Chereads / SCARLET'S MY WIFE / Chapter 4 - Di temukan

Chapter 4 - Di temukan

Matahari tergelincir hampir menuju barat daya—salju pun masih setia menghujani, di mana saat ini seorang pemulung tengah mengorak-arik sampah yang masih bisa ia ambil untuk di jual.

Tongkat sampahnya tak sengaja menyentuh benda hidup, "Astaga, ini kan kaki? Oh Tuhan, apakah ini mayat?" segera pemulung baya berjenis kelamin wanita itu—bernama Nity, dia mengulurkan tangannya untuk mendeteksi urat nadi di leher Arlet.

"Astaga! Dia masih hidup..." lalu wanita baya itu menoleh kesana kemari untuk meminta bantuan, bersyukur dirinya menemukan beberapa orang yang sedang memulung di arah jam tiga.

Wanita baya yang punya banyak kerutan di sudut mata dan garis senyum serta di keningnya, ia sedikit bungkuk, usianya lima puluh tahun lebih.

Orang-orang pun biasa memanggilnya dengan sebutan nenek Nity. Nenek melambaikan tangannya di udara, "Hei kalian cepatlah kemari dan bantu aku..." suaranya masih terdengar cukup nyaring dari tempat mereka.

"Ada apa Nek?" tanya seorang pemulung yang memakai tas keranjang rotan, baju di bagian bahu kanannya sobek-sobek, ciri khas wajahnya ialah terdapat tahi lalat di telinga kirinya.

"Iya Nek, ada apa?" imbuh rekannya yang lain ikut menimpali.

"Cepatlah kemari, aku menemukan wanita pingsan dengan memar di tubuhnya."

"Hah?"

"Apa?"

Sahut kedua pemulung di arah jam tiga itu dengan nada dan wajah terkejut, kemudian segera pergi mendekat ke arah nenek Nity.

Setibanya mereka berdua di tempat nenek Nity, spontan saja mereka benar-benar terkejut, "Astaga Nek, siapa yang sudah tega melakukan hal seperti ini? Bukan manusia, tapi lebih pantas di sebut binatang!" tandas pria yang memiliki tahu lalat di telinga kirinya.

"Kau benar, yang melakukan hal ini benar-benar binatang!" umpat rekannya yang lain.

"Sudah, sudah, jangan berdebat lagi lebih baik sekarang kalian bantu Nenek untuk membawa wanita ini ke rumah, ayo... wanita ini bisa mati membeku."

"Baik Nek," jawab kedua pemuda itu dengan kompak.

***

Rumah di kawasan kumuh yang tak jauh dari tempat pembuangan sampah itu hanya berjarak sekitar sepuluh meter saja.

Dengan perlahan dan penuh kehati-hatian kedua pria tadi meletakkan tubuh Arlet di atas tilam kapuk.

Siapapun yang berbaring di atasnya pasti akan merasakan sakit pada badannya, begitu kerasnya tilam kapuk itu. Di bawah tilam itu hanya beralaskan tikar sebagai pembatas antara tilam dan papan.

"Nek, kami sudah membaringkannya di atas tilam."

"Ah iya baiklah sekali lagi terima kasih karena sudah membantuku..."

"Tidak masalah Nek, kalau begitu kami pergi dulu."

Satu jam kemudian usia kepergian dua pemuda baik hati itu, Arlet pun tersadar dar pingsannya.

"I—ibu..., ayah..."

ucap Arlet tanpa sadar—mengigau, nenek Nity yang mendengarnya pun bergegas mendekat dan memegangi serta mengusap kening Arlet yang di tumbuhi keringat.

"Astaga, dia demam."

Nenek Nity pun mendekat ke tungku api untuk memperbesar apinya, berharap dengan ini bisa membuat tubuh Arlet menghangat.

Di rumah tidak ada obat apa pun jadi nenek Nity bergegas ke dapur untuk mengambil se baskom air dingin biasa, dan handuk kecil yang akan ia gunakan untuk mengompres.

Awal berhubungan intim setiap wanita pasti akan mengalami demam, di tambah lagi cara Alexander yang menggagahinya dengan sedikit kasar membuat selaput dinding keperawanan Arlet robek di saat dirinya belum siap.

Nenek Nity mengompres Arlet juga perlahan mulai menyeka-nyeka tubuhnya, mulai dari leher, ketiak—lengan, tubuh bagian atas lalu sampailah ia pada bagian intim Arlet.

Kedua matanya terbelalak saat melihat sisa-sisa darah yang mengering pada dinding intimnya.

"Tuhan, malang sekali nasibnya apakah wanita ini korban pemerkosaan? Kejam sekali sungguh binatang!" umpatnya dengan kesal.

