Chereads / Di Balik Cermin / Chapter 16 - Mencari

Chapter 16 - Mencari

"Aku melihat Faiz temanmu, sepupuku."

"Apa?" Langit maju satu langkah, mendekati Michelia untuk mendengarnya lebih jelas di balik getar suaranya.

"Ini mungkin nggak masuk akal bagimu, tapi Aku melihatnya sendiri dia menghilang. Dia menghilang seperti tersedot masuk ke dalam cermin yang berada di gudang."

Kaki Langit menjadi lemas. Ada apa ini?

***

"Kamu yakin Lia?" tanya Langit hampir terdengar seperti bisikan ketidakpercayaan.

Michelia mengangguk, tapi dia tetap menjawab langsung. "Aku yakin, Aku melihatnya sendiri."

Langit menghela napas, dia mengetuk ujung sepatunya ke lantai. "Aku lupa untuk ngasih tau kalau sebenernya, hal yang di alami Faiz sama kayak yang di alami oleh Awan sekarang."

Seperkian detik mata Michelia melebar dan langsung berkaca-kaca, Langit tahu dia pasti marah padanya. Namun, pikiran Langit terlalu penuh dengan Awan sampai tidak punya ruang tersisa untuk memberitahu Michelia tentang hal ini.

"Di mana Awan? Aku sudah mencarinya ke sana kemari dan hampir putus asa dan Aku ingin langsung melapor ke polisi. Sementara kamu di sini tau tentang dia dan nggak mau repot-repot memberitahuku."

Langit memijat keningnya dan melepaskan. "Aku minta maaf."

"Di mana dia?" tanya Michelia lagi, dia tampak terburu-buru. 

"Dia terjebak di dunia cermin." Langit berharap dia tidak perlu menjelaskannya dengan lengkap sekarang. Masih ada Faiz yang seharusnya bisa dia cari dan menemukan petunjuk bukannya berdiri saja di sini.

Michelia tampak tersadar akan sesuatu. Saat Michelia ingin membuka mulutnya untuk bertanya, Langit mengangkat tangan untuk menghentikannya berbicara. "Nanti aja, Aku harus melihat di mana Faiz menghilang. Aku juga harus mengeluarkan Awan dari sana, kamu nggak tahu apa yang di alaminya baru-baru ini."

Langit berjalan cepat, tapi baru beberapa langkah dia pergi. Michelia menggenggam tangan Langit dan menghentikannya. Dia berdecak dan Langit hampir saja akan menyentak tangannya sendiri ketika akhirnya Michelia bertanya, "Awan kenapa? Dia baik-baik aja, kan?"

"Nanti aja."

Pada akhirnya Langit berlari menelusuri koridor menuju gudang yang Michelia maksud, dia meninggalkan gadis itu di belakangnya. Saat dia berpijak pada lantai gudang, Langit malah mendapati Davi berdiri di depan cermin, mengelus hati-hati cermin kusam yang menempel di dinding pada sudut ruang.

Menyadari eksistensi Langit di sekitarnya, Davi langsung menoleh dan menyeringai ketika bersitatap dengan Langit. Langit bergerak maju mendekatinya. Dia bertanya dengan sedikit kasar walaupun Langit tidak bermaksud seperti itu. "Sedang apa kamu di sini?"

"Santai, kenapa kamu marah? Aku bisa saja bertanya hal yang sama," katanya. Menjejalkan salah satu tangannya ke dalam saku celana.

Langit meneliti Davi, dan menemukan kecurigaan di dalam dirinya. Davi yang berdiri di hadapannya bukan lagi orang pendiam yang Langit tahu. Ada tatapan kelicikan di bola matanya yang kecil apalagi dengan salah satu sudut bibirnya terangkat sedemikian rupa. Menciptakan pola kecurigaan bagi Langit tentang kehadiran Davi di sini. Dia persis di hadapan cermin saat Langit masuk, sama seperti beberapa hari lalu di toilet dengan asap dan retakan pada cermin. Bagiamana Langit begitu buta?

Pikiran buruk Langit selalu muncul dalam keadaan terburuk. "Kamu tau Faiz menghilang?"

Davi tampak berpikir namun dia pasti tidak karena dia sudah mengetahuinya, Langit menyipit mengamati pergerakannya dengan seksama. Dia masih bisa menahan kesabaran sebentar lagi. Davi menumpukkan berat badannya condong ke arah cermin di sisinya. Langit sungguh tidak luput bagaimana mata Davi melirik cepat ke dalam cermin. Jelas bahwa Langit tidak pernah menyebut tentang cermin kepada Davi untuk menjadi alasannya.

Langit mengikuti pandangannya. Dia terkesiap, bisa jadi pada saat di toilet itu Langit tidak memperhatikan dengan benar. Sekarang dia bisa melihatnya, dan mengumpulkan teori yang sangat masuk akal dan menemukan fakta bahwa Davi selain bahwa dia bodoh, dia juga ceroboh.

