Hari ketiga tepat seperti apa yang dikatakan oleh Magret bahwasanya tim panitia akan menghubungi para peserta yang lolos seleksi berkas, dan akan di lanjutkan untuk tes interview.
Pagi hari saat di mana Arlet tengah memotong kuku jari kanannya, hp di atas meja pun berdering.
Posisinya saat ini sedang duduk di sebuah kursi putih yang menghadap ke kolam renang, dia tinggal di sebuah apartemen kecil.
Nenek Nity yang menolongnya pada lima tahun yang lalu telah meninggal di tahun ketiga Arlet hidup bersama dengannya.
"Halo selamat pagi?" seru Arlet menjawab teleponnya.
"Selamat pagi dengan nona Scarlet? Saya Magret dari perusahaan AG Company..."
"Oh iya nona Magret, saya Scarlet..."
"Nona Scarlet telah dinyatakan lulus seleksi berkas, dan hari ini saya memberitahukan bahwa besok pagi nona akan mengikuti tes interview di jam 09.30 pagi, jadi saya minta agar bisa hadir tepat waktu..."
"Ah iya baiklah nona, baik, terima kasih sudah memberitahukan saya... saya pasti akan hadir tiga puluh menit sebelum tes di mulai."
"Baiklah jika begitu, selamat mencoba dan semoga beruntung..."
Telepon itu pun berakhir, betapa senangnya Arlet mendapatkan kabar bahagia ini, dia bahkan meletakan hp itu di depan dadanya yang berdebar kencang.
"Ya Tuhan semoga ini menjadi awal dari nasib baikku..."
***
Di AG Company tepatnya di ruangan Alexander, pria itu sedang menatap layar laptopnya dan begitu fokus.
Begitu fokusnya bahkan sampai ia menghela napas pelan namun raut wajahnya terlihat kesal, seseorang mengetuk pintu ruangannya, di mana saat ini Alexander tengah menonton video dewasa favoritnya.
"Masuk!" tegas Alexander sambil menekan close pada tab Browse nya.
Klek!
Pintu terbuka, Ken muncul dari balik pintu itu, "Tuan muda ini adalah berkas dari cikal bakal karyawan AG Company yang akan mengikuti tes interview..." Ken masuk ke dalam lalu meletakkan lima puluh berkas dari dua ratus lima puluh orang yang mendaftar.
"Kenapa kau memberikannya padaku? Kau kan bisa mengerjakannya sendirian—" Alexander terdiam saat Ken membuka penutup pertama pada berkas paling atas itu, sebuah foto seorang gadis yang tak mungkin ia lupakan.
"Dia ... " lanjut Alexander sambil berpikir, Ken menganggukinya.
"Ya itu benar tuan muda, ini ... " Ken menunjuk pada foto gadis dengan surai sebahu itu, "Nona Scarlet, putri Aldrich!" tegas Ken.
"Scarlet?" geram Alexander sambil mengerutkan kening hingga ke hidungnya, dia geram lalu menarik kasar berkas surat lamaran gadis itu.
Senyum pada bibirnya sangat manis, dialah Scarlet—gadis muda yang telah ia perkosa lima tahun yang lalu, yang di tuntut untuk memberikan pertanggung jawaban atas kesalahan ayahnya.
"Besar juga nyalinya... apakah dia tahu aku pemilik AG Company?"
"Tidak tuan, saat itu saya membawanya kemari dalam keadaan pingsan, jadi ... nona Scarlet tidak akan mengetahui jika kantor ini milik anda."
"Bagus, aku mau dia menjadi sekretaris kedua ku, Ken!" seringaian iblis itu membuat bulu kuduk seorang Ken merinding.
"Baiklah akan saya atur segala sesuatunya, agar nona Scarlet bisa menjadi sekretaris kedua anda, tuan muda..."
"Hm, pergilah dan segera selesaikan pekerjaanmu..."
"Baik..."
Dan, pada saat Ken hampir membalikkan tubuhnya, saat itu juga Alexander menghentikan langkanya.
"Tunggu!"
"Iya tuan?" Ken berbalik lagi menghadap tuan mudanya, "Apakah tuan muda memerlukan sesuatu?"
"Tim interview nanti berikan saja kepada dua asisten mu, direktur keuangan, itu saja."
Ken pun mengangguk, "Akan saya atur semuanya tuan muda... jika tidak ada hal lainnya lagi saya permisi dulu," sambung Ken lalu mengangguk dan melenggang pergi.