Cyra mendengus kesal saat suara Mommy mengusik pendengarannya saat ini. Matanya mengerjap berusaha membiasakan diri dengan cahaya yang menembus celah jendela di samping ranjangnya. Rupanya, di samping kiri sudah ada Mommy Civia yang sibuk membuka satu persatu tirai jendela kamar Cyra yang berwarna hitam.
Tak ada niatan sedikitpun untuk Cyra bangun dari ranjangnya. Ia bahkan sudah hampir memejamkan mata kembali dengan posisi membelakangi Mommy Civia. "Ya ampun! Anak perawan jam segini belum bangun juga!" Mommy Civia memukul pelan bahu Cyra lalu menggoyangkannya berharap anaknya segera bangun dari tidurnya.
"Lima menit lagi Mom, Cyra sedang tidak sholat jadi Cyra bisa tidur lebih lama lagi." balas Cyra yang mulai memeluk perut rata Mommy Civia. Meskipun umur Mommy Civia sudah berkepala tiga, namun tubuhnya seperti perempuan yang berusia 20 tahun. Ditambah wajahnya yang baby face sehingga terkadang membuat Cyra merasa cemburu kepada Mommy Civia.
"Mommy tahu kau sedang tidak sholat sayang, makannya mommy membangunkanmu jam setengah 6." Mommy Civia menarik tangan Cyra berusaha membebaskan diri. "Malas sekolah, hehe." Cyra nyengir kuda tanpa rasa bersalah sedikitpun. Tanpa menunggu hitungan menit, sebuah jitakan mendarat sempurna pada pucuk kepala gadis tersebut. Cyra meringis kesakitan mencoba mencari perhatian wanita paruh baya di depannya itu.
"Tidak mungkin sebuah jitakan seperti itu akan membuatmu pusing mengingat anak kesayangan Mommy Civia adalah seorang petarung yang hebat." Mommy Civia menatap lekat bare face Cyra yang menggemaskan menurutnya.
"Bangunlah! Mom tunggu di bawah dalam waktu lima menit atau kau tidak akan mendapat uang saku hari ini."
Ancaman itu sangat ampuh untuk Cyra. Terbukti sekarang Cyra sudah melompat dari tempat tidur dan mulai memasuki kamar mandi yang berada di pojok ruangannya. Bahkan, dirinya sampai melupakan handuk yang seharusnya ia bawa membuat Mommy Civia menggeleng pelan melihat tingkah laku anak tirinya tersebut.
***
Raefal hanya bisa mendesah pasrah saat sudah di perbabu oleh ibu kesayangannya. Sedari tadi pagi dirinya selalu saja menjadi target perbudakan oleh ibunya sendiri mengingat hari ini ada acara pertunangan kakak sepupunya yang bernama Frexiryan Dermata atau Raefal biasa memanggilnya Bang Exa. Usia Bang Exa sudah menginjak 24 tahun dan bekerja sebagai seorang dosen di salah satu universitas terkenal di negeri ini.
"Bu, kalau begini terus lebih baik Raefal sekolah! Raefal tidak mau disuruh membantu Ibu memasak, Raefal benci dapur Bu!" Raefal merasa sudah jengah dengan semua perintah ibunya itu. Sebenarnya, niat awal ingin sekali seperti pada umumnya dimana pihak laki-laki yang mengunjungi pihak perempuan. Namun, mengingat calon istri Bang Exa berasal dari rumah yatim piatu, akhirnya mereka memutuskan untuk melaksanakannya di rumah Bang Exa.
Bang Exa sudah kehilangan kedua orang tuanya dimana ibunya Bang Exa adalah kakak dari Senia-ibunya Raefal, sehingga Bang Exa dirawat oleh Senia hingga umurnya yang sudah sematang ini.
Percayalah bahwa sedari pagi Raefal sudah banyak sekali membantu. Dari mulai membereskan ruang tamu sendirian karena ayahnya sedang sibuk meeting dengan perusahaan luar negeri sehingga mau tidak mau ayahnya itu harus turun tangan mengaturnya sendiri dan membuat Raefal akhirnya menjadi sasaran kemarahan serta kerepotan ibunya.
Walaupun memiliki banyak pelayan, tetap saja ibunya sama seperti dirinya. Lebih tepatnya watak Raefal menurun dari ibunya. Mereka tidak bisa mempercayai orang lain dalam melakukan pekerjaan sehingga harus turun tangan sendiri seperti saat ini yang justru membuatnya semakin kelelahan.
"Tidak ada tapi-tapian!" Ibunya Raefal memberikan nada penekanan pada setiap kata yang meluncur dari bibirnya yang menandakan bahwa kata-kata tersebut tidak bisa dibantah oleh siapapun.
"Kenapa tidak menyuruh pelayan dan ayah saja, Bu?" Raefal sibuk berkutat dengan pisau yang sudah tergeggam sempurna di tangannya. Sungguh, hal yang paling ia benci adalah dapur. Apalagi saat disuruh membantu untuk memasak, itu membuat Raefal semakin malas.
