Chereads / Cindy Bukan Cinderella / Chapter 4 - Perhiasan untuk Cindy

Chapter 4 - Perhiasan untuk Cindy

"Aku pulang!" teriak Cindy dengan ceria. Suaranya memenuhi seisi rumah. Ibu yang berada di dapur bersama Anti juga mendengarnya. Ibu tirinya tersenyum sinis, tentu dalam hatinya, ia ingin Cindy tidak pulang saja saat itu dan membuat pertengkaran kecil dengan sang ayah.

"Jangan keras-keras," tegur Sofi. "Ayah mungkin sedang beristirahat," tambahnya lagi sambil meletakkan jarinya di mulut Cindy memberi peringatan untuk diam.

Alih-alih mendengarkan Sofi, Cindy malah berkata, "oh iya, aku mau mengganggu Ayah kalau begitu." Cindy lalu berlarian menuju kamar Ayahnya sedangkan Sofi langsung menuju dapur dan menaruh barang belanjaannya.

"Dasar anak itu, kayak di hutan saja suka berteriak. Ya, ya, ya ... nikmatilah selama kamu masih bisa seceria ini," kata Ibu tirinya.

"Ibu! Pelankan suara Ibu, dia bisa mendengarnya nanti," balas Anti mengingatkan.

Mereka saling pandang. Ibunya lalu keluar dari dapur dan melihat ke atas sebentar. Lantai dua adalah tempat untuk kamar Cindy dan kedua kakaknya. Tentu saja dengan ruang terpisah.

"Cindy tidak ke kamarnya, ia ke kamar Ayah dan Ibu," papar Sofi. Mata Ibu lalu tertuju pada ruangan itu, tempat peristirahatannya bersama sang suami.

"Anak itu sangat tidak sopan masuk ke dalam kamar orang tuanya. Dia sudah dewasa dan belum mengerti hal-hal seperti ini," kesal sang Ibu. "Kalian berdua saja tidak pernah masuk ke kamar itu, iya, kan?"

Anti mengangguk setuju.

"Lihat ... memang hanya dia gadis aneh di rumah ini."

"Sudah Ibu, hal-hal seperti itu tidak usah dihiraukan. Ayo kita lanjutkan masaknya," ajak Sofi. Ia tidak suka memperbesar masalah yang tidak perlu. Lagi pula menurutnya, bukan hal yang salah bila seorang anak ingin main di ruang orang tuanya. Ia yakin ada hal penting yang akan di sampaikan Ayah pada putrinya itu.

Cindy mengetuk pintu kamar Ayahnya dan segera masuk ketika mendapat respons. Ia lalu mengambil kursi dan duduk di depan ayahnya. Cindy juga tak lupa memasang senyum termanisnya.

"Jadi, cerita apa yang kamu punya hari ini?"

"Hm ... aku kuliah seperti biasa. Lalu tidur siang, terus ... aku bersama Sofi ke Indomaret." Cindy menjawab dengan penuh percaya diri. Matanya langsung tertuju pada sebuah kotak yang berada di atas meja tepat di depan sang Ayah. "Ayah, itu apa?" tunjuknya.

"Peninggalan Ibumu," jawabnya. Ia lalu menyodorkannya pada Cindy dan berkata, "Ambillah, semua itu milikmu."

Cindy mengambil dan membukannya dengan pelan. Dalam kotak itu banyak perhiasan. Cincin, gelang, kalung dan lainnya. Cindy menjadi bingung dengan pemberian sang Ayah.

"Lalu mengapa hanya diberikan untukku Ayah? Aku akan membaginya juga Anti dan Sofi."

"Tidak! Jangan! Itu milikmu, uhuk uhuk uhuk," cegah sang Ayah.

Cindy yang mendengar suara batuk itu segera mengambil segelas air yang ada di sana. Untungnya, di samping tempat tidur Ibu dan Ayahnya selalu tersedia air di sana.

Cindy sempat melihat air itu sesaat, warnanya sedikit berbeda.

"Ini Ayah. Hm ... air ini sedikit berbeda. Warnanya nampak kebiru-biruan," ucapnya.

"Tidak mungkin, itu hanya firasatmu saja," balas sang Ayah sambil meminum air itu. "Pokoknya jangan berikan pada Anti dan Sofi, mengerti?" katanya lagi memperingatkan Cindy.

"Baiklah, kalau itu keinginan Ayah," balas Cindy menuruti perkataan Ayahnya.

