Setelah semalam suntuk menahan hasrat kelaki-lakiannya. Esok paginya, Angga terbangun dalam keadaan badan yang pegal dan ngilu. Bukan hanya karena hasratnya tak tercurahkan tapi karena semalaman, tangan kanannya dipeluk erat oleh Alexa. Tangan kanannya diperlakukan seperti layaknya bantal guling.
Cahaya matahari menelusup ke celah gorden kamar. Angga perlahan melucuti diri dari tangan Alexa yang mengungkung tangannya. Rasa kebas menikam tangan kanannya.
"Haish ... tanganku seperti mau patah," keluh Angga sambil mengibaskan tangan kanannya ke udara.
Angga meraih ponselnya dari atas nakas. Mati. Tentu saja. Semalaman, ponsel itu digunakan untuk penerangan seadanya di antara mereka. Dia beranjak dari ranjang dan menoleh sekilas wajah Alexa yang masih tertidur pulas di sampingnya. Ada rasa iba dalam hatinya jika membangunkan Alexa saat itu juga.
'Nanti saja deh,' batinnya.
Sekitar sepuluh menit setelah Angga keluar dari kamar, Alexa mengerjapkan mata. Dia menggeliat puas. Tangan dan kaki jenjangnya ia rentangkan sekuat mungkin. Selayaknya menarik semua otot-otot yang tertekuk hingga bunyi "kletak" dari persendiannya yang ditarik. Energinya seolah terisi lagi akibat tidur malam yang nyaman.
Alexa menyandarkan pungungnya di sandaran ranjang. Sesaat kemudian kesadarannya kembali utuh. Dia mengingat kejadian apa saja yang telah ia lalui tadi malam. Tiba-tiba saja rona merah menyembul dari pipi putihnya. Membuat kecantikan alami yang paripurna pagi hari milik Alexa terpancar. Ah, sayang sekali Angga tidak dapat melihat bidadari yangbaru saja bangun tidur lalu tersipu di pagi hari.
"Astaga ... kenapa aku melakukan itu?" rutuk Alexa sambil menutup wajahnya, menyadari sesuatu yang memalukan dari dirinya.
Alexa menyesali apa yang telah dia lakukan malam tadi. Bagaimana tidak, hal memalukan itu bukan pertama kalinya dia lakukan di depan Angga. Itu adalah teriakannya yang kedua, setelah terdahulu di dalam bioskop.
Dan wajahnya bertambah merah seperti kepiting rebus saat dirinya mengingat kejadian setelahnya. Dia memeluk tangan Angga sepanjang malam!
"Haish .. Alexa, kamu benar-benar tidak tau situasi, kondisi dan toleransi. Penulis menyarankan untuk tidak menyingkat ketiga kata itu. Hehe ..
Di tengah-tengah Alexa merutuki kebodohannya, terdengar suara pintu diketuk.
"Lex ... kamu sudah bangun?"
Suara khas pangeran pemilik istana megah ini tentunya.
"I-iya ... Aku sudah bangun," sahut Alexa.
Alexa bangkit dari ranjang. Dia mengikat rambut panjangnya sembarangan ke atas dengan karet gelang yang ada di tangannya.
"Kamu mau sara ... pan apa ... " suara Angga tercekat saat pintu kamar ia buka.
Sesosok bidadari yang tengah mengikat rambut mengaburkan pandangan Angga. Sungguh pemandangan yang belum pernah dia lihat sepanjang hidupnya. Satu-satunya gadis yang melakukan itu di pagi hari hanyalah Alexa. Entah ini perasaan berlebihan ataukah memang Alexa terlihat lebih cantik dan ... sexy pagi ini.
"Ah, maaf aku bangun terlambat. Aku harusnya bangun lebih awal dari kamu."
Angga perlahan mendekati Alexa yang sudah selesai menggelung rambutnya asal. Saking asal-asalannya, banyak anak rambut yang belum seluruhnya terbawa ikatan rambut.
"Kenapa? Apa ada yang salah di wajahku?" tanya Alexa bingung.
Dia meraba wajahnya dan berusaha mencari cermin dari ranselnya. Dia mematut diri di depan cermin kecil dari genggamannya. Ia mencari apakah di wajahnya ada air liur ataupun kotoran mata yang tertinggal sehingga Angga menatapnya begitu intens.
"Kamu cantik ... " gumam Angga.
"Apa?"
"Ah, gak. Gak ada apa-apa. Aku hanya ... ah sudahlah lupakan saja. Kita sarapan saja yuk. Aku tadi membeli sarapan di warjok."
Perlu diketahui, warjok adalah singkatan dari warung pojok di komplek perumahan Angga. Sebuah warung kecil tapi di dalamnya menjual berbagai makanan komplit sesuai selera penghuni komplek tersebut.
Angga mengalihkan pembicaraan sebelum Alexa menyadari perasaannya.
