Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Dandelion.

๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉGloryglory96
311
Completed
--
NOT RATINGS
244.7k
Views
Synopsis
Menaruh harap kepada orang lain adalah suatu kesalahan besar. -Anna Mengisahkan tentang seorang gadis yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Kerasnya hidup yang harus dijalani memaksanya menjadi pribadi yang kuat. Belum lagi, pada malam ulang tahun kekasihnya, Anna mendapati sang pujaan hati bermain bersama wanita lain. Hatinya hancur tak tersisa. Namun di malam yang sama, secara tak sengaja ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata adalah pemimpin sebuah perusahaan besar. Melalui malam dengan pria yang tidak dikenalnya, terbangun dipagi hari dengan keadaan tubuh tanpa sehelai benang pun membuatnya kaget sekaligus takut. Sejak malam itu, Anna menghilang. Apa yang akan terjadi selanjutanya? Silahkan dibaca..
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 01. Memberi Kejutan.

Jakarta, 23 Desember 2019

Agaknya hujan malam ini turun lebih deras dari malam biasanya.

Jam sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB, Seorang gadis masih tampak sibuk dengan kain pel di tangannya, membersihkan lantai dengan sangat tergesa-gesa sambil sesekali melirik pada jam yang menempel pada dinding Cafe tempatnya bekerja. Selesai mengepel lantai ia beralih membersihkan jendela kaca dan pintu, tampak sebuah tulisan 'Close' yang juga ikut bergelantungan di sana.

"Anna," sebuah suara berhasil membuat aktifitasnya berhenti. Berbalik mencari asal suara, seorang pria paruh baya berjalan menghampirinya.

Seolah tau kebiasaan pria itu jika mendatangnya, ia segera merogoh saku celananya dan mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah dan memberikannya pada pria itu.

"Hanya segini? Aku tahu hari ini kamu gajian. Kalau begini terus, bahkan bunga dari hutang orang tuamu tak bisa kamu lunasi," ujar pria itu dengan salah satu tangan yang berkacak pinggang seperti tidak menerima.

"Aku masih bekerja, lain kali aku akan membayarmu lebih," ucapnya lagi dan kemudian kembali melanjutkan aktifitasnya.

Demi apa, larut malam begini ia dikunjungi rentenir sialan itu. Selama ini ia selalu bekerja keras untuk bertahan hidup, bekerja siang malam tanpa henti, semua karena hutang peninggalan orang tuanya. Anna Alia Azzura, itulah nama lengkapnya, dan bulan lalu usianya baru saja menginjak umur 20 tahun.

Anna adalah seorang piatu, Ibunya meninggal karena kanker beberapa tahun lalu, seedangkan ayahnya, ia tak tahu dimana pria brengsek itu berada. Setelah menjual rumah yang merupakan satu-satunya peninggalan ibunya, mengambil banyak hutang pada rentenir dan pergi bersama wanita lain meninggalkannya seorang diri, seolah Anna bukan anak kandungnya. Ia tak memiliki siapapun, tak ada saudara maupun kerabat yang ia kenal.

Dan untuk bertahan hidup dan memenuhi segala kebutuhannya, Anna memiliki beberapa tempat kerja paruh waktu secara berbeda.

Waktu sudah menunjukkan pukul 23:30 WIB, ia harus segera bergegas. Jika tidak maka ia akan terlambat. Rintik hujan mulai reda, hanya tersisa butiran-butiran air yang terlihat halus berhamburan di udara. Anna berjalan tergesa-gesa melewati trotoar, dipeluknya erat-erat sebuah kotak berwarna merah dengan pita putih menghiasi sisi atasnya, tampak di seberang jalan beberapa toko kue masih terbuka. Anna semakin mempercepat langkahnya, menyebangi jalan dan memasuki salah satu toko di sana.

Beberapa menit berlalu, Anna keluar dengan sebuah kotak baru ditangannya, sepertinya ia baru saja memesan kue. Salah satu tangannya menahan taksi yang kebetulan lewat. Meletakkan kotak-kotak itu di kursi penumpang kemudian ia menyusul masuk dan memberi selembar kertas yang berisi alamat yang akan ia tuju.

"Cepat ya pak," ucapnya kemudian bersandar di kursi, menurunkan jendela kaca mobil. Udara malam yang sangat dingin berhamburan masuk menerbangkan rambut panjangnya yang sudah ia gerai beberapa saat lalu, membiarkan angin itu membelai lembut wajahnya, sejenak menikmati angin malam yang entah mengapa sedikit membuatnya rileks.

"Sudah sampai mbak," suara supir membuat matanya segera terbuka, agaknya ia ketiduran selama perjalanan tadi.

"Terima kasih, Pak," ucapnya sambil menyodorkan uang untuk membayar taksi.

