Chereads / Tycoon's Lover / Chapter 41 - Cinta yang Terbalas

Chapter 41 - Cinta yang Terbalas

Memasuki kamar Lin Xiang, Gu Changdi mengira akan menemukannya di balkon. Melamun seorang diri dengan tatapan kosong ke arah taman belakang mansion—kebiasaan Lin Xiang yang sudah sangat dihafal oleh Gu Changdi.

Nyatanya, dia justru mendapati Lin Xiang tertidur pulas.

Gu Changdi tersenyum kecil. Perlahan dia berjalan mendekati ranjang Lin Xiang, berusaha tidak menimbulkan suara supaya tidak membangunkan gadis itu. Gurat kelelahan yang terlukis di wajah Lin Xiang, membuat Gu Changdi merasa kian bersalah.

"Mungkin seharusnya aku membawamu sejak kita pertama kali bertemu, Lin Xiang ...," gumamnya sambil mengusap pipi Lin Xiang. "Dengan begitu, kau tidak akan mengalami penderitaan seperti ini."

Larut dalam pikirannya sendiri, Gu Changdi tidak menyadari jika Lin Xiang tengah menggeliat gelisah di sampingnya. Butir-butir keringat bermuncul di pelipis Lin Xiang, disusul erangan kecil yang sukses mengalihkan perhatian Gu Changdi.

"Lin Xiang ...," Gu Changdi mencoba membangunkan Lin Xiang. Perlahan sepasang mata rusa itu terbuka—disusul sentakan kaget dari Lin Xiang dan napasnya yang sedikit terengah.

"Gu Changdi ...."

"Ssst ... tenanglah, Sayang. Aku di sini." Gu Changdi membaringkan tubuhnya di samping Lin Xiang. Membawa tubuh gadis itu ke dalam dekapannya. "Kau bermimpi buruk, hm?"

Anggukan kecil Lin Xiang membuat Gu Changdi enggan bertanya lebih lanjut. "Tidak apa-apa. Itu hanya mimpi," katanya terus membisikkan kalimat-kalimat menenangkan untuk Lin Xiang.

Lin Xiang meringkuk nyaman dalam pelukan Gu Changdi. Ia hendak memejamkan matanya lagi, sebelum ingatannya kembali pada artikel-artikel yang muncul beberapa jam lalu.

Hampir seluruh media massa mengeluarkan berita soal latar belakang gadis itu. Publik seakan gempar usai mengetahui status Lin Xiang yang merupakan yatim-piatu, lulusan SMA, pekerja serabutan mulai dari pengantar koran, pelayan kafe, hingga pelayan di sebuah klub malam.

Apa yang dikhawatirkan Lin Xiang pun terbukti. Berbagai komentar pedas dilayangkan padanya. Mereka beranggapan Lin Xiang sama sekali tidak pantas untuk menjadi pendamping hidup Gu Changdi.

Mereka lebih setuju jika Gu Changdi menikah dengan wanita yang sama-sama memiliki latar belakang keluarga seperti pria itu. Wanita yang berasal dari keluarga konglomerat, berpendidikan tinggi, dan mempunyai karir yang cemerlang.

Tak sedikit dari mereka yang ikut mencibir Gu Changdi. Menilai pria itu sangat bodoh karena dengan mudah terpedaya oleh Lin Xiang, yang disinyalir hanya ingin menguasai harta kekayaan keluarga Gu.

Lin Xiang jadi menyesal karena nekat membaca artikel-artikel tersebut. Seharusnya dia mendengarkan ucapan Gu Changdi beberapa waktu lalu, yang menyuruhnya untuk mengabaikan apapun pendapat orang-orang di luar sana. Dan kini Lin Xiang merasa bersalah pada Gu Changdi. Statusnya ikut mencoreng citra Gu Changdi di kalangan publik.

"Maaf ...."

Suara lirih Lin Xiang menghentikan usapan tangan Gu Changdi di punggungnya.

"Gara-gara statusku, citramu jadi ikut tercoreng," Lin Xiang mencengkeram kuat kemeja Gu Changdi. "Maafkan aku, Changdi ...."

Gu Changdi menghela napas. Dia membiarkan Lin Xiang menangis dalam pelukannya selama beberapa menit. Gu Changdi menangkup wajah Lin Xiang, mengusap pipinya yang basah dibanjiri air mata. Dengan penuh kelembutan, dia mencium sepasang matanya hingga beralih ke setiap jengkal wajah Lin Xiang.

"Lihat aku." Gu Changdi berujar dengan nada serius, menuntun dagu Lin Xiang agar gadis itu menatap ke arahnya. "Apa menurutmu aku terlihat sedang marah?"

Lin Xiang terdiam sejenak, lalu mengangguk kecil.

"Kau benar, aku memang marah." Gu Changdi membelai kepala Lin Xiang, "Tapi bukan karena statusmu, melainkan sikap orang-orang di luar sana yang sok tahu."

Mata rusa Lin Xiang berkedip-kedip. Ada rasa keterkejutan mendengar nada suara Gu Changdi meninggi di akhir kalimat.

"Mereka menyuruhku mencari wanita lain? Cih, mereka pikir mereka itu siapa?" desis Gu Changdi penuh kekesalan. "Mereka sama sekali tidak berhak ikut campur atas hidupku. Aku yang menentukan jalan hidupku sendiri, dan satu-satunya wanita yang ingin kunikahi hanya kau, Lin Xiang."

"Gu Changdi ...."

