Chereads / Our Book: The Death Globe / Chapter 6 - Bab VI : Rindu Rumah

Chapter 6 - Bab VI : Rindu Rumah

Aku berbaring di atas Kasur, memandang langit kamar "hmm,kenapa dia bisa mengganggu aku?" aku memiringkan badan ku "aku berharga, dia butuh aku,jadi gak mungkin dia nyakitin aku,jadi aku lebih kuat dari dia" aku menarik napas dalam "gak ada guling apa di sini" aku mengangkat kepala untuk mengambil bantal dan aku jadi kan guling "kangen guling ya tuhaaan" dan aku mulai tertidur. Aku terbangun di kamar aku sendiri "KAMAR AKU YANG PALING AKU SAYANG!" teriak ku antusias. Aku membuka kamar dan turun untuk ke meja makan, dari meja makan aku bisa melihat ibu ku sedang menyiapkan makanan di dapur "rinduu nya" ucap gue sambil teresenyum.

Gue duduk menunggu ibu mensajikan makanan di depan ku,saat makanan tiba ibu berkata "makan lah,habis itu pergilah kuliah" aku menatap ibu dalam 'kuliah?aku kan tidak kuliah'. Aku coba menanyakan pertanyaan jebakan "ibu,tidak ada pria yang mau dengan ku" aku dapat melihat ibu tersenyum "tidak apa-apa,kuliah saja dulu" aku tersenyum kikuk 'tunggu,itu adalah jawaban yang selalu aku ingin kan,hmm mencurigakan' saat sedang makan aku bertanya "ibu,aku ingin operasi menghilangkan tanda lahir di lengan kanan ku" kemudian dia mengangguk "tentu kau boleh" gue langsung bangkit dan tersenyum lebar "aha!kamu ketahuan!kamu bukan lah ibu ku,ibu ku tahu jika aku tidak memiliki tanda lahir,ibu ku akan membuat ku memiliki seorang pria dan tidak menyuruh ku kuliah. Kau menjawab pertanyaan yang selalu aku ingin kan,dasar penipu!"

Kemudia dia menaruh garpu dan sendok di atas meja makan kemudian menatap ku sambil yang sedang berdiri "jadi aku ketahuan yaa?isandaro kita ketahuan,keluarlah" isandaro muncul dari atas, dia menuruni tangga sambil tersenyum licik "yaa padahal jika kamu suka, kamu bisa berada di dunia yang kau ingin kan ini"aku mendelik ke arah nya "maaf tidak tertarik,saya tidak suka yang bukan original" dia tertawa dengan kencang "kau sangat membuat ku terhibur "dih saya tidak sedang melucu tuan" dia dalam sekejap sudah berada di depan ku "kau tidak takut lagi?kau sudah terbiasa dengan ini?" saat aku akan menjawab tiba-tiba ada sepasang tangan yang menarik ku menjauh dari isandaro.

Aku terbangun dengan dimitri yang menatap ku,dia tampak khawatir "kau tidak apa-apa?" aku memandangnya kaget,kemudian mendorong nya sedikit "mmm gak apa-apa,ada apa?" Dimitri mengehembuskan napas sambil menyeka rambut nya "kau tadi tertidur sambil mencekram jari mu, tubuh mu tegang,kamu bermimpi apa?" aku duduk dan merasa tidak yakin apakah aku harus menceritakannya. Aku memainkan jari ku "j-jadi.."aku tak mungkin bercerita tentang jawaban yang selalu aku dambakan dari mulut ibu kan. Aku berpikir sampai suara dimitri mengintrupsi ku "jadi.." aku memandang dimitri "isandaro, iya isandaro muncul lagi,mm membuat dunia yang di inginkan di mimpi"dimitri menunjuk ku "tapi kamu menolak nya kan?" aku mengangguk cepat.