Meski hanya sebuah gumaman kecil, rasanya telinga Alexa masih cukup normal mendengar ucapan Angga tadi.
'Cantik katanya? Rasanya baru kali ini Angga bersikap sentimentil seperti itu. Ada yang aneh dengannya pagi ini,' batin Alexa.
Tanpa melanjutkan pikiran janggalnya, Alexa mengikuti Angga yang sudah keluar kamar terlebih dahulu. Dia mengekor di belakang Angga menuju dapur.
Bola mata Alexa lagi-lagi membulat besar. Sekali lagi ia dikejutkan dengan pemandangan di depan matanya. Sebuah pemandangan yang tak kalah mengejutkan bagi Alexa melihat isi dari istana --yang disebut kosan oleh Angga-- itu yakni sebuah ruangan dapur dengan perlengkapan dapur yang komplit nan canggih. Semua elektronik yang dibutuhkan untuk keperluan memasak tersedia lengkap di sana. Sungguh surga bagi para pecinta masak.
Alexa mendaratkan bokongnya di kursi makan. Seperangkat meja makan plus kursi antik terletak di depan kichen set berwarna hitam berpadu padan dengan abu. Sungguh klasik!
"Ada apa? Kamu gak suka dengan menu sarapan yang kubeli ini?" tanya Angga.
"Ah, bukan. Aku hanya sedang mengagumi kosanmu ini," ujar Alexa sambil mengacungkan dua jarinya layaknya telinga kelinci saat menyebutkan kata kosan, sebagai penanda sindiran pada Angga.
"Kagum? Kamu kagum dengan kosanku?" tanya Angga sambil memeragakan tangan seperti yang Alexa lakukan tadi saat menyebutkan kosan, sebagai sindiran balik.
Alexa mengangguk cepat, "iya, aku kagum dan suka sekali," jawab Alexa polos.
"Suka? Kamu suka dengan dapurku?"
"Yah … bukan hanya dapurmu. Aku suka semua bagian dari rumahmu. Sepertinya sangat nyaman sekali tinggal di sini," ujar Alexa tidak kalah polos dari sebelumnya.
"Oh ... ku kira kamu kagum dan suka padaku," celetuk Angga sambil menyendokkan sesuap kuah dari mangkuknya tanpa melihat wajah Alexa.
Sontak Alexa menoleh ke arah laki-laki tampan berkaos putih itu. Dari yang awalnya dia menoleh ke sana kemari menyapu detil dari dapur Angga akhirnya spontan menoleh ke sampingnya.
"Apa sih kamu?" Alexa menyenggol pelan bahu Angga.
"Kamu ya, pagi-pagi becandanya bikin merinding, tau gak?!" sambung Alexa.
Alexa menganggap ucapan Angga hanya becandaan semata. Dia kemudian tidak menghiraukan lagi candaan itu. Ia malah melanjutkan dengan fokus memakan sarapannya.
"Aku serius, Lex!"
Alexa menoleh lagi. Kali ini matanya langsung disambut oleh netra coklat terang milik Angga.
"Astaga Ga ... kamu ini kenapa? Dari tadi pagi kamu aneh sekali," sahut Alexa masih belum mengerti sikap Angga.
"Aku suka sama kamu. Bukan perasaan suka biasa ... ini bahkan terlampau cinta sama kamu, Lex."
Alexa terpaku. Seperti sebuah dentuman bom yang meledak dadakan. Tidak! Alexa tidak siap mendengar ungkapan perasaan roman picisan dari orang yang ia anggap sebagai sahabat sejati. Tapi, kalimat itu sudah terlanjur terluncur dari mulut Angga. Lalu apa? Apa yang akan Alexa lakukan?
"Angga ... kamu lagi becanda 'kan? Kalau itu sebuah candaan. Sungguh itu gak lucu sama sekali!" tukas Alexa.
Bukan sebuah ucapan yang didapat dari pertanyaan Alexa. Angga malah menarik tangan Alexa. Sontak tubuh Alexa terhuyung ke arah Angga. Dan, cup! Sebuah sentuhan kilat tidak terduga oleh bibir Angga di bibir Alexa.
"Kamu sinting, Angga!" seru Alexa sambil mendorong tubuh Angga.
Buru-buru Alexa menjauh dari Angga. Alexa berlari dan masuk ke dalam kamarnya. Suara "blam!" bahkan terdengar saat Alexa menutup pintu kamarnya.
"Sial!"
Angga mengacak rambut legamnya kasar. Dia memukul meja makan kesal.
"Kamu bodoh Angga!"
Angga merutuki kebodohannya yang tidak bisa menahan lebih lama lagi perasaan cintanya pada Alexa dalam hati.
Sungguh cinta tak berbalas itu bagai sebilah pisau yang terus mengikis kewarasan bagi yang merasakannya, terlebih lagi saat sang pujaan mengetahui perasaannya. Dan inilah awal dari penyiksaan bagi Angga.