Selama beberapa menit, bibir Gu Changdi melengkung sempurnya. "Sebenarnya, aku merindukan sikapmu saat kau pertama kali memasuki mansion ini."

Kali ini dahi Lin Xiang mengernyit heran. Namun, dia tidak mampu menyembunyikan rona merah di pipi, ketika Gu Changdi kembali memeluk tubuhnya dengan erat.

"Keras kepala, selalu melawan apa yang kukatakan, bersikap semaunya sendiri, dan sulit untuk diatur."

Gu Changdi terkekeh pelan melihat bibir Lin Xiang mencebil imut.

"Sekarang aku tidak kesulitan lagi untuk membuat sikapmu menjadi gadis penurut dan bermanja ria padaku. Walau begitu, tetap saja aku merindukan sikapmu yang dulu." Gu Changdi menatap mata rusa Lin Xiang lamat-lamat. "Sama sekali tidak ada rasa ketakutan dalam dirimu. Kau terlihat jauh lebih pemberani—apalagi saat melawan para pengawalku."

Meresapi setiap kalimat Gu Changdi, perlahan gadis itu mulai menyunggingkan senyumannya.

"Bersikaplah lebih berani kepada orang-orang di luar sana, Lin Xiang. Sama seperti saat kau pertama kali datang ke mansion ini." Gu Changdi mencium kening Lin Xiang dengan penuh perhatian. "Seseorang yang akan mendampingiku harus memiliki keberanian melawan apapun."

Lin Xiang terdiam.

"Aku percaya kau bisa melakukannya, Sayang." Gu Changdi tersenyum lembut, "Kau hanya terlanjur tenggelam dalam lubang kesedihan yang kau ciptakan sendiri. Jadi—"

Gadis itu menatap Gu Changdi penuh rasa penasaran.

"Izinkan aku menarikmu keluar dari lubang itu. Aku berjanji, akan membawamu ke tempat terbaik untuk kebahagiaan kita berdua. Kau mau pergi bersamaku 'kan?"

Lin Xiang tidak kuasa lagi menahan air matanya. Ia tahu persis maksud ucapan Gu Changdi.

"Kita akan selalu bersama sampai maut memisahkan kita, Sayang."

Lin Xiang langsung memeluk tubuh Gu Changdi erat-erat. Menumpahkan segala emosinya dengan isak tangis. Bukan air mata kesedihan yang ia keluarkan, melainkan air mata kebahagiaan.

Hatinya sudah memutuskan untuk menyanggupi permintaan Gu Changdi. Tak ada lagi keraguan lagi seperti sebelumnya. Kali ini Lin Xiang yakin bahwa pria itu telah berhasil menempati posisi tertinggi dalam hatinya.

"Ya, Gu Changdi. Aku mau pergi bersamamu," balas Lin Xiang, lantas dengan berani menangkup wajah Gu Changdi. "Terima kasih sudah membuatku merasakan cinta yang tulus. Aku mencintaimu ...."

Raut wajah Gu Changdi berubah. Lin Xiang mendengus geli melihat ekspresi wajah pria itu.

"Barusan kau bilang apa?"

Lin Xiang tersenyum, "Aku hanya mengatakan satu kali, jadi dengarkan baik-baik."

Layaknya anak kecil, Gu Changdi mengangguk patuh.

"Gu Changdi ...," Lin Xiang merasakan jantungnya berdebar tak karuan, "Aku mencintaimu."

"Lin Xiang ...."

"Terima kasih kau sudah bertahan menungguku. Aku—"

GREP!

Lin Xiang terkesiap kaget karena Gu Changdi memeluknya dengan begitu erat. Seolah tak ingin melepaskannya barang sedetik pun.

"Ya Tuhan!" Gu Changdi berseru gembira. "Aku tidak salah dengar 'kan?! Aku tidak sedang bermimpi 'kan?!"

Lagi, gadis itu tertawa mendengar ucapan Gu Changdi. Ia membalas pelukan Gu Changdi, melesakkan kepalanya di ceruk leher pria itu.

"Kau tidak sedang bermimpi. Ini nyata," Lin Xiang menatap wajah Gu Changdi dengan senyuman terbaiknya. "Aku mencintaimu, Gu Changdi."

"Seingatku, kau tadi hanya ingin mengatakannya satu kali saja."

"Hmph! Itu karena kau sepertinya tidak percaya dengan ucapanku." Lin Xiang merengut kesal, sukses membuat Gu Changdi tergelak geli. Ia hendak membalikkan tubuhnya, tapi pria itu lebih dulu mengunci pergerakan tubuhnya.

"Aku percaya," bisiknya penuh seduktif. "Aku juga mencintaimu, Lin Xiang."

Lin Xiang tersenyum penuh kelegaan. Ia memeluk Gu Changdi, menghirup aroma maskulin pria itu dalam-dalam. "Kau harus menepati janjimu."

Gu Changdi terkekeh, "Tentu, Sayangku."

Selanjutnya hanya terdengar gelak tawa Gu Changdi dan Lin Xiang yang kini saling menggelitiki satu sama lain. Mereka tidak tahu jika sedari tadi ada seseorang yang berdiri di depan pintu kamar Lin Xiang.

Wanita itu mengurungkan niatnya untuk melihat kondisi Lin Xiang. Pembicaraan antara Gu Changdi dan Lin Xiang terlanjut terekam olehnya. Ia pun berbalik, meski sesekali menatap ke arah pintu dengan senyuman penuh arti.

TO BE CONTINUED