Chereads / Dandelion. / Chapter 9 - Bab 09. Dia Adalah Istriku

Chapter 9 - Bab 09. Dia Adalah Istriku

"Mbak, boleh aku bertanya sesuatu?" suara yang begitu Anna rindukan mencapai indranya. Saat ini Brian sudah berada tepat di sampingnya.

Tubuh Anna semakin menegang, jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya. Entah apa yang harus ia lakukan sekarang, ia benar-benar tidak ingin bertemu pria itu lagi.

Haruskah ia segera berlari dari sana secepat yang ia bisa?

Atau haruskah ia meminta penjelasan kepada pria itu tentang segala hal yang telah dilihatnya?

"Mbak," ujar pria itu lagi menepuk pundak Anna.

Sepertinya pria itu sedikit mencurigai bahwa gadis yang sedang duduk itu adalah Anna.

Mungkin karena hubungan mereka selama bertahun-tahun, sehingga hanya melihat sekilas sudah bisa mngetahui keberadaan masing-masing.

Berkali-kali Brian memanggilnya dengan menepuk pundaknya, Anna masih tak bergeming. Jika boleh jujur, ia sangat merindukan pria itu, namun hatinya sudah terlanjur sakit.

Bergelut lama dengan pikirannya, Anna kemudian memutuskan untuk memberanikan diri menghadapi pria itu, karena cepat atau lambat ia pasti akan di hadapkan dengan hal seperti ini. Sebenarnya jika ada jalan lain, Anna hanya ingin menghindari pria itu dan tidak pernah bertemu dengannya lagi seumur hidupnya. Ya, jika saja bisa. Namun posisinya saat ini sangat tidak memungkinkan. Salahnya juga karena tidak meninggalkan tempat itu sedikit lebih cepat dan memilih melihat kekasihnya bersama wanita lain secara diam-diam.

"Aku tahu kamu Anna," tiba-tiba Brian kembali bersuara setelah diam beberapa detik.

Anna terkejut, bagaimana bisa pria itu seenaknya bisa langsung mengenali dirinya. Padahal ia sudah menyembunyikan wajahnya.

"Berhenti bersikap kekanak-kanakkan, ayo bicara."

"Aku masih ingat, cincin di jarimu. Itu adalah pemberianku," tambahnya lagi.

Anna terkesiap, kini tak ada jalan lagi baginya untuk menghindar. Bulir bening yang ditahannya sedari tadi dengan patuh mengalir membasahi pipinya.

"Berdiri dan berhenti menyembunyikan wajahmu, atau aku akan memaksamu," ucap Brian Lagi.

Jarak mereka hanya sekitar satu meter lebih, Brian dengan posisi berdiri sedangkan Anna masih dengan posisi duduk dengan kepala di tekuk di antara kedua lututnya.

Tiba-tiba ponsel pria itu berdering, sepertinya seseorang sedang menelponnya, Brian hanya melirik layar ponselnya tanpa niat untuk menjawabnya.

"Anna, aku sibuk. Jadi, ayo bicara terlebih dahulu," ucapnya kemudian beranjak mendekati Anna yang sepertinya semakin memeluk erat lututnya.

Ketika tangan Brian hanya tersisa beberapa centimeter dari bahu Anna, seorang pria tiba-tiba muncul dan memeluk gadis itu erat.

Tentu saja, baik Anna maupun Brian terkejut.

"Aduh, maaf membuatmu menunggu lama sayang."

"Kamu pasti sudah kedinginan," tambah pria itu lagi kemudian melepas jaketnya dan menutupi tubuh Anna.

Di sisi lain Anna tertegun, suara itu terdengar tidak asing di telinganya. Entah dimana ia pernah mendengarnya, gadis itu tidak bisa mengingatnya.

Tangan Brian yang nyaris menyentuh tubuh Anna menggantung di udara beberapa detik sebelum ditarik empunya.

"Maaf Anda siapa?" tanya Brian kepada pria itu.

"Seharusnya pertanyaan itu untukmu, Anda siapa? Dan apa yang Anda lakukan dengan Istriku?" ucapnya dengan sebelah alis terangkat menghadap Brian.

"Ckck, istrimu? Jangan membuatku tertawa. Gadis ini adalah kekasihku. Cincin di tangannya itu adalah pemberianku, sebaiknya kamu pergi dan jangan mengganggu kami."

"Maaf Tuan. Mungkin Anda salah orang. Dia adalah istriku, mengenai cincin itu, itu adalah hadiah pemberianku kepadanya karena akhirnya dia berhasil mengandung anakku. Saat ini dia sedang hamil. Mungkin karena bawaan ngidamnya, makanya dia jadi sedikit aneh," jelas pria itu panjang lebar.

"Benarkah?"

Pria itu mengangguk meyakinkan.

Handphone Brian kembali berdering.

"Iya, aku akan masuk,' terdengar ia berbicara dengan seorang wanita di seberang sana.

"Baiklah, maafkan aku,"

"Kalau begitu, kami pergi dulu," ucap pria itu yang hanya diangguki Brian. Dibantu pria yang Anna tidak kenali, ia berdiri perlahan dengan jaket yang masih menempel pada kepalanya. Membetulkannya sedikit agar wajahnya tetap tertutupi.

Entah apa yang sedang terjadi padanya sekarang, Anna tidak tahu. Ia dengan patuhnya menurut pada pria yang bahkan wajahnya tak bisa ia lihat. Satu hal yang ia syukuri, kali ini, ia kembali berhasil menghindari laki-laki brengsek itu.

Hujan sudah reda beberapa menit yang lalu, Anna merasakan tubuhnya digiring mendekati sebuah mobil.

"Masuk," suara pria itu kembali terdengar setelah membuka pintu. Anna tahu saat ini ia berada tepat di samping sebuah mobil.

Kerutan samar tergambar di dahi Anna, bukankah sangat berbahaya jika memasuki mobil pria asing? Mungkin lebih baik saat ini ia melarikan diri?

Tangannya bergerak ingin melepas jaket itu namun dihentikan oleh suara pria itu.

"Apa kamu bermaksud memperlihatkan dirimu pada pria itu? Kalo begitu, buka saja. Pria itu masih sedang memperhatikanmu."

"Oh tidak, dia sedang menuju kemari," tambah pria itu lagi.

Mendengar hal itu, tanpa ragu Anna langsung memasuki mobil dan menutupnya rapat.

Terdengar suara ceklek yang menandakan bahwa pintu mobil sudah terkunci.

Anna perlahan mengintip dari balik jaket, melihat kaca mobil yang berwarna hitam, Anna bernapas lega dan segera melepas jaket yang menutupi seluruh kepalanya.

Baru saja ia menghembuskan napas lega, Anna kembali tercekat melihat siapa pria yang menolongnya tadi.

Dia adalah pria pagi tadi. Pemilik rumah tempatnya menginap semalaman di Jakarta Timur. Penyebab dari semua kesialannya hari ini. Mengapa pria itu ada di sini?

Dan saat ini, pria itu sedang menatapnya dari ujung kaki hingga rambut dengan salah satu alis terangkat.

"Pakaianmu oke juga," ujarnya kemudian mulai menyalakan mobil dan melaju meninggalkan parkiran itu. Sebuah senyum yang terlihat jelas di bibirnya semakin membuat Anna menenggelamkan dirinya di kursi mobil.