Secepatnya Ken mengemudikan mobil menuju kediaman tuan muda, kakek Gong sudah menunggunya sejak tadi di ruang keluarga.
Begitu tiba di rumah Alexander bergegas masuk menemui sang kakek, "Kakek?"
"Ah, pulang juga kau!"
Alexander duduk di sebelah kakek Gong, "Ulah apa lagi yang kakek lakukan? Kemarin lusa baru keluar dari rumah sakit, sekarang kenapa lagi? Apakah jantung kakek kembali kumat?"
Kakek Gong menghela napas yang panjang, "Seenaknya saja kalau bicara..."
"Lalu apa? Menurutku untuk segera menikah?" kakek Gong mengangguk atas apa yang baru saja di lontarkan oleh cucunya—Alexander, "Jangan harap, kek, lebih baik kakek kubur saja impian itu... bukankah aku sudah mengatakannya jika aku perlu waktu dua bulan? Dan, kakek juga sudah menyetujuinya, kan?"
'Aaah sial, kenapa waktu itu aku menyetujuinya, ya?' keluh kakek Gong di dalam sanubarinya, menyesal tiada guna, kek.
"Jadi aku mohon kepada kakek untuk tidak mendesak ku dengan hal yang aneh-aneh lagi..."
Alexander beranjak dari duduknya.
"Bagaimana dengan nona Ling?"
"Bukankah aku sudah mengatakannya, jika aku tidak akan pernah menikahinya... aku tidak menyukainya, jadi aku juga tak bisa menikahinya, kek, jika kakek masih memaksa ... lebih baik kakek saja yang menikahi nona Ling Shao Ming!"
"Kurang ajar!"
Wush!
Kakek Gong mengayunkan tongkatnya ke udara dan bermaksud untuk mengenai tubuh sang cucu, namun Alexander bisa menghindarinya.
"Oh astaga ya Tuhan... salah apakah diriku ini? Mengapa Engkau memberiku cucu dengan sifat keras kepala seperti dia, sih?"
"Sudahlah jangan ber—drama lagi, ayo, aku antar kakek ke kamar untuk istirahat."
Alexander pun membantu kakek Gong masuk ke dalam kamar di lantai satu, masih menjadi satu ruangan dengan ruang keluarga.
***
Di tempat lain tepatnya di sebuah bangunan gedung tua, namun tembok dan pondasinya masih begitu kuat.
Di penjara bawah tanah, seorang penjaga membawakan menu makan siang. Dengan kasar ia membanting nampan itu hingga membuat makanannya berserakan.
"Nikmati makan siang mu, bedebah!" ketusnya lalu pergi dan kembali mengunci pintu.
Dia adalah pria paru baya berkulit putih dengan rambutnya yang gondrong, tubuh serta wajahnya sangat kumal, badannya pun bau, siapa lagi jika bukan Aldrich.
Aldrich di tangkap di sebuah kota yang masih menjadi bagian dari Negeri Italia, saat melakukan perjalanan dan hendak kabur melalui jalur udara, di bandara ia di bekuk oleh anak buah Ken.
***
Tiada habisnya Arlet menghela napas panjang selama perjalanan pulang, ia turun dari Taxi usai membayar.
"Terima kasih pak, ambil saja kembaliannya..." lalu Arlet pun mendongak menatap langit biru yang cerah, di antarnya terdapat awan-awan tipis yang bergerak kesana kemari, 'Ambil saja kembaliannya? Hahaha... bahkan untuk besok saja aku tidak tahu apakah masih bisa mendapatkan uang atau tidak!' gumam Arlet di dalam hati, dia mengolok dirinya sendiri.
Arlet masuk ke dalam rumah dan segera mandi agar tubuhnya bisa kembali segar, terutama pikirannya yang saat ini dirasa sedang tidak beres.
Usai mandi seperti biasanya Arlet memakai pakaian santai rumahan, rebahan di atas ranjang sambil bermain hp.
Setiap hari hidupnya hanya seperti ini seputar makan, tidur, main hp, dan begitu seterusnya. Dia hanya akan mendapatkan uang dari bermain game, atau pun mengisi kuisioner, review endorse, dan dari siapapun yang ingin memakai jasanya.