"Efal? Ah, adiknya Exa?" tanya Daddy di sela makannya. Ia menatap Mommy Civia yang sudah berbinar disana. Yah, Civia sangat menyukai keluarga Senia. Bertemu dengan Senia saja dapat membuatnya merasa senang. Belum lagi, Senia adalah teman curhat kesayangannya.
"Sepertinya hari ini kedua perempuan kesayanganku akan membolos dari kegiatannya." Chenand sudah menatap keduanya dengan tatapan menggoda. Cyra sangat senang karena artinya, ia akan bebas dirumah. Dan Civia juga sangat senang karena dapat bertemu sahabatnya.
"Bawa Efal masuk!" pinta Chenand kepada pelayan yang tadi menyampaikan berita tersebut. Pelayan itu sesegera mungkin undur diri untuk menjalankan perintah tuannya.
"Aku mengijinkanmu untuk ikut, Civia." ujar Chenand membuat Civia memekik girang mendengarnya. Civia sesegera mungkin mengecup pipi kiri Chenand sebelum akhirnya pergi ke kamar untuk berganti pakaian. Sedangkan Cyra masih setia dengan makanan yang berada di piringnya. Bahkan, beberapa kali ia sudah menambahkan lauk pauknya.
"Hai Paman, sudah lama tidak bertemu." Efal membungkukkan badannya lalu mengulurkan tangannya untuk berjabat dengan Chenand. Dengan segera, uluran tangan tersebut sudah diraihnya.
"Duduklah, jika kau belum makan kau bisa sarapan bersama kami." Chenand mempersilahkan dengan menarik lengan Efal.
"Tidak perlu Paman, Efal sudah makan tadi." Efal tersenyum ramah.
"Baiklah, kabar apa yang kau berikan kali ini mengenai Abang Exa?" tanya Chenand to the point. Efal tersenyum lalu mulai menjelaskan semuanya.
"Bang Exa akan bertunangan hari ini dengan seorang gadis bernama Felicya." jawab Efal.
"Jadi, kau kemari untuk mengundang kami secara langsung?" tanya Chenand yang langsung dijawab anggukan kepala oleh Efal.
Mata Efal menyipit menemukan seseorang yang menurut dia sangat familiar untuknya. Gadis dengan kuncir kuda dan rambut berwarna biru. Bahkan, dengan seragam sekolah yang sama seperti miliknya membuat kecurigaan Efal semakin memuncak. Di sekolahnya, hanya ada satu orang yang berani menggunakan warna rambut seperti itu. Dan orang itu adalah,
"Cyra?" panggilan dari Efal sontak membuat Cyra menoleh.
Cyra terkejut bukan main saat Raefal adalah seseorang yang berdiri disampingnya sedari tadi. Matanya menyorot tajam seketika. Tak ada lagi senyum mengembang itu disana. Serta nafsu makannya menurut tiba-tiba.
"Kalian saling kenal?" tanya Chenand. Yah, memang sudah lama semenjak kepindahan rumah Efal membuat mereka lost contact. Hanya Chenand dan orang tua Raefal yang masih terbilang dekat mengingat mereka adalah rekan bisnis.
Efal mengangguk menanggapi pertanyaan Chenand. Sedangkan Cyra sudah melengos pergi begitu saja tanpa sepatah katapun.
"Kau memiliki masalah dengan putriku?" tanya Chenand berhati-hati. Ditatapnya Efal yang sudah pucat pasi disana membuat Chenand semakin bingung. Jika memang saling kenal, mengapa tidak saling menyapa?
"Dia sangat terkenal di sekolahan dan aku hanya kakak kelasnya." ujar Efal menjelaskan.
"Hai Efal, masih ingat Tante?" Cibir tiba-tiba saja datang, membuat Raefal merasa lebih lega karena dapat menghindar dari pertanyaan berbahaya yang bisa saja diajukan oleh Chenand. Sungguh, jantungnya berdebar hebat saat Chenand bertanya.
Dengan segera, Raefal mendekati Civia dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Dia bahkan tersenyum senang melihat wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan segar tersebut.
"Oh iya, dimana Cyra? Perasaan dia tadi masih di sini?" Tanya Civia saat menyadari bahwa putrinya pergi entah kemana.
"Cyra pergi ke lantai dua. Mungkin, ke kamarnya." Jawab Chenand. Civia mengerti. Dia paham betul bahwa Cyra memang tidak bisa ramah kepada orang asing. Setiap ada tamu, dipastikan putrinya memilih untuk tetap berada di dalam kamar.
