia berniat menyumpal telinganya menggunakan headset tersebut dan mendengarkan musik sekeras mungkin hingga suara Raefal yang mengganggu tak sampai ke dalam gendang telinganya.
Cyra menghela nafas kasar lalu mengalihkan tatapannya dari kaca mobil sebelah kiri, ke kaca mobil depan dimana pemandangan sebuah rumah mewah yang sangat memukau tersebut berdiri. Seseorang membukakan pintu mobil membuat Cyra sedikit terkejut hingga menoleh cepat dan menyadari Raefal yang membukakan pintu mobil untuknya. Mata keduanya bertemu, saling pandang satu sama lain hingga akhirnya Cyra memutuskan pandangannya terlebih dahulu.
"Cyra, gue benar-benar tergila-gila sama wajah cantik lo. Gue gak bohong." ucapan Raefal yang terdengar dibelakangnya membuat Cyra menoleh dengan tatapan tajamnya.
"Ck! Basi!" cibir Cyra lalu berjalan angkuh meninggalkan Raefal yang sudah tersenyum senang. Meskipun mendapatkan penolakan, setidaknya ia dapat melihat wajah Cyra secara dekat meski hanya untuk beberapa detik saja.
***
Om Chenand tersenyum dengan lebar melihat punggung kekar di depannya yang sedang menggunakan setelan jas berwarna Navy . Ia mendekati pemilik punggung tersebut lalu menepuk punggung tersebut seraya berkata."Wah, kau sudah sangat besar sejak terakhir kali om melihatmu." pemilik punggung kekar itu tertegun melihat kehadiran seseorang yang tak ia duga di acara penting dalam hidupnya.
"Bagaimana bisa kamu sangat tampan sekarang,Exa?" tambah Om Chenand. Bang Exa, pemilik punggung kekar tersebut sampai menganga saking terkejutnya. Ia menepuk kedua pipinya berkali-kali berusaha meyakinkan bahwa ini bukan mimpi.
"Ya ampun! Exa tidak bermimpi.. Ini.. Benar-benar Om Chenand?" mata Bang Exa menatap Om Chenand dengan berbinar-binar. Om Chenand tertawa keras, tangannya terulur merengkuh tubuh Bang Exa yang sudah seperti anaknya sendiri.
"Seberapa kangen kau dengan om sampai hampir menangis seperti ini?" tanya Chenand. Tangannya mengusap lembut punggung Bang Exa yang sudah menitihkan air mata melihat ayah ketiganya setelah ayah kandungnya yang sudah meninggal dan ayah Raefal yang notabenya adalah ayah angkatnya.
"Maafkan kesibukan Om sehingga tidak pernah sempat bertemu denganmu." Bang Exa tersenyum hangat lalu membawa Om Chenand menuju tempat berkumpulnya keluarga Raefal. Disana, terlihat Mommy Civia, Cyra, Raefal, Ibu Senia, dan Ayah Troy sedang bersiap-siap menyambut keluarga Felicya atau lebih tepatnya keluarga panti asuhan Felicya.
"Tante Civia!" sapa Bang Exa antusias melihat kehadiran keluarga yang sudah beberapa tahun ini tak pernah berkunjung karena kesibukan yang teramat sangat. Mommy Civia terkekeh melihat ekspresi Bang Exa yang seperti anak kecil mendapatkan sebuah permen. Sangat kegirangan. "Jadi, kamu senang karena pertunangan mu atau karena Tante Civia hm?" tanya Civia membuat Bang Exa menggaruk tengkuknya karena bingung harus menjawab apa.
"Dan ini, sudah pasti Cyra bukan?" tatapan Bang Exa beralih pada Cyra yang selalu menunjukkan ekspresi datarnya. Bang Exa tersenyum hangat meskipun tak mendapatkan balasan senyuman dari gadis tersebut. "Sudah kuduga, dia akan menjadi gadis dingin seperti ini." ujar Bang Exa.
"Bang Exa mengetahui Cyra? Kenapa Raefal tidak mengetahuinya?" sahut Raefal. Posisi duduknya sekarang menjadi berdiri di depan kakaknya dengan tatapan meminta penjelasan. Pasalnya, dahulu mereka selalu bermain bersama-sama tidak adil jika hanya Bang Exa yang mengenal Cyra terlebih dahulu dibandingkan dengannya yang sudah terobsesi pada Cyra.
"Apakah, dia waktu kecil juga seperti ini?" tanya Raefal lagi antusias. Bang Exa menganggukkan kepalanya dengan cepat membuat Cyra melotot karena merasa difitnah. Seingatnya, dulu ia tak terlalu dingin kepada orang lain. Dahulu, dia masih sempat menjawab beberapa pertanyaan yang dianggap penting. Bahkan, dahulu dia selalu tersenyum palsu di depan orang-orang baru. jawaban Bang Exa selanjutnnya lagi-lagi membuat Cura geram. "Iya, dia dari dulu sangat dingin. Sampai Abang ngira waktu lahir dokternya salah nyuci dia. Bukannya ke air, malah ke es batu."
