The Death Globe
Setelah menyantap makanan aku di ajak ke ruangan dimitri. Ruangan nya berada di samping kamar ku hanya saja pintu dia berwarna hitam dengan dua permata merah di pintu nya. Saat ku masuk bukanlah sinar yang ku dapat namun kegelapan, yang menyinari hanya lampu meja kecil yang sedang dia gunakan.
Namun tak lama gerard menyalakan lampu nya lalu berbicara pada ku "maaf kami para demon tidak terlalu senang dengan cahaya" aku berbalik menatap dimitri, dimitri menaruh pena di atas kertas lalu menatap ku "kamu adalah sesuatu yang dapat aku harap kan, kamu adalah sesuatu yang kami harap kan, dan kau satu-satunya harapan dunia" aku menunjuk diriku seketika menanya kan 'aku?' dimitri mengangguk.
Kami tidak bisa membentuk harapan karena kami tak suci, bahkan malaikat sekali pun. Ada pohon yang hanya menerima permohonan dari dia yang suci, kami sudah mencoba semua nya namun tidak berhasil. Kamu satu-satunya harapan kami, karena kamu bukan kami, bukan mereka, bukan apa-apa di dunia ini. Aku menatap mata dimitri dalam "Apa yang kamu harap kan?" dimitri menatap ku dengan mata yang tajam "pengampunan untuk dapat mengembalikan semua seperti semula, karena jika mereka sampai berhasil mengambil pohon harapan itu, maka ekosistem didunia ini akan hancur. Bahkan tak ada lagi kehidupan bagi kami makhluk fantasy"
"mereka siapa?" dimitri sempat mengalihkan matanya dari ku sesaat "besok akan ku beri tahu, namun saat ini pasti mereka akan mengincar mu dan kami akan melindungi mu tenang saja" dimitri kembali mengambil pena dan fokus pada kertasnya, gerard mulai menuntun ku untuk keluar lalu mematikan kembali lampu nya. Gerard berjalan di samping ku "saat ini yang akan ku beritahu adalah dia isandaro, raja dari kota demon cross, dia menginginkan kehancuran.
Aku memasuki kamar ku setelah itu ku tutup tirai jendela namun aku melihat sepasang mata menatap ku dengan tajam. Tiba-tiba ada tangan yang memecahkan jendela, aku terperanjat dan perlahan mundur. Dia masuk dan berjalan perlahan ke arah ku, dengan terbata-bata aku berkata "isan..isandaro" dia menyeringai ke arah ku "kamu sudah tahu aku?ah senang nya" dia memegang dan menarik pergelangan tangan kanan ku, aku menahan dengan memegang kaki kasur dan berteriak "TOLONG.. DIMITRI!GERARD!"
Tak lama pintu terbuka dengan dua sosok dimitri dan gerard, dimitri melesat dengan cepat mencekik isandaro dan menghipit nya ke tembok. Gerard mencoba melindungi ku dan berkata dengan pelan "untung aku berkata padanya untuk membatalkan rencana mendekor kamar ini menjadi kedap suara". Aku menatap dimitri yang terlihat marah "τολμήστε να το αγγίξετε τότε είστε έτοιμοι να φύγετε από αυτόν τον κόσμο (berani menyentuhnya maka kamu siap meninggalkan dunia ini)" isandaro menyeringai kepada dimitri "σΣας αρέσει αυτή η γυναίκα;(kamu menyukai wanita itu?)"
"θα υποφέρετε όλες τις συνέπειες (Anda akan menanggung semua konsekuensinya)" setelah itu aku melihat dimitri menancap kan besi kecil kepada isandaro, isandaro langsung berusaha melepaskan diri dan pergi dengan wajah yang sudah setengah melepuh. Dimitri berjalan ke arah ku "kau baik-baik saja?" aku mengangguk, namun aku melihat tangan dimitri juga melepuh "tangan mu.." dimitri menatap tangannya dan tersenyum ke arah ku "tidak apa-apa, gerard tolong obati pergelangannya dan beri kamar baru" setelah itu dia berjalan pergi.
Saat dimitri sudah keluar kamar, gerard menatap ku. Aku yang masih terbayang senyuman dimitri membuat pipi ku merona "hati ku" gerard menatap ku bingung "hati mu?" aku mengangguk "dia jika tersenyum tampan nya naik menjadi 1000%" gerard mendekatkan wajah nya "tapi jika dia sudah marah seram nya menjadi 20000% belum termasuk cicilan"
"kamu pikir raja mu barang?" gerard menggeleng "bukan barang jika barang dia tidak akan laku" aku melihat kemunculan dimitri dari belakang, gerard yang tidakk menyadari tetap fokus pada pergelangan tangan ku yang memerah "kenapa tidak laku?" gerard yang tidak menyadari bahwa itu bukanlah suara ku menjawab dengan enteng "karena saat dia menjadi raja saja tidak ada ningrat-ningrat yang mau mencoba mendekatinya dan malah mendekatiku"
Saat ini posisi dimitri sudah berada di belakang tubuhnya dia menunduk dan berkata di dekat telinga gerard"benarkah?berapa banyak yang mencoba mendekat?" gerard terperanjat dan seketika membeku saat melihat dimitri, dimitri menatap ku dan tersenyum "bisakah anda keluar dulu sebentar?" dimitri menggendong ku dan menaruh ku di luar lalu menutup pintu.
