Kaki jenjang berbalut high heels itu melangkah anggun memasuki gedung kantor Royal Group. Senyum merekah bak bunga yang sedang bermekaran terhias sempurna di wajah Lin Xiang, menyedot perhatian seisi kantor. Tak sedikit dari mereka—khususnya para pria—terpesona pada kecantikan Lin Xiang.
Sempurna.
Kata ini seolah mewakili pikiran kebanyakan orang yang melihat penampilan Lin Xiang setibanya di lobi kantor. Gaun brokat selutut warna violet yang dipadu dengan mantel warna cream, rambut cokelat madunya yang dibuat bergelombang pada bagian ujung, ditambah polesan make up natural pada wajah.
Ini merupakan kunjungan pertama Lin Xiang di kantor Gu Changdi, pasca konferensi pers mereka satu minggu yang lalu. Kedatangan Lin Xiang menjadi magnet tersendiri, menyedot perhatian orang-orang yang berada di kantor Gu Changdi—khususnya di lobi. Suasana lengang di area tersebut sontak berubah ramai setelah orang-orang saling berbisik satu sama lain membicarakan Lin Xiang.
Mayoritas memang memuji penampilan Lin Xiang yang berubah layaknya wanita berkelas. Namun, tak sedikit pula yang mencibir, kembali mengungkit latar belakang Lin Xiang sebagai topik pembicaraan mereka. Meski demikian, Lin Xiang tak mau ambil pusing menanggapi cibiran yang ditujukan padanya.
Sejak konferensi pers, Su Rongyuan mulai memberikan pengajaran khusus kepada Lin Xiang. Calon mertuanya itu sangat totalitas mengajari Lin Xiang banyak hal, terutama berkaitan dengan kehidupan wanita kelas atas.
Mengikuti prosedur yang ada, Lin Xiang menghampiri meja resepsionis. Feng Yan terlihat mendampingi Lin Xiang dari belakang. Sementara Huang Chuan dan Wu Yifeng memilih duduk pada salah satu sofa yang tersedia di lobi. Lin Xiang sendiri yang meminta keduanya beristirahat, selagi dia menemui Gu Changdi untuk mengantarkan makan siang.
"Selamat siang."
Seluruh karyawan yang bekerja di resepsionis kompak berdiri. Salah satu dari ketiga wanita itu menyambut Lin Xiang dengan sangat ramah.
"Selamat siang, Nona."
Lin Xiang kembali tersenyum. "Aku ingin bertemu dengan Presdir Gu," katanya setengah berbisik. Jujur, ia gugup setengah mati karena menjadi pusat perhatian di kantor Gu Changdi. Rasanya seperti memasuki kandang binatang buas, di mana semua orang—terutama para pria, kini menatap lapar padanya. Keputusan Gu Changdi menempatkan pengawal di sisi Lin Xiang sangat tepat.
"Mari saya antar, Nona." Biasanya tamu yang ingin menemui Gu Changdi harus membuat janji dengan pria itu. Terkadang karyawan di bagian resepsionis harus menelepon Su Huangli terlebih dahulu, memastikan apakah atasan mereka dapat menerima tamu atau tidak. Itu adalah peraturan yang dibuat Gu Changdi, dan Lin Xiang bergabung dengan deretan orang yang tidak harus mengikuti peraturan tersebut.
Keempat wanita ini masih ingat bagaimana Gu Changdi mengumpulkan karyawan di kantor ini beberapa hari yang lalu. Pesan pria itu membuat semua karyawan tunduk dan patuh.
'Jika calon istriku datang, jangan tanyakan apa keperluannya. Segera antarkan dia ke ruanganku.'
Pesan itu membuat semua karyawan tunduk dan patuh. Mereka harus bersikap ramah pada Lin Xiang. Khusus untuk karyawan pria, mereka mendapatkan pesan tambahan yang berupa peringatan keras dari Gu Changdi.
'Untuk kalian karyawan pria jaga pandangan mata kalian dari calon istriku. Kalau sampai aku tahu kalian mencuri pandang darinya, kalian akan merasakan sendiri akibatnya.'
Sungguh, pria posesif.
"Mari, Nona."
Lin Xiang melirik Feng Yan sebentar, yang direspon dengan anggukan pria itu. Memberi isyarat pada Lin Xiang untuk mengikuti karyawan yang akan mengantar mereka.
"Apa tidak merepotkan kalian?" tanya Lin Xiang polos. Feng Yan tergelak dalam hati. Setelah ini, bisa dipastikan pandangan negatif orang-orang kepada Lin Xiang akan berkurang, bahkan memudar dengan sendirinya.
Seperti yang terjadi di hadapan mereka sekarang. Wanita yang bekerja sebagai resepsionis itu terkejut mendengar pertanyaan Lin Xiang yang terkesan super polos dan lugu. Perlahan wajah kakunya memudar, berganti menjadi ketulusan dengan hiasan senyuman yang merekah. Feng Yan bertaruh, dia menjadi orang pertama di kantor Gu Changdi yang jatuh dalam pesona kebaikan dan keramahan Lin Xiang.