"Sepertinya, Tante harus ke kamar Cyra terlebih dahulu untuk menyuruhnya bersiap-siap." Pamit Civia sebelum akhirnya mulai melangkah pergi.
Mommy Civia menaiki anak tangga satu persatu. Di depan matanya, ada sebuah pintu berwarna hitam dengan tulisan 'Cyra' di bagian samping. Ia membuka pintu tersebut perlahan dan menghela nafas kasar saat melihat anaknya sedang berada di atas dengan ponsel ditangannya. Kaus berwarna hitam dengan tulisan young berwarna putih dan celana trening hitam pendek sedang dikenakannya. Momy Civia mendekat lalu mengusap perlahan rambut biru anaknya. Dirinya harus berhati-hati untuk membujuk Cyra mengikuti hal seperti ini mengingat Cyra sangat anti dengan pesta. Salah satu langkah saja, dirinya pasti kena skakmat oleh anaknya yang cukup pintar itu.
"Kenapa anak Mommy malah menggunakan baju tidurnya hm?" tanya Civia saat perhatian Cyra beralih kepada Civia.
"Cyra tidak mau ikut." jawabnya seraya menatap mata Mommy Civia dengan tatapan memohon.
"Tidak bisa sayang, kali ini kau harus ikut!" bujuk Mommy Civia.
"Tapi mommy, Cyra tidak suka." Cyra mengedipkan matanya berkali-kali mencoba meluluhkan Mommy nya itu.
"Kali ini, kau harus ikut Sayang. Kita sudah lama tidak bertemu dengan keluarga mereka bahkan, Daddy mu yang sangat sibuk saja sampai membatalkan meetingnya untuk acara ini." Mommy Civia dapat melihat anaknya mengangguk lesu sebelum akhirnya turun dari ranjang dan berganti pakaian.
"Cyra tidak mau menggunakan dress atau rok dan semacamnya!" Cyra berkata keras berharap mommy nya peka dengan yang dikatakannya. Dibelakang sana, terdengar tawa Mommy Civia yang mengisi ruangan sebelum akhirnya berkata "Pakailah pakaian yang kau suka sayang, asal sopan. Mommy tidak masalah,"
"Mommy tunggu di luar ya, jangan berdandan terlalu lama Bidadari Cantik Mom!" lanjutnya.
"CYRA TIDAK PERNAH BERDANDAN!" teriakan Cyra lagi-lagi mengundang tawa untuk Civia.
***
"Hai Cyra!" sapaan Raefal hanya dibalas tatapan tajam oleh Cyra yang sedang masuk ke dalam mobil. Jika saja ancaman sialan itu tidak dikeluarkan oleh ayahnya, Cyra tidak akan mau duduk berdua dalam mobil bersama Raefal si ketua osis yang sangat ia benci.
"Gue gak nyangka kalau Paman Chenand itu bokap lo." Raefal mulai membuka percakapan disela keheningan yang sempat menerpa beberapa menit lalu.
Cyra mendelik menanggapi kata-kata yang sangat tidak enak di dengar menurutnya. Dia benci bahasa non formal seperti yang diucapkan Raefal tadi.
"Pakailah bahasa formal saat berbicara denganku!" pinta Cyra masih fokus dengan ponselnya.
"Kau akan menjawabnya jika aku menggunakan bahasa seperti ini? " tanya Raefal mencoba mengimbangi. Cyra hanya mendelik menatap Raefal lagi.
"Kemarin, aku menelfon rumahmu berniat menyuruhmu berangkat untuk menyiapkan acara sekolah." ujar Raefal tiba-tiba yang ditanggapi deheman dari Cyra.
"Aku benci basa-basi!" ujar Cyra meninggikan nada suaranya.
"Kenal Pak Keo? Calvin?" Raefal masih terus berusaha berbicara dengan Cyra karena menurutnya ini adalah kesempatan untuk pendekatan.
"Sebaiknya jangan berbicara jika tidak penting." sinis Cyra lagi. Tak ada senyum sedikitpun dari wajahnya dan entah apa yang terjadi ekspresi menyeramkan seperti ini malah berhasil memikat hati Raefal.
"Aku sayang sama kamu, mau enggak jadi pacar aku?" tanya Raefal membuat Cyra terkejut dengan hal ini.