Chereads / Tycoon's Lover / Chapter 38 - Terpancing Emosi

Chapter 38 - Terpancing Emosi

Gu Changdi mengalihkan pandangannya dari layar komputer, ketika mendengar suara ketukan dari arah pintu. Setelah pintu terbuka, Gu Changdi refleks berdiri begitu melihat kedatangan Li Heinan.

"Kak Heinan?"

Kakak sepupu Gu Changdi itu hanya tersenyum seraya melambaikan tangan. "Sepertinya kau sedang sibuk sekali, ya?" tanyanya sedikit berbasa-basi.

"Tidak juga, Kak." Gu Changdi berjalan menuju sofa yang dikhususkan untuk para tamu. "Silakan duduk."

Keduanya duduk berhadapan. Gu Changdi menelepon bagian pantry agar mengantarkan minuman untuk mereka.

"Ada apa perlu apa menemuiku, Kak?" tanya Gu Changdi. "Kupikir kau berada di kantor ayahmu."

"Ya, aku memang berencana akan ke sana setelah mengunjungimu ke sini lebih dulu." Li Heinan memperhatikan ruangan Gu Changdi. "Kau menjalankan tugasmu sebagai pemimpin perusahaan dengan baik, Gu Changdi. Keputusan Kakek yang menunjukmu sebagai pewaris Royal Group memang tepat."

Gu Changdi merasa tak nyaman dengan topik pembicaraan yang diungkap oleh Li Heinan. Ia hanya diam, enggan berkomentar apapun. Beruntung kedatangan office boy yang mengantar minuman untuk mereka, sedikit mengalihkan perhatian Li Heinan. Setidaknya ia bisa mengganti topik pembicaraan.

"Kak, bagaimana kabarmu selama di London?"

Li Heinan baru saja meletakkan cangkir teh yang dihidangkan. "Menyenangkan. Ada banyak hal yang aku lakukan di sana. Salah satunya mendirikan perusahaan dengan kemampuanku sendiri," ucapnya.

"Apa kau tak berencana meneruskan perusahaan yang dibangun Pamani Hanzhao?" tanya Gu Changdi lagi.

"Mungkin suatu saat nanti, aku akan mengambil alih perusahaan ayahku, Gu Changdi." Li Heinan meneguk kembali minumannya. "Tapi tidak sekarang. Ada sesuatu yang harus kukerjakan terlebih dahulu."

Gu Changdi mengangguk-angguk. Ia ikut menikmati sajian teh di depan mereka.

"Ngomong-ngomong, aku tidak menyangka kau memilih gadis seperti Lin Xiang untuk menjadi pendamping hidupmu," celetuk Li Heinan dan sukses membuat bola mata Gu Changdi melebar. Pria itu sedikit syok karena Li Heinan tiba-tiba mengungkit topik pembicaraan tentang Lin Xiang.

"Kuakui, dia memang memiliki wajah yang sangat cantik." Li Heinan menatap ke arah jendela, "Saat pertama kali aku melihatnya, aku terkejut menemukan sosok gadis yang benar-benar menyerupai bidadari."

Tangan Gu Changdi mengepal kuat. Bukannya merasa tersanjung, hatinya justru terasa panas mendengar Li Heinan memuji pesona Lin Xiang.

"Seandainya saja aku bertemu dengan Lin Xiang lebih dulu darimu, aku pasti tidak akan melepaskan kesempatan untuk memilikinya, Gu Changdi."

"Aku tidak akan membiarkan siapapun merebut Lin Xiang dariku. Tidak peduli jika kakak sepupuku sendiri yang menginginkannya, aku tidak akan menyerahkan apa yang sudah menjadi milikku," ucap Gu Changdi penuh penekanan dengan mata berkilat marah.

Li Heinan terdiam selama beberapa detik, sebelum akhirnya tawa itu pecah memenuhi ruangan. "Ya ampun, Changdi. Aku hanya bercanda," ucapnya masih disertai tawa.

Ketegangan di wajah Gu Changdi perlahan mengendur. Matanya berkedip tak percaya atas pengakuan Li Heinan.

"Tenanglah. Aku tidak mungkin merebut calon istri adik sepupuku sendiri," lanjut Li Heinan.

Gu Changdi menarik napas panjang-panjang, melemaskan otot tangannya yang sempat tegang setelah mengepal kuat. "Bercandamu tidak lucu, Kak," ucapnya jujur. Ia benar-benar terbawa emosi mendengar pengakuan Li Heinan yang rupanya hanya candaan belaka.

"Sudah lama aku tidak melihat wajahmu seperti itu, Gu Changdi," kata Li Heinan masih bersemangat menjahili adik sepupunya.

Gu Changdi hanya mendesah pelan dan menyandarkan punggungnya pada sofa. Sementara Li Heinan sudah berdiri dan bersiap keluar meninggalkan ruangan.

"Kau sudah mau pergi, Kak?" tanya Gu Changdi menyadari gelagat Li Heinan.

Li Heinan mengangguk. "Terima kasih untuk tehnya."

Tepat ketika Li Heinan membuka pintu, di saat yang sama Su Huangli muncul di depan ruangan Gu Changdi.

"Su Huangli!" Li Heinan langsung menepuk bahu Su Huangli. "Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?"

Su Huangli yang semula tampak kaget, langsung membungkuk sopan di hadapan Li Heinan. "Kabarku baik. Bagaimana denganmu, Kak?"