"Aku nggak tau, jelas beritanya belum kesebar dengan baik, kan?" jawabnya dengan tanya.

Suara sepatu yang berisik menggema di dalam koridor yang sepi dan berhenti di ambang pintu. Tidak perlu berbalik untuk melihat bahwa Michelia datang dengan berisik.

"Aku tau siapa kamu, dan dari mana kamu berasal," kata Langit tajam. Rahang Langit mengeras saat dia kembali melirik cermin tanpa pantulan bayangan dari sosok Davi.

Davi tampak menegang di tempatnya berdiri, tapi dia berusaha sehalus mungkin untuk tetap tenang. Tapi tentu saja itu percuma.

"Gimana caranya kamu bisa di sini?" tanya Langit dia semakin mendekati Davi, matanya menatap tajam berkilat.

Davi mendengus tangannya menyilang di depan dada dengan matanya yang bergerak tidak fokus. "Omong kosong apa yang kamu bicarakan?"

Langit memutar bola matanya. Michelia datang dan berdiri di sebelahnya lalu bertanya, "Apa yang kalian bicarakan?"

Davi tidak akan membuka mulutnya, Langit tahu itu. Dia tidak akan sudi mengemis untuk mendapatkan informasi, dia akan mengeluarkan kakaknya dan sahabatnya sendiri dari dalam cermin itu.

"Aku sudah melihatnya," kata Langit mengedikkan kepalanya ke arah cermin. "Jika kamu terlibat dalam hal ini. Cepat atau lambat kamu tau apa yang akan terjadi nanti."

Davi tampak terperangah, bibirnya terbuka hanya untuk dia tutup kembali. "Lihat, kamu nggak akan pernah bisa mengeluarkan dia. Tidak akan pernah bisa."

Setelah mengatakan itu Davi pergi dengan menyisakan keheningan tidak nyaman bagi Langit. Dia berharap kata-kata itu hanya sebuah kalimat tidak bermakna.

"Apa maksudnya tadi?" tanya Michelia.

Langit menghela napas berat dan hanya menggeleng sebagai jawaban, dia menghampiri cermin untuk melihat apa yang salah.

"Jika itu berhubungan dengan Awan dan Faiz kamu nggak bisa diem aja."

"Kamu nggak akan mengerti." Langit mengamati cermin itu lebih dekat, tangannya terangkat untuk menyapu debu-debu halus di permukaan cermin yang kotor. "Faiz menghilang di sini?"

"Iya, Aku nggak sengaja melihatnya sendiri. Dia seperti tersedot ke dalam sana." Langit hanya mengangguk singkat. Dia teringat akan Awan yang menghilang dengan cara memukul cermin." Faiz memecahkan ini?"

Michelia butuh waktu untuk menjawabnya, Langit menoleh melihat gadis itu menatap dengan alis berkerut. Pada akhirnya Michelia menjawab, "Nggak, dia nggak memecahkannya. Tapi apa maksud semua ini?"

Langit mengabaikannya dengan mata menjelajah padangannya jatuh tepat pada kursi yang tergeletak terbalik, tanpa pikir panjang dia menyambarnya dengan perasaan putus asa Langit menghantamkan kursi itu ke cermin. Kaca hancur berkeping-keping di bawah kakinya dengan suara keras memekakan telinga.

Dia mendengar suara tarikan napas tajam dari Michelia yang berdiri di belakangnya. Langit membuat Michelia takut, tapi sebenarnya Langitlah yang lebih takut. Walaupun dia tidak benar-benar tahu bagaimana tempat Awan dan Faiz sebenarnya menghilang, namun dia tahu dengan pasti tidak ada perubahan, dia tetap di sini.

"Apa yang kamu lakukan, Langit?" Michelia bersuara di tengah deru napas Langit yang menipis. Waktu yang salah untuk bertanya, pikir Langit.

"Diam. Kamu nggak ngerti tentang ini," geram Langit.

"Ini berhubungan dengan Awan sahabatku dan Faiz sepupuku. Jelas Aku bertanya," katanya hampir berteriak.

Langit mendengus, walaupun dia tahu tidak seharusnya Langit melampiaskan emosinya pada Michelia. "Lalu Aku? Awan kakakku, Faiz sahabatku."

Michelia mundur, "Aku minta maaf, nggak seharusnya berteriak. Tapi, sungguh Aku cuma mau tau di mana mereka."

"Mereka berada di tempat lain, bukan di sini bukan di manapun. Walaupun terdengar nggak masuk akal." Langit berbalik menghadap langsung pada Michelia.

"Dimana?" 

Langit dengan lelah menunjuk cermin yang berada di sampingnya. "Aku mengira kamu mengetahui sejak Faiz menghilang."

Terima kasih telah membaca.