Sepertinya waktu begitu cepat berlalu dan kini hari yang telah ia nantikan pun tiba juga, Scarlet berdiri di depan cermin yang memantulkan sekujur tubuhnya dari pucuk kepala sampai ujung-ujung kemari kakinya.
Pagi ini tepat pukul 07.30 waktu setempat Scarlet sudah bersiap rapi dengan memakai blouse peach beraksen pita yang di padukan dengan rok yang membentuk lekukan area bokong sampai bawah lututnya, hanya itu pakaian terbaik yang bisa ia pakai hari ini untuk interview.
Dan, tidak lupa juga dengan anting-anting modal river island yang berbentuk indah itu semakin menunjang penampilannya, high heelsnya pun berwarna hitam yang semakin menambah tinggi kaki jenjangnya.
Dia memang pantas untuk menduduki kursi sekretaris, namun tentunya Alexander telah menyiapkan pekerjaan yang tidak mudah untuknya.
Scarlet mengambil beberapa bobi pin untuk di sematkan pada setengah rambutnya di belakang kepala, dan membiarkan bagian surai nya yang lain terurai indah.
"Tuhan..., semoga hari ini menjadi langkah awal dari segala kebaikan hidup hamba—Mu..." dia saling menyematkan jemarinya satu masa lain lalu melanjutkan doa di dalam hati.
'Ibu..., semoga Arlet bisa di terima bekerja di perusahaan itu, aamiin... doakan Arlet ya, Bu?'
Gadis itu menyudahi doa di dalam hatinya kemudian perlahan membuka kedua matanya sambil tersenyum lembut, "Baiklah, aku sudah siap untuk kembali berjuang dan berusaha yang terbaik..."
Arlet mengepalkan tangan kanannya lalu membenturkannya pada dada atas kirinya dengan bangga.
***
Tepat pukul 09.00 pagi waktu setempat Arlet telah tiba di ruang tes, dia duduk di sebuah kursi deret di mana kursi itu menghadap ke arah pintu yang tertutup rapat.
Di dalam ruangan itu sudah tersusun tiga buah meja dan kursi di baliknya yang akan di tempati oleh Loudy, Luzon, Glen, dan ... sebuah kursi di hadapan mereka yang berjarak tiga meter untuk peserta interview.
Di dalam ruangan itu terdapat cctv yang langsung terhubung di laptop tuan muda Alexander Gong, pria itu sudah menunggu sejak tadi hanya untuk melihat wajah Scarlet, apakah itu artinya tuan muda telah terpana pada gadis ternoda itu?
Magret sebagai perantara itu pun harus rela keluar masuk hanya untuk memanggil nomor dan nama peserta satu persatu, kali ini di mulai dari nama ... Magret menghela napasnya dengan pelan.
"Nona Scarlet," serunya memanggil.
"Iya, saya..."
"Masuklah ke dalam ada tiga tuan yang akan menguji mu," mendengar kalimat itu Scarlet dan ke empat puluh sembilan peserta lainnya mulai resah.
Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing apakah bisa lulus dan bekerja di perusahaan internasional ini?
"Ba— baik nona Magret," dengan gugup dan sedikit gemetar Scarlet beranjak masuk melewati Magret.
"Good luck!"
Scarlet terpaku saat menatap wajah-wajah datar dari dua asisten Ken, dan juga direktur keuangan.
"Duduklah nona jangan terlalu tegang seperti sedang melihat Harimau," seru Glen—direktur keuangan itu.
"Tidak perlu sepanik itu," ucap Luzon yang di balas seringaian rekannya yang lain, "Baiklah kita langsung saja ke intinya nona Scarlet," Luzon membuka berkas data diri Scarlet berulang kali, "Perkenalkan diri anda secara singkat dan menarik."
Bibir gadis itu terasa kering, namun dia harus bisa mengendalikan rasa gugupnya ini.
Di balik layar cctv itu Alexander terkekeh saat melihat wajah gugup Scarlet, dia masih bisa mengingat jelas seperti apa kejadian lima tahun yang lalu tepat di dalam kamar ruangan ini.
"Scarlet, berikan aku sebuah pertunjukan yang menarik," seru Alexander sambil memangku dagu dengan kedua punggung tangannya, matanya menatap tajam pada sosok sang gadis yang terlah di kunci menjadi targetnya.
Di kursi peserta itu Arlet benar-benar merasa seseorang sedang mengawasinya tetapi dirinya tak mau mengambil pusing hal tersebut, karena sekarang ini ia ingin segera menyelesaikan tes interviewnya.
"Selamat pagi tuan-tuan ... perkenalkan nama saya Scarlet usia dua puluh empat tahun, lulusan Monaco University—"
"Cukup!" potong Loudy, ketiga pria itu bisa melihat kepucatan di wajah Arlet terutama pada bibirnya yang bergetar itu, "Apa yang membuat mu datang kemari? Dan, berapa gaji yang kau inginkan dalam sebulan...," wajahnya datar tanpa ekspresi, Loudy bahkan menaikan satu alisnya seolah sedang memberikan tekanan pada Scarlet.
"Ya itu benar, apa yang membuat mu datang kemari? Selain AG Group, bukankah ada beberapa perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan?" sambung Luzon.
"Atau ... kau datang kemari karena ingin bertemu dan melihat pria-pria tampan di sini?" ketus Glen yang langsung melontarkan pertanyaan tersebut dengan frontal.
Tuhan bantulah Scarlet yang mendapat tiga serangan sekaligus.
"Jawablah nona, kami menunggu jawaban anda," lanjut Loudy.
Glek!
Scarlet di buat menelan oleh pertanyaan sekaligus tatapan mata mereka.
"Waktu anda dalam menjawab hanya ... " Loudy mendekatkan dada pada meja, menatap Scarlet yang gugup dengan mengerutkan alis yang hampir bertautan demi memberi kesan 'menekan' mental, "Tiga menit!" lalu Loudy kembali dengan posisi duduknya yang semula.
Scarlet memilih untuk diam sejenak sampai waktu yang di berikan padanya tersisa satu setengah menit.
"Kami menunggu, nona manis..." goda Glen.
'Huuuuh....' Scarlet menghela napas dengan pelan, "Saya adalah wanita pekerja keras, tidak mudah putus asa dan saya pantas mendapatkan kesempatan untuk bergabung di perusahaan ini," dia mengatakannya dengan cukup lantang.
"Hahaha..." ketiga tuan muda itu malah tertawa.
"Bagaimana jika tidur denganku saja?" sontak pertanyaan Luzon membuat raut wajah Scarlet berubah shock.
Kedua tangan Scarlet terkepal erat di atas pangkuannya, lalu ia berdiri, "Maaf tuan, saya datang kemari untuk interview bukan mendapatkan pelecehan seperti ini, permisi!"
Dengan emosi Scarlet pergi menanggalkan interview dan sudah tak berharap bahwa dirinya akan di terima bekerja di AG Company. Dia pergi begitu saja.
***
Sepasang kaki melangkah searah menyusuri lorong koridor setelah keluar dari lift khusus untuk tuan muda, semua peserta yang menunggu giliran sangat terpesona melihat ketampanannya.
Klek!
Alexander membuka pintu ruangan interview, sorot matanya memancarkan amarah.
"Tuan muda?"
Interview di dalam ruangan mendadak terhenti, dan Luzon meminta peserta untuk keluar.
Setelah ruangan ini hanya tersisa empat orang lelaki ...
Bugh!
"Argh!"