"Seperti yang kau lihat," Li Heinan tersenyum lebar. "Aku sangat baik."

"Kapan kau pulang?"

"Kemarin." Li Heinan memeriksa ponselnya. "Ah, aku harus pergi sekarang. Mungkin lain waktu, kita bisa makan siang bersama."

Li Heinan melambaikan tangan dan bergegas pergi meninggalkan ruangan Gu Changdi. menyisakan Su Huangli yang masih bertahan di depan pintu, dan Gu Changdi yang sudah kembali duduk di kursi kebesarannya.

"Kau baik-baik saja, Changdi?" tanya Su Huangli sedikit khawatir melihat ketegangan di wajah Gu Changdi.

Gu Changdi hanya mengangguk. Buru-buru ia mengeluarkan ponsel dan mencoba menghubungi Lin Xiang. Ia membutuhkan gadis itu untuk menenangkan pikiran yang mengusiknya.

["Halo?"]

Suara Lin Xiang yang begitu lembut dan merdu, berhasil menenangkan hati Gu Changdi. "Kau di mana? Terapimu sudah selesai?"

["Ngg ... sudah, Gu Changdi. Aku sekarang berada di kafe Kak Yiyi."]

"Benarkah?" Gu Changdi memperhatikan jam di tangannya, "Tunggu aku. 30 menit lagi aku sampai di sana."

["Baiklah."]

PIP!

Sekarang giliran Su Huangli yang terbengong melihat gelagat Gu Changdi. "Kau mau pergi ke mana?"

"Menyusul Lin Xiang. Aku butuh dia, Kak," tutur Gu Changdi sekenanya.

Su Huangli mencekal lengan Gu Changdi, "Tunggu sebentar. Aku baru saja mendapat kabar dari pihak pengadilan soal paman dan bibi Lin Xiang."

Wajah cerah Gu Changdi perlahan berubah serius, "Ada kabar apa, Kak?" tanyanya tidak sabar. Ah, hampir saja Gu Changdi melupakan kasus penting yang membuat Lin Xiang nyaris kehilangan nyawanya.

"Sidang pertama sudah diagendakan. Lusa, Lin Xiang harus datang ke pengadilan untuk memberikan keterangan sebagai korban," ucap Su Huangli.

"Aku mengerti, Kak." Gu Changdi mengangguk penuh keyakinan. "Akan aku pastikan Lin Xiang datang menghadiri sidang itu. Pastikan tim pengacara yang sudah kita siapkan bisa memenangkan kasus ini."

"Jangan khawatir. Semua bukti yang kita miliki sangat kuat, Gu Changdi. Kita pasti memenangkan kasus ini," ucap Su Huangli.

Gu Changdi mengangguk senang, "Aku pergi dulu, Kak. Tolong kau urus sebentar beberapa pekerjaanku."

Belum sempat memberikan respon, Gu Changdi sudah melenggang pergi meninggalkan Su Huangli.

"Dasar, selalu saja mengambil keputusan seenaknya dan serba mendadak," gumam Su Huangli seraya menghela napas melihat kepergian Gu Changdi.

***

Huang Chuan menatap tak suka pada beberapa pasang mata yang terus melirik arah ruangan VIP di kafe Zhang Yiyi tempat Lin Xiang berada. Samar-samar ia bisa mendengar nada sumbang dari mereka yang mengkritik kondisi Lin Xiang.

Wu Yifeng menyadari perubahan ekspresi wajah Huang Chuan. "Abaikan saja mereka," ucapnya mengingatkan.

"Tidak bisa. Mereka menghina Nona Lin Xiang," balas Huang Chuan sengit.

Wu Yifeng mengehal napas. Ia sudah mendengar cerita dari Feng Yan soal reaksi publik tentang Lin Xiang yang diketahui sebagai calon istri Gu Changdi. Kebanyakan mereka menilai Lin Xiang tidak pantas untuk menjadi pendamping Gu Changdi lantaran kondisinya yang memakai kursi roda.

Padahal kondisi ini hanya bersifat sementara sampai Lin Xiang dinyatakan sembuh usai menjalani terapi pemulihan. Belum lagi orang-orang mulai mencari informasi latar belakang keluarga Lin Xiang, yang bisa dijadikan bahan untuk memberikan hujatan kepada gadis itu.

"Sudahlah. Percayakan saja semuanya pada keluarga Gu. Mereka sudah mengatur segalanya untuk melindungi Nona Lin Xiang," lanjut Wu Yifeng. Ia memandangi sekeliling untuk mencari keberadaan Feng Yan. Sampai ia menemukan Feng Yan tengah sibuk mengobrol bersama salah satu pelayan yang bekerja di kafe. "Apa itu gadis yang bernama Shen Wanwan?"

Huang Chuan melirik arah yang ditunjuk Wu Yifeng. Mengingat ciri-ciri yang sudah disampaikan Lin Xiang sebelumnya, Huang Chuan dengan mudah mengenali sosok Shen Wanwan. "Sepertinya memang dia. Astaga, bisa-bisanya Feng Yan langsung bertindak cepat. Kurasa memang benar jika sebenarnya Feng Yan menaruh hati pada gadis bernama Shen Wanwan itu."

Wu Yifeng pun tertawa menanggapi ucapan Huang Chuan.

TO BE CONTINUED