Bastian menuju pintu keluar bandara, di sana mang Dudung sopir pribadinya sudah menunggu. Memang sudah janjian sebelum berangkat, Bastian memintanya untuk menjemputnya bila pulang nanti.
"Selamat malam, Agan !" sapanya ketika melihat tuan mudanya datang, sambil mengambil tas koper dari tangannya.
"Malam mang !" jawabnya tersenyum dan kemudian berjalan menuju mobil BMW yang terparkir di depan. Mang Dudung berkemeja safari hitam termasuk celananya, lelaki berusia 40 tahunnan itu memasukan dua tas koper dan beberapa tas lainnya ke bagasi mobil, setelah itu membuka pintu depan untuk tuan mudanya. Mang Dudung sudah 10 tahun bekerja sebagai sopir di rumah keluarga Bastian dan 4 tahun bersama tuan mudanya semenjak menjadi direktur perusahaan mamanya
Dia tahu semua rahasia tuan mudanya. Mang Dudung sendiri seorang duda baru tiga tahun ini berpisah dengan istri keduanya. Katanya sih selingkuh karena jarang di tengok ya, sudah akhirnya bercerai. Sedangkan dengan mantan istri pertamanya yang sudah bercerai 4 tahun lalu justru hubungan keduanya tetap baik karena mempunyai anak 2 orang sedangkan dari yang kedua tidak.
Bastian duduk di depan, di samping mang Dudung yang bertubuh tegap, berkumis tipis.
"Jakarta tak berubah ya? panas !" keluhnya. Padahal AC mobil menyala cukup dingin, tadi pas keluar dari pesawat hawa panas menyergap dirinya. Aroma khas dari tanah air yang di cintainya. Padahal baru 2 minggu lebih di tinggalkannya.
"Yah, beginilah gan !" jawab Mang Dudung tersenyum, sambil mengatur AC mobilnya kembali. Bastian pun membalas tersenyum juga, ponselnya tiba-tiba berdering dan itu dari mamanya.
"Hallo mah? iya baru saja sampai ...! iya, mah besok ke rumah! Bastian ingin istirahat dulu di apartemen! iya mah, bye !" Bastian menutup ponselnya dan menyandarkan tubuh di kursi mobil yang empuk, setelah tadi perjalanan panjang. Untungnya di kelas utama jadi dia bisa berbaring dan tidur.
"Dari nyonya gan ?" tanya sopir yang sudah melaju di jalan tol. Bastian hanya mengangguk.
"Bagaimana di Amerika gan? pasti menyenangkan liburan di luar negeri !" Mang Dudung melirik ke arah tuan mudanya yang memang tampan mempunyai garis wajah indo campuran, seperti pemain sinetron. Pasti banyak perempuan yang tertarik, sayang ... dia tahu agannya tidak tertarik kepada perempuan.
"Yah begitulah mang! banyak bule !" jawab Bastian tersenyum menggoda.
"Ah, dasar agan! ya, tentu saja banyak bulenya atuh !" Mang Dudung tertawa, begitu pun Bastian yang sudah santai, walau di jalanan cukup macet.
Begitulah mereka berdua mengobrol kesana kemari, sampai akhinya tiba di apartemen. Bastian dan Mang Dudung turun dan masuk ke dalam mengantar sambil membawa koper, setelah itu pamitan. Bastian memutuskan mandi dan istirahat karena jet lag setelah cukup lama di pesawat.
Keesokan harinya dia bangun agak siangan, ponselnya memberikan notifikasi beberapa pesan dari asisten pribadinya yang juga sudah tahu dia sudah pulang. Bastian sempat membalasnya, lusa dia akan baru masuk kantor lagi. Dia menuju kamar mandi dan setelah itu sarapan.
Bastian mendapat pesan dari beberapa temannya, sekaligus undangan arisan. Yap Bastian di ajak temannya mengkuti salah satu arisan sosialita, itu pun agak terpaksa dan malas. Karena arisan kan indentik dengan ibu-ibu. Temannya bernama Safira adalah dulu sahabatnya di SMU, yang kini terjun ke dunia model. d
Dan dulu sempat ikutan perhelatan ratu kecantikan dan berhasil menjadi juara se Indonesia. Setelah itu di ikutkan untuk ajang Internasional dan hasilnya juara ketiga.
Kini dia sudah menikah dengan seorang pengusaha, dan menjadi ibu rumah tangga serta pembawa acara di beberapa televisi. Pertemuannya dengan Bastian 3 bulan setelah dia menjadi pimpinan perusahaan, yaitu di sebuah pesta. Safira dulu gadis tomboy sekarang sudah menjelma menjadi gadis cantik dan anggun.
"Bastian? astaga sudah lama tidak bertemu !" serunya ketika itu, mereka pun cium pipi kiri dan kanan.
"Waw, Safira? kamu sekarang sudah berubah! lebih cantik dan anggun !" puji Bastian.
