Chereads / Bidadari Surgaku / Chapter 8 - 8. Pembohong

Chapter 8 - 8. Pembohong

Raefal selalu saja berada di sampingnya sedari tadi. Dari awal acara sampai saat ini, acara hampir selesaipun Raefal masih betah mengikutinya kesana kemari. Bahkan, Cyra ke kamar mandi saja Raefal ikut dengan alasan Raefal haus dan ingin ke dapur. Saat ini, di depan sana sedang duduk Bang Exa, Felicya dan Mommy Civia yang tentunya sedang mengobrol hangat dengan Ibu Senia. Sedangkan Daddy Chenand dan Ayah Troy masih saja adu mulut mengenai perjodohan antara Cyra dengan Raefal. Bahkan, saking kerasnya mereka adu mulut membuat Cyra merasa kedua telinganya sudah dipenuhi hal-hal tidak penting.

"Bunda, kapan pulang?"tanya Cyra bisik-bisik.

Bunda menoleh tertawa pelan menyadari anak gadisnya sudah mulai tidak kuat lagi berada diantara keramaian. Bunda mengelus lembut punggung Cyra mencoba menenangkan lalu berkata. "Sabar sayang, 4jam lagi kita pulang."

"Baiklah, 4jam... APA? 4JAM?!" suara protes Cyra cukup keras sehingga menarik perhatian beberapa orang disini.

Cyra berdecak lalu bangkit karena merasa bosan. Ia meraih ponselnya, mengenakan sepatunya dan mulai berjalan dengan tenang tanpa memperdulikan orang-orang yang menatapnya dengan ekspresi kagum melihat kecantikannya. Cyra yang sudah terbiasa dengan situasi tersebut hanya bungkam dan mengosongkan pikiran. Ia tetap berjalan menuju gerbang rumah tersebut berniat pulang terlebih dahulu. Bagaimana bisa gadis seperti dirinya tahan berlama-lama dalam acara seperti ini? Sungguh mustahil. Jangankan 4 jam lagi, 10 menit saja Cyra rasa sudah seperti 100 abad.

Cyra berhasil lolos tanpa dilihat kedua orang tua maupun Bang Exa, si pemilik hajat. Langkah kakinya membawa Cyra menuju halte bus yang terletak di depan perumahan. Dan sialnya, perumahan ini sekarang terasa sangat besar sehingga Cyra berkali-kali menghela nafas gusar melihat jarak ujung perumahan yang masih tak terlihat.

Ditengah perjalanan, sebuah telepon masuk mengganggu konsentrasi nya pada game yang sedang ia mainkan. Cyra berdecak sebelum menggeser tombol gagang telepon hijau pada ponselnya.

"Apakah anda adalah Cyra Grizelle? " Tanya seseorang dibalik telepon. Suara seorang perempuan yang berusia sekitar 30 tahunan.

Cyra berpikir sejenak mencoba mengingat-ingat apakah ia melupakan janji ketemu dengan seseorang hari ini sehingga ada yang mencarinya. "Hm. Why?"

"Ibumu, Nyonya Fenita sedang dirawat intensif di rumah sakit. Penyakitnya bertambah parah setiap harinya. Dan mungkin umurnya.."  seorang wanita paruh baya yang diyakini adalah seorang perawat itu tidak mampu menyelesaikan kata-katanya.

Cyra bukanlah gadis bodoh yang tidak mengerti situasi seperti ini. Ia tahu hanya dari beberapa kata yang ia dengar tadi, bahwa ibu kandungnya sedang sekarat disana. Pikirannya kalang kabut sekarang. Langkah kecilnya sekarang berubah menjadi berlari sekencang yang ia bisa agar segera sampai pada jalan raya sehingga memudahkannya mencari transportasi umum. Ditengah perjalannya, Cyra merasa ada seseorang yang berusaha mengejarnya. Suara langkah kaki yang ia yakini adalah Raefal membuat Cyra menoleh dan mencengkram kuat kerah baju pemuda tersebut.