***

Peri yang ditugaskan sang Ratu kembali pulang ke Kerajaan Floe. Sudah cukup baginya untuk menarik sebuah kesimpulan sementara.

Setelah tiba di kerajaan itu, sang peri menuju kastil utama dan memberi salam dan hormat bagi paduka Ratu Lili.

"Salam bagi Ratu," ucapnya dengan sopan.

"Jadi, bagaimana? Apa yang kau dapatkan selama pengintaianmu di rumah-rumah manusia?" tanya sang Ratu segera.

"Aku menerima sinyal pertolongan, namun masih kecil. Selama pengintaianku di rumah itu, ada seorang gadis yang nantinya akan membutuhkan pertolongan."

"Apa maksudmu nanti?"

"Untuk saat ini, kehidupannya baik-baik saja."

"Kalau dia masih baik-baik saja, berarti bukan dia orangnya. Gunakan pendengaranmu dengan baik dan tangkap sinyalnya dengan benar!" Sang Ratu sedikit emosi mendengar penjelasan dari peri itu yang terkesan bertele-tele.

"Ampun yang mulia, tapi hamba sangat yakin sinyal itu berhenti di rumah itu."

"Pergilah sekali lagi di sana besok, dan pastikan sekali lagi!"

"Bagaimana dengan rencana pembunuhan?"

"Apa?"

"Aku mendengar sebuah percakapan beberapa orang di sana. Mereka seperti sekumpulan orang jahat."

"Hm ... menarik, lanjutkan."

"Di keluarga itu, ada seorang ayah, ibu dan tiga putri. Seorang dari tiga putri itu adalah anak dari ayah tadi. Maksudku keluarga yang bersatu setelah meninggal ...."

Sang Ratu mengerutkan keningnya, ia belum mengerti dengan penjelasan peri itu. "Coba jelaskan sekali lagi, pelan-pelan saja. Aku tidak paham dengan 'bersatu setelah meninggal', apa maksudnya itu?"

Peri itu menarik napas panjang dan mulai menjelaskan dengan detail secara perlahan.

"Seperti itulah kehidupan mereka."

"Hm, oke. Aku mengerti. Kalau begitu aku sudah menemukan hukuman yang tepat untuk Ella. Sebuah hukuman yang tidak akan pernah ia lupakan. Kirimkan Ella untuk membantu keluarga itu selama seratus hari!"

"Baik," sahut para pengawal di sana. Mereka segera menuju penjara daun untuk menemui Ella.

Pintu utama masuk penjara itu terbuka. Decitan suara daun yang tergeser satu sama lain memilukan telinga peri. Ella menelan salivanya. Tidak pernah terpikir olehnya bila eksekusi itu akan segera tiba. Diusir dari Kerajaan Floe dan menjadi peri pengembara mungkin adalah hukuman baginya. Hukuman lain yang mungkin lebih sadis-hukuman mati. Ah, membayangkannya saja membuat Ella bergidik ngeri.

"Keluarlah peri Ella. Ratu sudah menjatuhkan hukumanmu!" seru salah seorang pengawal. Ia juga membawa sebuah lembar hukuman untuk diberikan pada Ella.

Lala yang terbangun dari tidurnya menatap Ella dengan kasihan. Entah hukuman seperti apa yang mungkin diterima peri bunga malam itu.

Ella menerima surat hukuman itu dan membacanya perlahan, ia tidak ingin melewatkan sebuah kata pun dari sana.

"Ha? Membantu manusia? Apa ini hukuman buatku?"

"Apa yang tertulis di sana adalah hukumanmu, pergilah dan lakukan sesuai perintah!" kata pengawal sambil membuka bilik penjara daun Ella.

Ella meninggalkan tempat itu sedikit ragu. Ia sedikit keberatan dengan hukuman itu. Bagaimana bisa ia membantu manusia sedangkan ia adalah peri yang ceroboh? Pikirnya.

Ella memandang Lala yang masih dalam penjara daun di sana. Peri itu masih dalam penantian putusan hukuman. Ia lalu berjalan keluar dan terbang menuju rumah manusia yang dimaksudkan. Kadang, ia penasaran dengan kisah di balik hukuman Lala. Kejahatan seperti apa yang telah ia lakukan?

Tak ingin membuang waktunya, Ella lalu memulai perjalanannya menuju rumah manusia yang dimaksudkan. Sayang sekali, cuaca saat itu berubah dan hujan membuat sayap mungilnya basah. Ia tidak bisa melanjutkan perjalanannya. Ella memilih berteduh di bawah pohon sebentar.