Ruangan bernuasan abu-putih itu penuh dengan tangisan gadis bergaun merah yang menangis di pojok ruangan
Gaun merahnya menjadi semakin merah karena luka tusukan yang ia terima di perutnya. Dengan air mata gadis itu menekan lukanya agar pendarahannya berhenti.
Tap... Tap... Tap
Gadis itu segera mendongak mendengar langkah kaki itu. Tak jauh dari tempatnya berdiri seorang pria yang berjas hitam dengan kacamata yang menjadi tanda pengenalnya dan pisau yang berlumur darah di tangan kanannya.
Klingg!!
Pria itu melempar pisau yang ia pegang ke sembarang tempat dan melangkah pelan mendekati gadis yang tengah gemetas itu.
"A-Alex... Alex, kumohon hentikan ini. Apa salahku hingga kau memperlakukanku begini dan melukaiku" Lirih gadis itu dengan pilu. Tapi seakan tuli pria yang ia panggil Alex ia hanya melanjutkan langkahnya hingga ia berdiri tepat di depan gadis itu.
"Al... Alex, kumohon. Kumoh-Ugh!!!" Alex langsung mencengkram kedua pipi gadis itu sampai gadis itu meringis kesakita.
"Diam, diam, diam!!!" Tekan Pria itu sambil mengangkat gadis itu sampai ia tidak memijak di lantai.
"Ugh!! A... Alex... Alexx" Gadis itu meronta-ronta kesakitan saat Alex beralih mencekiknya dengan sangat kuat hingga ia kesulitan bernafas.
Bukk
"Akh!! " Alex tiba-tiba melempar tubub gadis itu kedinding tanpa rasa kasian. Gadis itu meringis kesakitan dengan air mata yang bercucuran.
"Apa salahku Alex? Padahal aku sudah berhenti menganggu kalian, lalu kenapa kau melakukan ini? " Isak gadis itu dengan pilu. Ia benar-benar tidak tau apa yang sudah ia lakukan sampai pria yang ia cintai sampai berniat membubuhnya. Padahal ia sudah mencoba sabar dan pasrah membiarkan yang ia cintai pergi mengejar cintanya. Lalu sekarang apa salahnya?
Pria itu menggeram. "Kau ingin tau apa salahmu? Salahmu adalah karena KAU MENCINTAIKU!!! Kau membuatnya bimbang memilih antara cintanya atau cinta sahabatnya!!" Teriak Alex sambil menendang perut gadis itu.
"Akh!!" Darah keluar dengan banyak dari mulut gadis itu. Dan saat Alex akan kembali menendang gadis itu tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka dan nampaklah seorang gadis berambut pirang dari balik pintu.
"THEA!!" Teriak gadis itu menghampiri keduanya.
"Apa yang sudah kau lakukan, Alex? Kenapa kau melukainya?" Tanya gadis berambut pirang itu dengan marah.
"Dia pantas mendapatkannya" Jawab Alex dengan dingin.
"Key... Ra" Lirih Alethea sambi memuntahkan darah.
Keyra, gadis pirang itu mulai menangis. "Apa yang kau lakukan, Alex? Kenapa kau ingin membunuh, Thea? Kenapa?" Teriaknya sambil membawa kepala Alethea bersandar padanya.
"Karena dia, makanya kau meninggalkanku. Karena dia mencintaiku kau berniat meninggalkanku. Karena itu aku harus membunuhnya agar kau tidak pergi dariku" Ucap Alex lalu ia berusaha merebut Alethea dari Keyra.
"TIDAK!!!" teriak Keyra.
"Ini bukan salah Alethea, Alex. Althea sama sekali-"
"Keyra?!" Keyra tiba-tiba pingsa karena Alex baru saja memukul pelan belakang lehernya.
"Maafkan aku" Gumamnya pelan.
Alex menidurkan Keyra di samping lemari jauh dari tempatnya. "Sebegitu inginnyakah kau membunuhku?"
"Ya!! Hatiku belum tenang sebelum aku membunuhmu" Yakin Alex.
"Benarkah alasanmu membunuhku karena aku sudah menghalagi jalan cinta kalian? Bukan yang lain?"
"... "
Alex tidak menjawab ucapan Alethae. Ia hanya membuat seluruh benda tajam dan runcing di ruangan itu melayang dengan kekuatannya.
Dan saat ia ingin mengarahkan senjata itu pada Alethea, pintu ruangan itu kembali terbuka dan keluar seorang pria muda dengan wajah cemasnya. Pria itu mengedarkan pandangannya dan berhenti tepat di arah Alex dan Alethea.
"ALETHEA!!!" Teriak pria itu dengan histeri. Ia berlari dengan kencang ke arah Alethea dan Alex. Tapi tiba-tiba di pertengahan jalan ia terhalangi dengan tembok transpara.
"Kakak kumohon lepaskan, Thea" Teriak pria itu dengan ginangan air mata.
Alex hanya diam tampa menghiraukan teriakan adiknya ia kembali memfokuskan senjatanya.
"Jangan mendendam padaku, Thea. Kaulah yang berbuat jadi kaulah yang bertanggung jawab" Lirih Alex dengan ginangan air mata. Sungguh ia tidak tega membunuh sahabat masa kecilnya, tapi demi masa depannya ia harus melakukannya.
"Maafkan aku, Thea"
"TIDAKKK!!!"