Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Cindy Bukan Cinderella

🇮🇩Xerin_16
229
Completed
--
NOT RATINGS
54.6k
Views
Synopsis
Kata orang, “Sepatu yang bagus akan membersamaimu ke tempat yang indah”. Bagaimana dengan sepasang sendal jepit pemberian sang mantan? Ini kisah seorang gadis bernama Cindy, orang-orang menyebutnya Cinderella jaman now. Bagaimana tidak, Cindy memiliki Ibu dan dua saudari tiri seperti yang dikisahkan dalam dongeng. Sejujurnya Cindy ingin sekali berteriak, “Aku Cindy dan bukan Cinderella!” Bagai hidup di negeri dongeng, rupanya Cindy juga memiliki rahasia kecil tentang kemampuannya berbicara dengan hewan dan seorang peri yang ceroboh. Alih-alih membantunya, peri itu malah seringkali menyusahkannya. Mampukah Cindy melewati lika-liku kehidupannya? Mampukah Cindy bertemu dengan pangeran impiannya? Bagai sepasang sepatu yang menemukan rak untuk berteduh, Cindy juga membutuhkan hati tempatnya berlabuh.
VIEW MORE

Chapter 1 - Kesalahan atau Kejahatan

Kerajaan Floe adalah negeri para peri yang damai. Mereka tinggal berdampingan dengan manusia. Ukuran peri yang sangat kecil sulit untuk dilihat sang manusia. Di bawah kepemimpinan Ratu Lili, para peri itu mengerjakan bagiannya masing-masing dengan baik. Setiap peri memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan demi keberlangsung hidup dan kesejahteraan mereka bersama. Hingga suatu saat, seorang peri melakukan sebuah kesalahan.

Peri kecil itu bernama Ella. Karena kecerobohannya, bubuk pixie yang harusnya bisa dipanen bulan ini harus tertunda. Para peri menggunakan bubuk pixie untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari bahkan untuk terbang.

Dalam sebuah bunga yang indah, peri bernama Ella itu sedang takut dan resah. Sebuah hukuman jelas akan ia terima setelah apa yang ia lakukan walaupun kesalahan itu sama sekali tidak disengaja. Ya, tentu peri manis itu tidak ingin terlibat dalam sebuah kejahatan.

Tuk tuk tuk, kelopak bunga yang menjadi pintu bagi rumah peri itu berbunyi. Ella terdiam sesaat sebelum memberanikan diri untuk membuka bunga tempat tinggalnya.

"Peri Ella, sesuai aturan Kerajaan Floe, Anda diwajibkan menemui sang Ratu untuk menerima hukuman atas kejahatan Anda," terang salah satu dari prajurit kerajaan. Prajurit itu berbaju hijau, sesuai dengan warna daun muda. Matanya yang berwarna merah dan bercahaya sedikit menegaskan perawakannya yang menyeramkan.

Ella tertunduk dan pilu. Ia tidak menyangka waktu hukuman itu segera datang. Membayangkan hukuman apa yang akan ia terima sudah cukup membuatnya takut.

"A ... aku, ah baik, aku akan segera menghadap sang Ra ... Ratu," balasnya terbata-bata.

Tangganya diikat seperti pelaku kriminal lainnya. Dengan malu, Ella berjalan bersama para prajurit yang menjemputnya. Peri-peri di sana melihatnya dengan tatapan sinis. Beberapa juga mengutuki perbuatannya. Kehilangan bubuk pixie dalam jumlah yang besar jelas memengaruhi kerja dan kehidupan para peri.

Ella lalu dibawa dan dimasukkan ke dalam sel khusus untuk peri wanita. Ia akan tinggal di sana hingga fajar merekah dan mendengar hukumannya. Saat itu sudah malam, tidak baik bagi Kerajaan Floe menjatuhkan hukuman pada tahanan. Itu adalah tradisi turun temurun dan masih sangat kental.

Ia melihat ke sekitarnya, hampir seluruh sel itu kosong. Hanya sel miliknya dan seorang peri lagi di sudut sana. Ella hanya menyesali perbuatannya.

"Aku harap, aku bisa memutar waktu kembali dan memperbaiki semuanya," ucapnya sambil terisak pelan.

"Hahaha, apa yang kau bicarakan? Memutar waktu kembali? Bahkan satu ton bubuk pixie pun tidak sanggup mengabulkan permintaanmu. Katakan padaku, kejahatan seperti apa yang kau lakukan? Mencuri makanan dari semut? Atau ... terlambat memekarkan bunga jam sembilan?" Pertanyaan demi pertanyaan muncul dari sel lain itu.

Ella sedikit risih dengan tuduhan yang dilontarkan. Dia juga terkejut, bisa-bisanya peri lain itu mendengar suaranya yang sangat kecil.

"Namaku Lala, aku di sini juga karena hukuman. Tapi sejujurnya aku tidak melakukan apa-apa. Aku juga tidak tahu keadilan macam apa ini? Cih, Ratu sialan!" umpatnya tanpa basa-basi.