"Ayahmu belum pu-"
"Ayah pulang! Bu? Efal? Exa? Where are you doing?" teriakan Ayah Raefal yang sangat nyaring memotong ucapan Ibu Raefal.
Ayahnya datang dengan jas kebanggaannya dan juga tas kerja berada di tangannya. Ayahnya tersenyum hangat, mencium pucuk kepala istri kesayangannya lalu beralih menuju Raefal yang sudah memberikan tatapan tidak enaknya itu.
"Jangan cium aku! Jangan peluk aku! Cukup gantikan aku ayah!" Raefal mengedipkan matanya berkali-kali ke arah ayahnya yang mulai tertawa gemas lalu mengangguk mengiyakan membuat Raefal girang setengah mati.
"Tapi, bantu Ayah ya." Raefal kembali lesu dan tak berdaya.
"Tidak ribet. Tolong jemput Om Chenand. Kau tahu bukan jika Bang Exa sangat dekat dengannya dahulu? Ayah ingin memberinya kejutan di hari bahagianya ini." pinta Ayahnya.
Raefal sempat berfikir beberapa kali serta melakukan negosiasi dengan ayahnya sendiri. Dengan diiming-imingi bolos les matematika sehari, akhirnya Raefal menjalankan perintah tersebut dengan hati lega dan juga senyuman merekah.
Raefal bersiap diri di kamarnya lalu menyambar kunci mobilnya dan mulai melangkah menuju pintu utama yang letaknya cukup jauh dari kamarnya.
"Bang Exa!" Raefal berteriak memanggil sosok laki-laki yang sedang membelakangi dirinya tersebut. Sungguh, seharian ini dirinya tidak bertemu dengan Bang Exa sama sekali.
"Efal, mau kemana kau?" tanya Bang Exa menyadari bahwa penampilan Raefal yang terbilang cukup rapi.
"Ehm, Abang Exa hanya perlu bersiap diri menemui calon pengantin sebentar lagi. Efal hanya pergi sebentar untuk menemui seseorang." Raefal mengulum senyumnya berusaha biasa saja agar tidak dicurigai oleh Bang Exa.
"Jangan terlalu lama, karena Abang pasti akan grogi jika tidak ada dirimu." Bang Exa mengusak rambut Raefal kasar membuatnya sedikit berantakan. Raefal pamitan lalu mulai mengendarai mobilnya sendiri menjemput Om Chenand.
***
Cyra merasakan pahit pada tenggorokannya dan nafasnya juga terasa panas. Jika sudah seperti ini, tandanya ia akan sakit. Namun, apa peduli Cyra dengan yang namanya sakit? Sesakit apapun gadis itu tetap saja akan menyakiti orang lain.
"Cyra tak apa?" Mommy nya khawatir saat menatap wajah pucat Cyra yang mulai menunduk. Mendapat anggukan semangat dari Cyra membuat Mommy Civia merasa sedikit lega. Belum lagi saat gadis itu mengumpat beberapa kali sambil menatap layar ponselnya yang selalu di salah-salahkan padahal tak melakukan kesalahan sedikitpun.
"Dad?" panggilan Cyra membuat daddy nya mendongak menata anak gadisnya itu. "Ada apa sayang? Ingin membolos huh?"
"Wah! Apakah Daddy baru saja belajar teknik membaca pikiran orang?" Cyra menatap Daddy nya dengan berbinar-binar.
"Seperti itulah." jawab Daddy nya seadanya. Tentu saja Cyra tahu Daddy nya hanya mengada-ada. Tidak mungkin gadis dengan otak sesempurna Cyra bisa tertipu dengan mudah. Namun, saat ini yang dibutuhkannya hanya sedikit tingkah laku halus dan lembut agar Daddy nya mengijinkan Cyra untuk membolos.
"Coba tebak apa yang sedang mommy pikirkan!"
"Uhuk!" Mommy Civia tersedak lalu menatap anaknya dengan tatapan seperti baru saja tertangkap basah melakukan pembunuhan.
"Mommy sedang memikirkan sesuatu yang tidak seharusnya kau pikirkan sayang,"
Cyra mengeryit heran.
"Mommy mu memikirkan bagaimana cara mencintai Dad lebih dalam lagi." daddy tertawa terbahak-bahak sambil sesekali melirik ke arah Mommy Civia yang pipinya sudah memerah.
"Benarkah itu Mom?" tanya Cyra akhirnya.
"Ehm..."
"Persetan dengan kebenaran itu, yang jelas sekarang Cyra butuh ijin untuk membolos." Cyra menatap daddy dan mommy nya dengan tatapan seperti kucing yang berusaha menarik perhatian tuannya. Sangat menggemaskan membuat daddy akhirnya luluh dan mengijinkan anaknya untuk membolos.
"Tuan, diluar ada yang mencari Tuan." Mbak Tini, asisten rumah tangga keluarga ini datang terpogoh-pogoh dari arah pintu utama.
"Siapa mbak?"
"Namanya Efal. Katanya suruhan Tuan Troy."