"Ah, lo bisa aja! dari dulu gue itu udah cantik kali !" jawabnya tertawa. Begitu pun Bastian, keduanya melepas kangen setelah lama tak bertemu.
Begitulah obrolan pun berlanjut, saling tukar nomor ponsel dan menjadi akrab serta dekat seperti dulu. Safira pun akhirnya menawarkan Bastian untuk ikut arisan yang diikutinya. Safira pun bukan orang sembarangan, ayahnya seorang mantan pejabat di sebuah bank pemerintahan, dan menduduki posisi direktur. Setelah pensiun malah menjadi komisaris di sebuah bank swasta sampai sekarang.
"Enggah ah !" tolak Bastian ketika pertama kalinya ajakan Safira.
"Ada kok cowoknya tapi ya, engga banyak sih !" Safira seperti mengerti kenapa dia menolak, maka dia pun menjelaskan kelompok arisan yang diikutinya yang bukan sembarangan.
"Yakin deh bukan abal-abal !" katanya sambil tertawa. Bastian hanya pun tertawa sambil menggeleng kepala. Walau namanya arisan itu sebenarnya hanya sekedar hiburan tak lebih karena mereka punya yayasan sosial juga, katanya. Akhirnya Bastian setuju, dan ternyata hal itu cukup menyenangkan juga. Memang sih ada cowoknya juga tapi yah, gitu deh. Sama seperti dirinya tapi mereka lebih feminim.
Para sosialita ini umumnya punya usaha 'sampingan' selain sebagai istri pejabat atau pengusaha. Mereka bisa jadi menjadi pengusaha juga, dari restoran, spa dan lain-lain. Atau lebih menyebutnya sebagai wanita karier untuk menyingkirkan rasa bosan di rumah. Mereka bertemu 3 bulan sekali dengan pertemuan bergilir, biasanya yang menang waktu lalu maka harus mengadakan pesta. Lumayan dari arisan ini Bastian bisa mendapat uang, emas dan tas branded.
Bulan ini kebetulan Safira menjadi tuan rumah, dia menghubungi Bastian untuk meminjam klub di hotelnya untuk acara arisan, tentu saja sekalian harga nego supaya murah. Bastian hanya tertawa tapi tak keberatan dan meminta Safira menghubungi sekretaris pribadinya untuk itu.
"Sorry Ra, sore ini gue mau ketemu nyokap dulu! biasalah !" ujar Bastian, ketika Safira ingin bertemu.
"Oh begitu, oke deh !" jawab Safira, yang sudah tahu siapa Bastian. Dia mengetahui Bastian adalah seorang gay, walau pemuda itu belum come out kepada dirinya. Tapi sejak dahulu ketika SMU Safira sudah menduga hal itu. Hubungan keduanya dekat dan akrab. Bersama teman-teman lainnya.
-------‐---------------
Bastian sudah berpakaian rapi, dengan kemejanya. Dia menatap wajahnya di cermin kamar, semua sudah sempurna. Walau ini hanya makan malam biasa, tapi tamunya tidak sembarangan. Karena biasanya nyokap selalu mengundang beberapa teman dekatnya. Termasuk pacar adiknya Amira. Bastian mendapat kabar bila nyokapnya sedang dekat dengan seseorang. Bagi Bastian tak mempermasalah hal itu, asal mamanya merasa bahagia dan cocok kenapa engga.
Apalagi lelaki itu bukan sosok asing tapi sudah dikenalnya sejak lama. Namanya Suhendro teman bisnis mamanya dan seorang duda. Punya dua orang anak satu sudah menikah cewek dan satu cowok belum, usianya dua tahun di bawahnya yaitu 24 tahun. Hubungan mereka tak lama lagi akan berlanjut ke jenjang pernikahan.
Mang Dudung sudah menunggu di bawah, dan dia bergegas ke bawah dan mereka pun pergi kemudian pergi.
"Mang yang datang siapa aja ?" tanya Bastian, sambil menatap ke jendela mobil dia terlihat melamun. Sudah dua kali mamanya memperkenalkan dirinya dengan dua perempuan berbeda. Bastian tahu mereka teman dekat mamanya, tapi dia merasa nyokapnya sedang berusaha menjodohkan dengan memperkenalkan dirinya dengan para gadis ini. Dia menghela nafas. Mang Dudung mengerti apa yang di pikirkan tuan mudanya.
"Kalau mamang lihat sih, hanya keluarga dari tuan Suhendro! kan agan tahu sebentar lagi mau merried ?" jawab mang Dudung untuk menenangkan sebentar kegalauan tuan mudanya.
"Oh begitu !" ucapnya sambil kembali menghela nafas cukup lega. Bukan masalah sebenarnya, nyokapnya memperkenalkan beberapa perempuan, dia tahu semua di serahkan kepadanya soal pasangan, hanya saja ... dia berbeda. Lain soal kalau dalam dirinya seperti lelaki pada umumnya.
Bersambung ....