Usai menyeka tubuh Arlet, nenek Nity pun kembali ke dapur untuk membuat ramuan herbal.

Dia membuatnya dengan sungguh-sungguh agar Arlet bisa segera sembuh dan memulai kembali hidupnya.

***

Satu jam kemudian Arlet pun tersadar, samar-samar ia melihat wajah nenek Nity yang tengah duduk di dekatnya—bagian sisi kanan.

"Kau sudah sadar, cucuku?"

Arlet mendadak menangis saat mengingat kebrutalan Alexander yang merenggut keperawanannya, bagaimana bisa Tuhan membiarkannya hidup setelah ia di perkosa sampai seperti ini?

"Aku di mana?" tanya Arlet sambil mencoba untuk duduk, sedikit gemetar ia bangun.

"Hati-hati sayang, tubuhmu masih lemah," imbuh Nene Nity yang memegangnya dan memintanya untuk kembali beristirahat, "Istirahatlah lagi cucuku... jangan memaksa tubuhmu."

"Kenapa nenek membawaku kemari? Mengapa nenek tidak membiarkanku tenggelam di tumpukkan salju saja? hiks... hiks..." perlahan Arlet mengusap air matanya, dia mengernyit saat merasakan perih pada vaginanya yang sudah robek itu.

"Kenapa nenek harus membiarkan mu seperti itu? Tuhan mengirimkan nenek ke tempat itu untuk membantu mu..." nenek Nity mengambil bubur hangat yang baru ia masak, "Ini, makanlah dulu buburnya selagi masih hangat... setelah ini minumlah ramuan herbal yang sudah nenek buatkan untukmu agar tubuhmu cepat pulih."

Begitu nenek menyodorkan bubur pada Arlet, dia malah memalingkan wajahnya ke sisi kiri, enggan makan dan bermaksud 'biar saja mati kelaparan'.

"Ayo makanlah sedikit saja sayang, jangan biarkan perutmu kosong."

Arlet masih enggan, namun nenek Nity tak menyerah sampai di situ saja, nenek pun tersenyum lembut.

"Apakah kau tahu, wahai cucuku sayang?" yang nenek lihat hanyalah cairan bening di sudut matanya yang menjawab, "Nenek juga pernah mengalami nasib yang sama denganmu, hingga berulang kali mengalami kekerasan seksual."

Kelopak mata Arlet terangkat mendengarnya lalu di tatapnya wajah nenek Nity, "Maksud nenek apa?"

Mulailah nenek Nity menceritakan pengalaman di masa lalunya yang begitu menyakitkan, dulu nenek Nity mengalami hidup yang susah dan demi membiayai hidup dia pun bekerja di luar kota untuk menjadi seorang pelayan rumah tangga.

Namun nahas sekali, ia bekerja pada tuan rumah yang mata keranjang, kasar dan menggunakan kekuasaannya semena-mena, gajinya tidak di bayar dan dirinyapun di perkosa hingga berulang kali.

Singkat cerita, nenek Nity menghela napas panjang saat mengingat tragedi menyakitkan itu.

"Tetapi ingatlah cucuku, semua masalah yang kita hadapi pasti akan ada hikmahnya karena Tuhan tidak pernah memberikan sebuah cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya."

***

Malam pun menyapa saat ini di kediaman Alexander makan malam sudah tersaji dengan mewah dan terlihat nikmat.

"Selamat malam tuan muda, makan malam sudah siap," seru Bob yang baru saja menarik kursi untuk tuan mudanya.

"Terima kasih Bob, pergilah," imbuh Alexander kepada kepala pelayan paru baya itu.

Bob mengangguk sambil menaruh tangan kanannya di dada kiri, "Baiklah tuan, jika tuan membutuhkan sesuatu panggil saja saya."

"Hm..."

Tadi pagi saat dirinya ingin di masakan sebuah sarapan, namun mendadak sebuah masalah datang dan melenyapkan selera makannya.

Beruntung dirinya bisa menuntut ganti rugi pada seseorang, dan hal itu membuatnya kembali teringat akan nasib gadis itu.

"Cih! Sialan, kenapa aku harus mengingatnya? Salahnya mengapa lahir menjadi anak dari pria tak tahu diri itu! Masih bagus aku hanya memperkosanya dan tidak menjebloskannya ke dalam penjara!"

Tatapan Alexander memanas pada sebuah objek—piring di hadapannya, gigi-gigi garahamnya di dalam mulutnya pun menggemelutuk, "Ini belum berakhir, aku akan tetap memberikan pelajaran pada pria itu!"