Setelah itu aku mendengar suara ramai dari dalam kamar, tak lama aku di kejutkan dengan kehadiran 2 laki-laki "sedang apa?" ucap salah satu laki-laki berambut ikal berwarna coklat muda "sedang menunggu gerard" lalu laki-laki dengan rambut ikal berwarna coklat tua mendekati pintu, saat dia akan membuka pintu kami semua dikagetkan dengan suara yang menghantam pintu.
Laku-laki ikal berwarna coklat tua langsung membalikkan badan dan tersenyum kearah ku "kita belum berkenalan, nama ku Hilaire dan dia Hilmaz" laki-laki ikal berambut coklat muda menarik ku ke dekat dinding depan pintu dan duduk disana "kami sepupu dari dimitri" aku duduk di sebelah hilmaz "Mirabelle dan Madeleine?" hilaire mendekat dan duduk di sebalah kanan ku "mereka adik kami"
Tak lama pintu terbuka dengan menampilkan sosok dimitri "sedang apa kalian?" hilaire dan hilmaz menjawab serempak "menunggu kalian beres berantem" lalu di lanjutkan dengan ku "menunggu gerard" setelah aku berkata seperti itu, muncul sosok gerard dengan leher merah. Dia melihat ku dan tersenyum "mari permaisuri waktunya istirahat" sebelum aku dan gerard pergi hilaire dan hilmaz memberi peringatan kepada ku "jangan menyentuh leher gerard, kau boleh menyentuh nya saat warna lehernya sudah normal kembali" lalu gerard menarik ku pergi.
Selama perjalanan menuju kamar gerard tampak tersenyum dan tenang "gerard leher mu merah" gerard menutup mata dan menghembuskan napas nya "tidak apa-apa, ini api" aku menatap nya dengan wajah bingung "api?" gerard mengangguk "ini api, harusnya saat ini sudah keluar namun karena aku sedang tidak berada dalam perang terpaksa aku menahannya" gerard menatap ku dengan senyuman "ini bisa dipakai untuk menggoreng telur, kau ingin menyentuhnya?" ucapnya santai sambil menunjuk lehernya yang masih memerah, aku menggeleng dengan cepat.
Tak lama kami sampai di depan pintu berwarna hitam, gerard membuka pintunya dan terlihat jendela berwarna hitam dengan ukiran sayap di atasnya, dengan warna ruangan berwarna gelap, aku berjalan ke arah kasur yang besar berwarna hitam dengan ukiran sayap di headboard "ini kamar dimitri" ucap gerard tiba-tiba.
"kamar dimitri?" gerard megangguk "tunggula di sini sebentar aku akan mengambil obat untuk pergelangan tangan mu" lalu dia menutup pintunya, di ruangan ini hanya di sinari oleh sinar rembulan yang berwarna merah. Aku duduk di atas kasur dan menatap pergelangan tangan ku yang memerah,mengelusnya dengan pelan lalu menarik napas pelan.
"kenapa menarik napas?" tiba-tiba dimitri sudah berada di depan pintu, dia berjalan lalu berlutut di depan ku, mengambil pergelangan ku dan menaruh krim "kamu lelah?" aku menggeleng pelan "hanya bingung,aku masih bertanya-tanya tentang semuanya" dimitri mengusap pelan "besok akan aku ceritakan apa yang terjadi" aku mengangguk pelan "gerard mana?bukanya dia yang mengambil obat?"
Dimitri menatap ku lalu menyeringai "dia sedang dalam hukuman" lalu dia berdiri dan pergi tapi sebelum dia menutup pintu dia berbalik dan tersenyum "selamat malam" aku masih menatap pintu kamar, aku tidak tahu harus bagaimana. Aku memiliki janji untuk kencan buta besok, namun sekarang aku berada di dunia fantasy.
Apakah ibu mencari ku? Bagaimana dengan janji ku besok? Apakah ini ada hubungannya dengan buku itu? Atau dengan nenek itu?apakah kedua itu saling berhubungan? "ah aku ingat,harapan terbesar adalah dapat merasakan suasana yang dirindukan, harapan untuk putih, putih untuk air mata, jangan lupakan perarturan, buat hari akhir sesuai keinginan hati mu"
Keinginan hati ku? Berarti akhir dunia fantasy bergantung pada ku? Kembali normal atau hancur berada di tangan ku? Aku menatap tangan ku "aku habis memegang apa sampai akhir dunia berada di tangan ku?"
"buku!buku itu! AAAA buku sialan! buku tua sialan, kehancuran dunia jadi berada di tangan ku" aku meremas kepala ku dengan penuh kekesalan "tunggu, tak hanya buku itu tapi nenek itu juga" aku meninju bantal untuk melampiaskan amarah ku, setelah sudah beberapa kali pukulan ku layang kan pada bantal yang tidak bersalah, aku duduk diam merapih kan rambut ku dan gaun tidur ku. Aku mencoba tidur dengan bersama hati ku yang penuh dengan amarah.