"Tentu saja tidak, Nona. Ini memang sudah tugas saya," bahkan nada bicaranya semakin melembut. "Silakan."
"Terima kasih."
Feng Yan bisa mendengar decak kagum yang mulai berdengung dari segala penjuru. Ia melirik Wu Yifeng dan Huang Chuan yang rupanya ikut mengawasi dari kejauhan. Dua rekan yang perlahan mulai menjadi teman baik Feng Yan itu turut memperlihatkan ekspresi kelegaan.
Berkat ketulusan yang dimiliki hatinya, citra Lin Xiang di mata publik kian positif. Mereka yang sudah melihat sisi ini dengan mudah mendukung hubungan Gu Changdi dan Lin Xiang. Menganggap bahwa Lin Xiang pantas menjadi pendamping hidup pria itu.
***
Gu Changdi sedang sibuk memeriksa beberapa berkas laporan dari divisi perencanaan. Di saat yang sama, pintu ruangannya terbuka. Awalnya, pria ini tidak tahu jika Lin Xiang sudah berdiri di dekat pintu. Terlihat mengucapkan terima kasih pada karyawan yang mengantarkannya ke ruangan Gu Changdi.
Lin Xiang belum berbicara sepatah katapun—memilih mengagumi pesona Gu Changdi yang sedang berkutat dengan pekerjaannya.
Kacamata baca bertengger di atas hidung Gu Changdi. Jas formal sudah ditanggalkan dan hanya disampir di belakang kursi kebesaran pria ini. Menyisakan kemeja hitam yang membalut tubuh atletis Gu Changdi.
Pipi Lin Xiang terasa panas melihat penampilan Gu Changdi. Ia segera menyadarkan diri dan kembali fokus pada tujuan awal.
"Changdi?"
Gu Changdi mengangkat wajahnya. Binar mata elang itu semakin terang setelah mengetahui keberadaan Lin Xiang di ruangannya. Dengan penuh semangat, Gu Changdi beranjak dari kursi dan menghampiri gadis itu.
Lin Xiang sendiri sedang meletakkan rantang makanan di atas meja pada area yang diperuntukkan para tamu. Ia memekik kaget karena tiba-tiba merasakan pelukan tangan Gu Changdi dari belakang.
"Aku sudah menunggumu dari tadi, Sayang."
"Maaf, aku terlambat," ucap Lin Xiang penuh sesal. Apalagi disuguhi dengan raut kelelahan di wajah Gu Changdi.
Gu Changdi melirik rantang makanan yang dibawa Lin Xiang, setelahnya menggeleng pelan. "Tidak masalah. Aku tahu kau sedikit terlambat karena menyiapkan makan siang kita. Benar 'kan?"
Lin Xiang tersenyum seraya mengangguk kecil. "Ingin makan siang sekarang?" Ia sudah duduk di sofa dan mulai menata hidangan makan siang. Gu Changdi di sampingnya mengangguk semangat bak anak kecil. Lin Xiang terkekeh gemas melihat kelakuan pria itu yang selalu berubah 180 derajat bila bersama dengannya.
Decak kagum terdengar dari Gu Changdi ketika melihat makan siang yang tersaji di hadapannya sekarang. "Woah ... kau yang menyiapkan ini semua?"
"Tidak semua. Ibu juga ikut membantuku." Lin Xiang menyodorkan sumpit untuk Gu Changdi. Ia mengernyit bingung karena Gu Changdi tak segera menerima sumpit pemberiannya. Pria itu malah tersenyum usil. "Ada apa?"
"Suapi aku."
Mata Lin Xiang berubah horor. Namun, bibirnya berkedut menahan tawa, "Kau ini lebih tua dariku, tapi minta disuapi? Yang benar saja?"
"Apa salahnya disuapi calon istri sendiri?"
BLUSH!
Lin Xiang masih belum terbiasa dengan sebutan calon istri yang semakin sering dilontarkan Gu Changdi. Wajahnya selalu terasa panas, bahkan Lin Xiang yakin sudah berubah merah padam. Jika sudah seperti ini, maka sikap Gu Changdi selanjutnya mengeluarkan seringaian mesum yang segera disambut cubitan manis di pinggangnya.
Gu Changdi begitu menikmati setiap suapan dari Lin Xiang. Gadis itu terkikik geli melihat bagaimana pria ini menghabiskan makan siangnya dengan sangat lahap.
"Eh?" mata Lin Xiang mengerjap polos ketika Gu Changdi tiba-tiba menyodorkan sesuatu ke arah mulutnya.
"Kau juga harus makan." Gu Changdi tersenyum gemas melihat wajah kebingungan Lin Xiang. "Saling menyuapi satu sama lain pasti akan terasa lebih romantis."
"Kau ini ...." Lin Xiang tersipu malu dan membuat Gu Changdi kembali tertawa.
TO BE CONTINUED