Sebuah ruangan VVIP rumah sakit ternama di pusat kota Italia, kakek masih belum sadarkan diri, di jempolnya pun sudah terpasang Oximeter dan beberapa peralatan pendukung lainnya.
Di luar ruang rawat inap itu Alexander, Ken, dan juga nona Ling sudah menunggu dengan resah.
"Leon kau lihat akibat perbuatan mu itu? Bagaimana jika sikap mu tadi merenggut nyawa kakek—"
"Diam kau!" bentak Alexander padan gadis itu, "Ini semua gara-gara kebodohanmu, awas saja jika setelah ini kakek tetap memaksaku untuk menikahi mu, aku tidak akan pernah melakukannya!" bahkan Alexander sampai mendelik membulatkan matanya dengan tajam, rahangnya mengeras serta semua gigi-gigi di dalam mulutnya saling mengerat kuat.
"Lalu kau ingin apa? Kau ingin kakek mati?!" balas nona Ling dengan tak kalah tinggi suaranya, dia seorang gadis namun bisa lebih tinggi lagi suaranya dari seorang pria.
"Dasar tidak tahu malu!"
"Ah!"
Nona Ling memekik kesakitan saat tangan Alexander mencekiknya dengan kuat, dia bahkan sampai terbatuk-batuk, "Uhuk..., Uhuk..., to—tolong lepaskan aku, Leon... le—lepaskan...," bahkan nona Ling sampai berusaha memukul-mukul lengan kekar itu.
"Tuan muda tolong hentikan, nona Ling bisa mati kehabisan napas," ucap Ken sambil menyentuh lengan Alexander.
Bruk!
"Umh!"
Nona Ling mengernyit sakit bersamaan dengan terhempasnya dia ke lantai, terduduk tepat di hadapan kaki jenjang Alexander.
"Ken, kau urus dia sampai selesai jangan sampai dia menimbulkan masalah baru, aku tidak ingin kakek membahas tentang pernikahan lagi, aku tidak sudi!"
"Saya mengerti tuan, semuanya akan selesai sesuai dengan apa yang tuan muda harapkan..."
Janji seorang Ken bak sebuah pedang tajam, dia akan menepati janjinya tanpa keraguan sedikit pun.
Nona Ling beranjak dari posisinya dan bersihadap dengan Ken, "Jangan menyentuhku, aku bahkan tidak mengenalmu!"
"Maka ingatlah tiga huruf nama saya, nona, K—E—N... Ken!" matanya yang tak besar dan juga tidak sipit itu menatap tajam pada nona Ling, membuat gadis itu kalap.
***
Pada akhirnya kakek Gong pun tersadar dari pingsannya, "Emh..." dia mengerjap pelan sambil menghela napasnya dengan pelan.
"Kakek sudah sadar?"
Kakek Gong tahu suara bariton itu dari siapa, tetapi dia enggan menatapnya, "Dasar anak tidak tahu diri, kau benar-benar keterlaluan! Kenapa tidak kau biarkan saja kakek mu ini mati, huh?"
"Membuat kakek mati itu mudah sekali untukku!"
Kakek Gong pun mengernyit sebal, "Kau...! Ah... dadaku sakit...," namun Alexander hanya duduk manis sambil melipat kakinya dengan wajah tenang, "Kau tidak dengar aku mengeluh seperti apa?"
"Bukankah kakek memintaku untuk membiarkan kakek mati?"
"Anak sialan kau benar-benar keterlaluan!"
"Tunggulah tiga bulan lagi, aku pasti akan membawa seorang istri untuk ku perkenalkan pada kakek—"
"Kau mengajak orang tua renta ini menunggu sambil bertaruh, huh?" umpat kakek Gong dengan kesal, "Dua bulan!" dia menunjukkan dua jarinya ke udara.
"Baiklah, dua bulan, sepakat!"
Alexander berdiri dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, "Ken sebentar lagi akan datang dan mengurus segala keperluan kakek, aku masih punya banyak pekerjaan yang harus di selesaikan, selama aku tidak ada ... tolong jangan bersikap seperti anak-anak, atau ... " dua ekor mata Alexander seolah sedang melempar panah tepat pada objek sasarannya dan membuat kakek merinding, "Atau aku akan meminta dokter menyuntik mati kakek!"
Kakek Gong kesal sekali saat mendengarnya, dia mendengus sebal dan berulang kali menghela napas kasar sambil menatap punggung kekar cucunya yang menghilang di balik pintu.