"Kamu tidak boleh mengatakan Ratu seperti itu, hukumanmu bisa bertambah. Aku Ella, aku peri bunga malam."

"Waow, peri halus sepertimu melakukan kejahatan? Apa aku tidak salah? Ya sudahlah, semua yang berada di tempat ini adalah penjahat. Itu adalah pikiran semua orang, kan?" ucapnya dan juga terbentuk senyum sinis di wajahnya. Lala menambahkan lagi, "semua menghakimi kita bahkan belum tahu dengan pasti kejahatan apa yang kita lakukan dan apakah itu termasuk kejahatan atau kesalahan."

Ella hanya terdiam. Ia tidak bisa berkomentar banyak. Bagi para tahanan, alangkah lebih baik bila ia diam saja. Mulutmu, harimaumu. Begitulah yang sering terjadi di Kerajaan Floe. Karena salah ucap atau menanggapi tindak-tanduk kerajaan, para peri bisa dianggap melawan atau memprovikasi peri yang lain.

"Kenapa kau diam saja peri bunga malam?" tanyanya. "Ah iya, aku tahu, kau takut mengungkapkan perasaanmu. Ya seperti itulah kita hidup di Kerajaan ini, begitulah cara kerja pemerintahan sang Ratu. Aku benar, 'kan? Sudah tidak usah menjawab. Aku tahu kau hanya akan diam. Selamat datang di penjara ini, aku harap hukumanmu tidak lebih berat dari aku."

Suasana penjara daun itu kembali tenang, hanya suara tetesan air yang jatuh dari langit yang terdengar. Ella lalu mengambil selimut yang disediakan di sana. Ia membaringkan dirinya dan berusaha tidur. Ada pun keputusan besok, ia hanya bisa menerimanya dengan ikhlas asalkan tidak meninggalkan atau jauh dari Kerajaan Floe.

Sementara itu, di Istana Kerajaan Floe ....

"Yang Mulia, jadi hukuman apa yang pantas untuk peri bunga malam itu? Ia terlalu lemah untuk menjadi pekerja paksa."

"Diamlah! Aku sedang memikirkannya. Bubuk pixie adalah hal penting untuk keberlangsungan hidup kita. Dengan begini, akan banyak tanaman yang tidak bisa mekar pada waktunya, lalu ekosistem akan terbengkalai. Menurutmu, hukuman apa yang pantas baginya?" tanya Ratu balik.

Peri lain menutup mulutnya. Ia tahu suasana hati sang Ratu sedang tidak baik. Bagai pertanda buruk yang datang bila panen bubuk pixie gagal. Apalagi ini adalah kali pertama Ratu Lili untuk turun tangan langsung melihat proses pembentukan bubuk pixie.

"Mengapa di saat aku mengambil alih urusan bubuk itu semua terjadi? Apa-apaan ini? Apa ini cukup adil bagiku?!" teriaknya, "Aku sudah tahu hukuman seperti apa yang pantas untuk peri ceroboh itu. Seratus hari mungkin cukup baginya," ucapnya dan ditutup dengan sebuah senyum.

Ratu lalu berbisik pada seorang peri di sana. Ia menugaskannya untuk memata-matai sesuatu. Dengan titah Ratu Lili, ia segera meninggalkan Istana Bunga dan mulai mengintai.

Peri yang ditugaskan itu mulai dengan perjalanannya. Menyusup dari rumah ke rumah dan mencari manusia yang membutuhkan pertolongan. Ia lalu berhenti di sebuah rumah yang cukup besar. Di sana ada sebuah keluarga yang sangat bahagia. Keluarga yang lengkap dengan Ayah, Ibu, dan tiga putri yang sangat cantik. Entah mengapa sinyal dalam rumah ini begitu kuat. Apa ini adalah tandanya? Peri itu menjelajahi lagi sekitar rumah mencari-cari kalau saja bukan merekalah yang membutuhkan bantuan melainkan orang di sekitarnya.

"Meong," sapa kucing manis berbulu putih di sana.

"Oh hai kucing manis, apa kabar?"

"Meong," balasnya lagi.

Peri itu lalu menelusuri jalan lagi mencari-cari siapakah yang membutuhkan bantuan peri. Sampai ia mendengar sebuah pembicaraan jahat antara seorang Ibu dan anak-anaknya.

"Siapa yang menyuruhmu menyingkirkan tanaman itu dari ruang tamu?" tanya sang Ibu sedikit kesal.

"Ibu, itu sudah cukup. Pak tua itu akan segera hilang dari bumi ini. Sudah saatnya untuk menyingkirkan semua barang bukti."

"Bagaimana bila masih sebulan lagi? Itu terlalu lama. Aku sudah gerah melihatnya. Aku pikir ia akan segera meninggal setelah serangan jantung waktu itu, ternyata umurnya panjang."

"Sabarlah Ibu, tinggal sedikit lagi dan rencana kita berhasil."