"Bang Exa!" Cyra mulai naik pitam mendengar kata-kata yang menurutnya tidak lucu namun menjadi bahan tertawaan semua orang disana. Cyra memutar bola matanya merasa jengah lalu pergi begitu saja tanpa sepatah katapun. "Sebenarnya banyak yang ingin aku tanyakan kepada abang, tapi aku harus mengejar jodohku dan memastikannya baik-baik saja. Goodbye all!" Raefal berlari cepat menyusul Cyra yang melangkah tenang, elegan, keren, namun terlihat feminim juga. Sedangkan ditempat semula Bang Exa, dan yang lain sudah menganga dengan kata-kata Raefal yang cukup mencengangkan.
"Sepertinya, kita akan menjadi besan." ujar Senia sembari menepuk pundak Civia. Begitupun dengan Troy dan Chenand yang sudah saling pandang lalu menelan ludah kasar membayangkan bagaimana jika keluarga mereka bersatu? Keributan akan ada dimana-mana mengingat Chenand dan Troy sangat sulit disatukan karena keduanya selalu bertolak belakang mengenai hal apapun. Dan yang akan menyatukan siapa lagi jika bukan Civia dan Senia yang selalu seotak?
Chenand menggeleng pelan lalu berkata. "Tidak bisa. Tidak bisa. Kita tidak bisa menjadi besan." begitupun dengan Troy yang sudah menyetujui ucapan Chenand. "Yah, benar. Aku setuju, kita tidak cocok menjadi besan." semuanya tertawa terbahak-bahak melihat kedua pria paru baya tersebut.
"Akhirnya kalian bisa sependapat juga!" timpal Senia disela tawanya.
"Tapi, sepertinya kita ditakdirkan menjadi besan. Pertama, antara Om Chenand dan Ayah memiliki ego yang besar. Kedua, Tante Civia dan Ibu selalu ceria, rempong dan menjadi penyatu egonya Om dan Ayah. Dan sekarang, saatnya Cyra yang egois mewakili kelompok laki-laki dengan Raefal yang mewakili kelompok perempuan." ujar Bang Exa panjang lebar membuat semuanya menganga tak mengerti.
"Tapi, kurasa akan sulit. Karena sifat mereka sangat kontras. Yang satu kejamnya gak ketulungan, yang satunya baiknya gak ketulungan."gumam Ayah Troy sembari mengelus jenggotnya.
***
"Tunggu!" teriakan yang sudah Cyra duga darimana asalnya membuat Cyra tak semakin berhenti malah semakin mempercepat langkahnya berusaha menghindar. "Sialan." gumam Cyra saat menoleh dan mendapati jarak Raefal yang semakin dekat dengannya.
Raefal mencekal pergelangan tangan Cyra membuat gadis berambut biru itu tersentak dan menatap malas pemuda di depannya. Raefal tersenyum seraya bertanya."Mau kemana lo?" merutuki bahasanya sendiri, Raefal segera menepuk jidat membuat cekalan tangannya terlepas dan Cyra lagi-lagi sudah hilang dari hadapannya. "Aish! Lengah sedetik ajah dia udah ngilang. Gimana nanti pas pacaran gue lengah berjam-jam karena gak sekelas? Bisa diselingkuhin gue."
Raefal kembali berlari menyusul Cyra yang lagi-lagi semakin mempercepat langkahnya. "Tunggu aku, Cyra!" teriakan Raefal bagai hipnotis untuknya sehingga tubuhnya kaku untuk bergerak. Daripada harus kejar-kejaran seperti film india, ia memilih menghadapinya daripada menghindarinya. Cyra menatap Raefal yang sudah tersenyum bodoh di depannya. Alis Cyra terangkat satu seakan menanyakan 'apa? '
"Aku tahu kamu udah punya pacar. Banyak malahan. Putusin ajah, jodoh kamu itu aku. Bukan mereka." kata Raefal percaya diri. Raefal sudah dengan tampang bodoh karena terlalu terlena dengan kecantikan Cyra yang entah mengapa malah semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Meskipun yang Cyra tujukan padanya selalu tajam dan penuh dengan emosi namun, itu malah membuat Cyra terlihat semakin sempurna.
"Kamu. Gak. Berhak. Ngatur. Hidupnya. Aku." kata Cyra sembari membuang wajahnya kesembarang arah karena malas menatap wajah bodoh seseorang yang mengagumi kecantikannya.
"Ra, kok bisa sih kamu cantik banget kayak gini?" tanya Raefal namun tak mendapat jawaban apapun dari Cyra sehingga membuat Raefal memutuskan untuk kembali bertanya dengan pertanyaan yang sangat banyak.
"Kok bisa sih aku jatuh cinta sama kamu?"
"Kapan sih kamu mau jawab pertanyaan aku dengan senyuman?"
"Bisa gak sih kamu ngelihat aku seakan-akan kamu ngelihat masa depan kamu?"
"Bisa gak sih, aku dijodohkan sama kamu?"
Cyra sudah mulai malas dengan pertanyaan yang membuatnya semakin muak setiap detiknya sehingga ia menjawab Raefal dengan sebuah pertanyaan kembali. "Mau jadi jodohnya aku?" Raefal tentunya mengangguk semangat.
"Minta sama Allah gih, jangan sama aku!"