"Carikan aku motor sekarang!" pinta Cyra membuat Raefal menganga heran dengan perubahan emosi yang tiba-tiba tersebut. Seingatnya, daritadi Cyra hanya diam berjalan tenang dan tiba-tiba saja berlari. Itu yang Raefal ingat selama mengikuti Cyra karena khawatir.

"Ada, apa?" tanya Raefal dengan suara serak karena tak dapat bernafas dengan baik. Cengkraman pada kerahnya benar-benar berpengaruh besar meskipun dari seorang gadis yang bahkan masih berusia 15tahun.

"Cepat!" teriak Cyra tepat pada telinga Raefal. Raefal mengangguk dan berlari setelah cengkraman kerahnya dilepaskan, menuju sebuah rumah berwarna biru yang tak jauh dari sana. Cyra mengamati setiap gerak-gerik Raefal dengan cemas memikirkan ibu kandungnya. Setelah melihat Raefal keluar dengan sepeda motor yang ditumpanginya, Cyra segera naik.

"Rumah Sakit Ratih." 3 kata yang langsung dipahami oleh Raefal.

***

"Ibu mau kemana? Kenapa Cyra ditinggalkan?" usia Cyra hari itu baru saja menginjak 4 tahun. Dan di usia sekecil itu, ia sudah melihat kedua orang tuanya berselisih paham, bertengkar setiap hari, bahkan beberapa kali mendengar kedua orang tuanya mengatakan kata cerai. Namun, hal itu tidak membuat Cyra menjadi gadis yang sibuk mencari kesenangan dunia diluaran sana. Karena terbukti dari Cyra yang hampir setiap hari berada di dalam kamarnya, membaca buku.

Hatinya sudah kebal akan semua hal abstrak yang selalu menimpa dirinya. Fisiknya pun kebal jika dijadikan pelampiasan amarah oleh kedua orang tuanya. Cyra, gadis yang kuat sedari dulu sehingga gadis itu tak membiarkan siapapun menggoyahkan kekuatannya.

"Kamu anak yang sangat pintar sayang, maafkan ibu. Tapi, ibu yakin kamu mengerti bagaimana situasi disini."  kata ibunya. Matanya berkaca-kaca menatap gadis kecilnya yang sebentar lagi akan jarang ia temui mengingat hak asuh anak jatuh kepada Chenand, mantan suaminya.

"Oh, ibu dan daddy bercerai?" tanya Cyra dengan wajah polosnya. Gadis 4 tahun yang sudah mengerti mengenai apa itu bercerai, bahkan menyaksikan secara langsung perceraian kedua orang tuannya. Cyra, benar-benar gadis yang kuat hatinya.

Ibunya tersenyum, mengisap kedua pipi Cyra dengan lembut lalu mengecupnya pelan dan berkata. "Ibu pergi, jangan temui ibu sampai ibu yang menemui kamu. Mengerti? "

Cyra mengeryit heran namun tetap menyetujui. "Tapi, kenapa bu?"

"Karena ibu hanya akan datang kepadamu saat ibu sedang bahagia." Itu kata terakhir yang Cyra dengar dari ibunya selama 11tahun lamanya.

***

"Pembohong!" dengus Cyra sembari memukul punggung Raefal.

"Ibu bilang akan menemuiku saat sedang bahagia. Lantas kenapa baru memberi kabar sekarang disaat ibu sedang sekarat? Ibu fikir aku suka saat ibu sekarat?" gumam Cyra sembari menatap kosong jalanan kota yang cukup ramai.

"Kenapa? Ada masalah?" Raefal yang sedari bungkam akhirnya buka suara saat mendengar kata-kata Cyra. Hatinya ikut teriris mendengar hal itu. Tapi, Raefal tak habis pikir bagaimana bisa Cyra tidak menangis bahkan saat ibunya tengah sekarat disana?

"Diam. Tak usah banyak bicara!" pinta Cyra sembari memutar pandangannya. Cyra menengadah menatap langit mencoba menekan air mata yang hampir jatuh. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan orang. Karena baginya, sakitnya, kelemahannya, terpuruknya Cyra harus tersimpan rapi dalam dirinya.