Tidak biasanya Yudha bangun sepagi ini. Ia langsung sibuk di dapur dan membuat onar di dalam sana hingga papa dan mamanya langsung terbangun dari tidur mereka.
"Yudha, kau sedang apa? Astaga!" pekik mama Yudha begitu melihat kondisi dapur yang sungguh mengerikan sekarang ini.
"Aku sedang membuat bekal." sahut Yudha tanpa menoleh ke arah mamanya.
Mendengar hal itu, kedua orang tua Yudha saling melemparkan pandangan satu sama lain.
"Hei, Nak! Kan ada Mbok Surti! Kenapa kau repot-repot bangun sepagi ini untuk membuat bekal?" seloroh papa Yudha sambil duduk di meja makan.
"Mbok Surti sedang ke pasar. Aku menyuruhnya mencarikanku sesuatu!"
"Astaga Yudha hentikan! Biar mama saja yang membuatkan bekalnya! Lagian, untuk apa kau membuat bekal? Biasanya juga makan di luar?"
Mama Yudha langsung mengambil alih dapur dan mendorong anak semata wayangnya itu keluar dari dapur.
"Aku ingin mengajak Maya, Rani dan Pus, pergi ke pantai. Mereka kasihan sekali, hidupnya kebanyakan drama."
Papa Yudha langsung tertawa mendengar penjelasan anak tunggalnya itu.
"Kau mengajak para gadis itu berlibur ke pantai? Oh, tidak Yudha! Mereka bukan anak kecil yang akan menyukai piknik ke pantai! Harusnya kau mengajak mereka liburan ke luar negri!" kata papa Yudha di tengah-tengah tawanya.
"Begitukah?" tanya Yudha dengan polosnya.
"Tidak juga sayang! Yang terpenting itu, kalian perginya sama-sama. Tidak peduli kalian mau pergi ke mana, asal bersama, itu Lebih berarti. Buatlah kenangan yang indah di sana!" seru mama Yudha dari dalam dapur.
Buat kenangan yang indah?
"Menurut papa, lebih baik batalkan saja rencanamu ke pantai. Pergilah ke Roma, Korea, atau terserahlah, ajak mereka shoping. Bawa mereka ke tempat yang menakjubkan, ajak mereka makan-makanan yang enak! Para gadis menyukai sesuatu yang seperti itu, Nak!"
"Jangan dengarkan papamu! Kau ingat, kan? Maya itu tidak boleh kelelahan! Lagian, kalau cuma shoping kan bisa lewat online dan sekarang di Medan juga sudah banyak restaurant yang menyajikan makanan Korea dan lainnya!"
Yudha menatap mama dan papanya bergantian. Ide papanya terdengar luar biasa, namun pendapat mamanya terasa lebih menyentuh.
Jadi, ia memutuskan untuk tetap pada rencana awalnya.
***
Maya, Rani, juga Puspita tercengang begitu melihat sebuah mobil yang biasa digunakan untuk piknik, berhenti tepat di hadapan mereka, apalagi saat melihat Yudhalah yang menyetir mobil tersebut.
"Apa keluargamu bangkrut? Di mana mobil mewahmu?" tanya Puspita dengan tampang cengonya.
"Kau membawa mobil piknik ke kampus? Yudha, jangan dekat-dekat denganku. Aku malu!" tambah Maya sambil menggelengkan kepalanya pelan.
"Apa kau mau piknik di kampus?" satu lagi pertanyaan tak masuk akal dilontarkan oleh Rani.
Yudha yang mendapatkan respon menyebalkan dari ketiga sahabatnya itu, langsung menghela napas panjang dan melirik ketiga sahabatnya itu kesal.
"Berhentilah mengoceh dan cepat masuk!" tukas Yudha datar.
"Aku tidak mau piknik di kampus! Aku malu!" pekik Rani heboh.
"Aku juga!" seru Pus dan Maya kompak.
"Dasar sekumpulan gadis bodoh! Aku memang berencana mengajak kalian piknik! Tapi tidak di kampus! Tolong berpikirlah sedikit lebih masuk akal! Kalian ini sudah berisik, konyo lagi! Astaga!"
"Terus di mana?" seru ketiganya kompak.
"Sudah, masuk saja! Jangan banyak tanya!"
Meskipun ragu, akhirnya ketiganya langsung masuk ke dalam mobil.
***
"Huaaa! Ini indaaah!" pekik Rani yang langsung melompat turun dari mobil, begitu Yudha memarkirkan mobilnya.
Ia langsung berlari dan memeberi isyarat pada Puspita dan Maya untuk menyusulnya.
Puspita pun langsung berlari menyusul Rani, sementara Maya dan Yudha, sibuk membawa barang-barang yang telah Yudha siapkan sebelumnya. Tikar, bekal, dan lainnya.
