Kebisingan mengisi ruangan yang cukup luas dengan cat berwarna putih melekat pada dinding. Ruangan tersebut dipenuhi oleh banyak samsak, punch mitt, head guard, gloves, dan ring. Di tengah ruangan tersebut, Raefal melenggang tenang melewati beberapa pasang mata yang menatapnya kagum. Binar mata di mereka tak bisa membohongi seberapa besar rasa kagum mereka padanya.
Raefal adalah lawan yang paling mematikan dalam dunia boxing. Dia menggelutinya dengan baik hingga banyak di takuti oleh orang. Hal tersebut sesekali membuat dirinya dipuji-puji dan digemari banyak orang termasuk sang pelatih yang sudah sangat berjasa terhadap dirinya.
"Sudah lama kau tidak kemari, Raefal. Ada apa?" pelatihnya menghampiri Raefal lalu menepuk pelan bahu pemuda tersebut. Pundak Raefal sangat kokoh dan lebar. Terlebih dengan otot-otot yang mengukirnya membuat pria itu tampak gagah dan berani. Sungguh imej yang sangat sesuai dengan dunia pertinjuan.
"Aku rindu dunia ini." jawab Raefal diakhiri dengan kekehan. Sang pelatih ikut tertawa mendengar ucapan Raefal. Dia juga merindukan anak didiknya tersebut.
"Makannya, jangan terlalu sibuk dengan pakaian putihmu itu, Nak. Terkadang, kau juga perlu menggunakan kaos tanpa lenganmu ini." Sang pelatih yang memiliki nama Keordihantara itu menepuk lengan kokoh milik Raefal berkali-kali. Merasakan otot yang Raefal miliki. Meski cukup lama tidak berolahraga, Raefal ternyata masih menjaga tubuhnya dengan baik.
"Pakaian putih mana yang kau maksud, Pak Keo? Karateka atau seragam osis ku?" balas Raefal.
Raefal melangkah meninggalkan Pak Keo yang sudah tertawa karena berhasil menyindir pemuda tampan itu. Dirinya mengikuti langkah anak didiknya, duduk disamping Raefal yang sedang sibuk memasang sarung tinju ke tangannya dengan sangat lihai karena sudah terbiasa.
"Ayo! Aku rindu pukulan lemahmu." Pak Keo naik ke ring lalu mengulurkan tangannya yang segera disambut oleh Raefal dan menarik pemuda itu ikut ke atas ring.
"Meskipun aku sudah lama tak kemari, bukan berarti aku menjadi lemah Pak Tua." Balas Raefal yang sedikit tidak terima dengan ejekan yang diterimanya.
Sudah tiga bulan Raefal tak sempat berlatih Boxing mengingat sibuknya jadwal yang ia miliki. Sebenarnya, semua jadwalnya sudah tertata rapih mengingat ia memiliki seorang asisten peribadi yang bernama Alzard laki-laki kelahiran Jerman yang umurnya lebih tua tiga tahun dari dirinya. Sebenarnya Alzard adalah asisten pribadi ayahnya namun, karena Raefal kewalahan mengurus semua kegiatannya yang sangat amat tak terhingga itu akhirnya ayahnya memberikan Alzard padanya.
Jadwal boxing Raefal selalu bertabrakan dengan rapat osis dan juga eskul karateka di sekolahannya sehingga mau tidak mau dirinya harus rela meninggalkan bela diri yang ia cintai hingga saat ini terlebih dahulu mengingat kegiatan eskul yang mempengaruhi nilainya serta rapat osis yang menjadi tanggung jawabnya.
Selesai berlatih dengan Pak Keo, Raefal memilih duduk dipojok ruangan lalu menenggak minuman yang ia dapatkan dari beberapa gadis disana. Jari-jemari nya mulai mengetik pesan yang akan ia kirimkan kepada Alzard karena dirinya kabur dari jadwal les hari ini. Selesai mengirim pesan tersebut, Raefal menoleh kedepan merasa diperhatikan oleh seseorang yang sangat ia kenal. Calvin, teman seperjuangannya disini. Calvin lah yang mengenalkan Raefal bela diri ini. Calvin lah yang selalu menemani Raefal saat sedang bertanding. Dan Calvin lah seseorang yang sangat berarti dalam hidup Raefal karena pernah menyelamatkan dirinya dari kecelakaan maut yang seharusnya membuat dirinya merenggut nyawa saat itu juga.
"Tiga bulan gue gak lihat lo. Kemana aja, Bro?" Calvin mendorong pelan bahu Raefal sebagai salam pertemuan mereka. Sedangkan Raefal sudah menatap tajam Calvin karena minuman yang sedang ia pegang saat ini tumpah akibat tingkah laku sahabatnya itu.
"Nyabe." jawab Raefal datar. Raefal meletakkan ponsel kedalam tas lalu meletakkan tasnya dilantai setelah itu menendangnya hingga tas tersebut berada di depan kaki Pak Keo. Pak Keo yang peka dengan kode itu mengambil dan meletakkan tas Raefal ke dalam lokernya.
"Lo tau enggak? Selama lo gak berangkat, gue naksir sama cewe di sini." Calvin bercerita dengan sangat antusias. Bahkan, sebuah senyuman terukir di bibirnya.
Raefal mulai mengganti posisi duduknya merasa tertarik dengan cerita Calvin.
"Siapa?" tanya Raefal. Keningnya berkerut hingga kedua alisnya yang tebal nyaris menyatu.
"Body nya dia tuh, ehm... Bagus pokoknya. Ditambah mukanya yang nyeremin dan misterius bikin dia tambah cantik pakai banget malahan. Belum lagi skill dia dalam latihan. Pokoknya dia sempurna deh!" Calvin menghela napas kasar sebelum melanjutkan ceritanya. Wajah yang awalnya antusias berubah menjadi sendu membuat Raefal heran dengan ekspresi random sahabatnya.
"Sayangnya..... Gue ditolak." Katanya dengan suara yang lesu.
Tawa Raefal pecah saat itu juga mendengar kalimat yang keluar dari bibir Calvin. Bagaimana tidak? Selama ini tidak ada yang berani menolak seorang Calvin Frexisio penulis terkenal dalam usia yang masih tergolong muda. Novelnya hampir semuanya best seller dipasaran dengan usianya yang masih 19 tahun. Selisih dua tahun dengan Raefal. Namun,sifatnya malah mencerminkan bahwa dirinya seperti lebih muda dari Raefal.
"For the first time." Ujar Raefal disela tawanya yang tak kunjung reda.
"Ish! Dengerin dulu. Dia tuh satu sekolahan sama lo." Calvin menaikkan nada bicaranya.
Tawa Raefal terhenti seketika saat mendengarnya. Kepalanya sesegera mungkin menoleh menatap Calvin dengan serius lalu bertanya, "Siapa namanya?"
"Cyra." jawab Calvin enteng. Nama yang keluar dari bibir Calvin mampu membuat napas Raefal tercekat. Jadi, sahabatnya menyukai seseorang yang berhasil menarik perhatiannya?