Dimitri mengangguk paham,kemudian dia maju,wajahnya semakin mendekat aku menutup mata takut, jantung berdegup kencang dan berpikir 'aku tak mungkin di cium kan?' namun aku merasakan sesuatu yang lain, aku membuka mata dan melihat ke arah leher ku "kalung itu akan menjaga mu,peri dan malaikat telah memberikan serbuk dan doa,dan juga itu terbuat dari perak "tapi kau tidak terbakar?" dimitri tertawa "aku memakai sarung tangan" ucap nya sambil menunjuk kan tangan nya yang memakai sarung tangan hitam. Aku memandang kalung nya "apakah ini benar-benar akan menjaga meskipun aku tertidur?" dimitri mengangguk "setelah kejadian kau bertemu isandaro aku menjadi takut akan terjadi sesuatu terhadap mu, dan aku terlambat karena kejadian yang aku takut kan terjadi kemarin" dimitri menunduk "maaf" aku memegang lengan nya "tidak apa" ucap ku sambil tersenyum.

Dimitri menyuruh ku beristirahat saat dia keluar dari kamar ku, aku langsung menyentuh dada ku "aku tak mudah mencintai, lalu perasaan apa ini?"

Aku menutup wajah ku dengan bantal "aku ini kenapa?" aku telentang kan tubuh ku di atas Kasur menatap langit, tangan kanan ku memegang kalung yang diberikan oleh dimitri "pohon putih, suci, aku suci?" aku menggeleng "aku kotor, aku tak pernah mendengar ibu ku" aku meringkuk dan memeluk diriku sendiri "ibu aku rindu" aku teringat masa kecil dimana aku bersembunyi di bawah meja makan dan mendengar pertengakaran ayah dan ibu. Aku teringat dimana aku di gendong oleh ayah pergi keluar rumah. Aku ingat saat ibu datang menjemput ku, dan membawa ku kembali ke rumah. Aku ingat saat aku tertawa bebas dan menjadi kuat saat bersama ayah. Aku ingat saat tersenyum dan menjadi wanita elegan yang dapat mengawasi karakter seseorang saat bersama ibu.

Rasa bahagia dan putus asa yang datang bersamaan, hidup itu lucu dia datang mempermainkan dan setelah hancur dia pergi meninggalkan keputus asaan. Bahkan waktu ikut serta dalam keputus asaan dan tak pernah memberikan suatu harapan. Dan mereka akan pergi setelah tahu bahwa kita jatuh, kejam? Memang, hidup itu kejam.

Aku kembali menatap langit kamar "kenapa aku yang masuk ke dalam sini? Aku bahkan tidak bisa menjadi kuat" aku memejam kan mata dan kembali bermimpi ibu ku dan rumah ku, ini bukan ulah isandaro karena ini adalah mimpi saat aku masih kecil. Di mana aku berlari-lari di taman, tertawa dengan lebar. Ayah menggendong ku dan menaruh ku di bangku taman, aku dapat melihat ibu yang sedang tersenyum sambil membawakan ku es krim. Tetapi semua itu hilang di saat ibu lebih memilih untuk mencintai orang lain dan meninggalkan ayah, dan ayah lebih memilih kembali pada tuhan. Semakin besar aku semakin paham bahwa bahagia tak mudah untuk di dapat.

Tanpa aku sadari aku menangis dalam tidur ku namun aku dapat merasakan sebuah tangan yang hangat mengusap pipi ku yang sudah terbasahi air mata. Dan saat tangan itu terlepas dari pipi ku ada sebuah suara terdengar "bermimpi lah yang indah" secara tiba-tiba aku bermimpi suatu hal yang indah, mimpi yang tak bisa aku gapai, yaitu lulus kuliah, mendapatkan pekerjaan, menikah, memiliki anak dan berpegang tangan bersama pasangan ku sampai akhir hidup ku tiba.

Mengapa dunia tidak bisa seperti mimpi? Pertanyaan yang pernah kupikirkan, sampai aku sadar bahwa dunia itu baik. Dunia lebih baik daari mimpi, meskipun dunia begitu menyakitkan di setiap detiknya namun dunia memberikan kita suatu hal yang jujur. Dia memberikan kita pelajaran yang berharga meskipun harus menyakiti kita sampai menemui keputus asaan terlebih dahulu. Sedangkan mimpi, dia memberikan kita rasa bahagia sampai kita lupa bahwa sang keputus asaan itu ada. Bahwa rasa sedih, kecewa, sakit, dan hilang nya harapan itu nyata. Jadi apakah jujur meskipun menyakitkan yang diberikan dunia itu lebih baik dari mimpi yang memberikan bahagia tapi itu sebuah kebohongan? Atau sebalik nya?