"Apa ini?" tanya Maya bingung begitu ia menurunkan sebuah kotak berisi toples-toples kosong di dalamnya.
"Jadi, piknik kita kali ini temanya jars of memories. Kita bisa mengumpulkan barang yang akan mengingatkan kita tentang kebahagiaan kita di sini dan menyimpannya dalam toples itu. Dengan begitu, kenangan indah kita akan tersimpan dengan baik dan kita akan selalu bisa mengingatnya dan merasakannya setiap saat!" jelas Yudha lalu mulai melangkah.
Maya tersenyum dan membawa kotak tersebut menyusul Yudha.
Tak ada yang peduli saat Yudha dengan susah payah menata barang bawaan mereka, Puspita dan Rani asik bermain air, sementara Maya sedang asik mengumpulkan kerang dan memasukkannya ke dalam toples.
Mereka terus bermain dan mengisi toples-toples itu dengan benda-benda yang mereka suka.
"Hei, makan dulu, aku sudah menyiapkan makanannya!" seru Yudha yang tengah asik menata buah-buahan di keranjang.
Mendengar kata makan, ketiga gadis itu dengan kompak berhambur menghampiri Yudha.
"Oh, wah! Kau yang menyiapkan bekal ini untuk kita?" Seru Rani tak percaya.
"Rencananya begitu, tapi mama malah menyeretku keluar dari dapur dan pada akhirnya, dia yang menyiapkan semuanya!" sahut Yudha sambil mengunyah buah Cerry di mulutnya.
"Jika aku jadi mamamu, aku akan memasang tulisan 'Yudha dilarang masuk' pada pintu dapur! Berbahaya membiarkanmu berada di sana!" samber Puspita lalu mengambil roti isi dari dalam kotak bekal dan mengunyahnya kasar.
"Tolong, untuk hari ini saja, jangan merusak suasana. Kalian bisa menghancurkan mood-ku yang sangat bagus hari ini!" protes Yudha.
Tak ada lagi suara yang terdengar setelahnya, karena keempatnya tengah sibuk dengan makanan masing-masing.
"By the way, Yudh, apa saat di LA kau sempat berkencan? Ayolah, gadis di sana cantik-cantik bukan?" seru Puspita tiba-tiba.
Yudha melirik sekilas ke arah Puspita dan kembali fokus pada roti isi di tangannya.
"Aku hanya akan berkencan setelah kalian bertiga menikah!" sahut Yudha datar.
Uhuk!
Maya tersedak mendengar jawaban Yudha, namun dengan cekatan pria itu langsung memberinya air.
"Menikah? Kenapa kau mau menunggu kami?" tanya Rani bingung.
"Aku harus memastikan dulu kalian mendapat pasangan yang tepat dan hidup dengan bahagia. Baru setelah itu aku akan mencari pasangan untuk diriku sendiri."
Mendengar jawaban Yudha, membuat ketiga gadis itu langsung meletakkan makanan mereka dan menatap pria itu lurus-lurus.
"Bagaimana jika salah satu di antara kami tidak bisa menemukan pasangan yang tepat sampai tua nanti?" samber Rani.
"Maka aku yang akan menikahinya. Aku yang akan membahagiakannya." jawab Yudha dengan santainya.
"Huaaa!" teriak ketiga gadis itu kompak. Mereka langsung berhambur memeluk Yudha dengan erat.
"Woi! Lepas! Kalian mengerikan!" teriak Yudha setengah frustrasi.
Tak lama, mereka pun melepaskan Yudha dari pelukan mereka dan menatap pria itu dengan tatapan memuja.
"Saat aku mendengarkan lagu tentang malaikat tanpa sayap, aku hanya tersenyum sinis dan mencibirnya. Karena aku tidak percaya. Tapi sekarang, aku percaya sesuatu seperti itu memang ada. Karena kau ada di sini. Aku percaya!" seru Maya pelan.
Yudha hanya menatap Maya datar dan menggeleng pelan.
"Kau tahu? Kurasa hanya kau satu-satunya pria yang menyayangiku, Yudh! Aku jadi terharu!" lanjut Rani.
"Kuharap aku bukan satu-satunya! Menyayangimu itu melelahkan, sangat berat. Aku tidak akan kuat menanggungnya seorang diri!" sahut Yudha asal.
"Kau itu bagaikan satu paket komplit yang Tuhan kirim untuk kami. Kau bisa menjadi teman, saudara, dan pacar di satu waktu. Benar-benar pria idaman!" Puspita menatap Yudha dengan tatapan berbinar-binar.
"Dasar drama queen!" gumam Yudha pelan.