"Oh iya, boleh tahu sekarang jam berapa?" tambahnya lagi sebelum menginjakkan kedua kakinya keluar dari taxi.

"Sudah jam 23:50 Mbak."

Mendengar jawaban supir itu Anna menghela napas lega, masih ada waktu sepuluh menit. Segera ia mengambil kotak-kotak yang dibawanya tadi dan berjalan memasuki apartemen.

Senyum terpatri di bibirnya, membayangkan segala hal indah yang mungkin akan terjadi nantinya. Malam ini adalah malam ulang tahun Brian kekasihnya, dan kotak-kotak yang ada di tangannya merupakan hadiah dan kue ulang tahun yang akan ia berikan sebagai kejutan. Satu-satunya pria yang selalu ada dalam hidupnya. Apakah ia akan mengucapkan selamat sembari memberi pelukan hangat? ataukah memberikan ciuman pertamanya? ah apapun itu ia akan sangat senang.

Selama pria itu bahagia maka apapun akan ia lakukan. Meskipun hubungannya dengan Brian sudah sangat lama, namun Anna selalu menolak jika pria itu akan melakukan skinship padanya, dan ternyata hal itu tidak membuat Brian keberatan, dan malam ini ia sudah memutuskan untuk memberi apapun yang pria itu minta, ya apapun. Toh Brian sudah berjanji akan menikahinya jika sudah memiliki kerjaan tetap dan ia percaya saja karena baginya pria itu tidak mungkin mengkhiantinya sebab selama ini Anna adalah satu-satunya orang yang membantu biaya perkuliahan Brian dan itu merupakan kebanggaan tersendiri baginya.

Anna semakin mempercepat langkahnya, pipinya bersemu merah, jantungnya berdetak tidak karuan seiring dengan laju kakinya. Keluar dari lift yang berada di lantai lima, langkahnya mulai melambat, sedikit merapikan dirinya yang agak berantakan karena bekerja seharian.

"Haisshh," tangannya bergerak cepat mengambil tissue di tasnya dan kemudian membersihkan noda pada sepatu ketsnya. Sepertinya dalam perjalanan ke toko kue tadi ia tak sadar menginjak genangan air.

Berkali-kali mengehembuskan napas untuk membuat dirinya lebih rileks, Anna melanjutkan langkahnya dengan segala bayangan indah yang tercetak di benaknya.

Berhenti di depan pintu yang yang merupakan tempat tinggal Brian. Melihat pintu yang tidak sepenuhnya rapat membuat alisnya berkerut samar. Tidak biasanya Brian membiarkan pintu apartemennya terbuka.

"Ah mungkin karena kecapean," ucapnya kemudian memegang gagang pintu dan membukanya perlahan.

Namun apa yang menantinya adalah dua pasang sepatu, sepasang High heels yang nampaknya milik seseorang wanita sedang yang lainnya adalah sepatu milik Brian sendiri, dan hal itu kembali membuat pikiran negative berkecamuk di kepalanya.

Melangkah pelan memasuki ruang tamu, beberapa potong pakaian pria dan wanita tergeletak begitu saja di lantai dan sofa. Langkahnya mulai goyah, napasnya mulai memburu, darahnya berdesir, jantungnya berpacu sangat cepat. Menampik segala hal negatif yang berhasil merayap di benaknya, ia mendekati kamar yang ia ketahui adalah kamar Brian.

Suara desahan yang berasal dari pria dan wanita berhasil lolos melewati celah pintu yang terbuka. Butiran bening sudah membasahi pipi Anna, mencoba mencubit dirinya untuk memastikan bahwa malam ini hanyalah mimpi namun sayang semuanya bukanlah mimpi.

Anna kemudian memberanikan diri membuka pintu sedikit lebih lebar untuk memastikan semuanya, meskipun ia sudah tahu pemandangan seperti apa yang menantinya.

Brian bercumbu dengan wania lain. Suara hentakan dan erangan yang sesekai diselingi desahan penuh gairah berasal dari keduanya seperti sedang mengiris-ngiris dan mengoyak hatinya tak tersisa.

Untuk sejenak Anna tak bisa bergerak, mematung seperti orang bodoh dan menyaksikan pacarnya mencumbu wanita lain.

Kali ini, Anna benar-benar hancur. Segala harapannya tentang Brian seketika runtuh, orang yang selama ini ia anggap penyelamat dan penyemangat hidupnya kini berbalik menyakitinya lebih dari apapun, lebih dari siapapun. Perasaan yang sangat sakit hingga ia berpikir untuk mengakhiri hidupnya saat itu juga.

Ternyata berharap kepada manusia adalah sebuah kesalahan besar.

Dengan langkah gontai dengan butiran bening yang terus saja mengalir tanpa ia sadari, ia meninggalkan apartemen itu. Menenteng hadiah dan kue yang telah ia siapkan, berjalan tanpa arah dengan tatapan kosong.