Keluar dari minimarket itu, suasana di luar tiba-tiba saja berubah. Cahaya matahari yang tadinya mulai terik kini berganti menjadi mendung dan gerimis.
Angin sepoi-sepoi berhembus menerbangkan surai Anna yang ia gerai begitu saja. Udara yang begitu dingin menggelitik tengkuknya, sesekali ia mengusap-usap lengannya sendiri untuk sedikit mengurangi rasa dingin yang menyapa. Berdiri sejenak di bawah kanopi minimarket, Anna mengulurkan tangan untuk merasakan bulir-bulir air yang berjatuhan.
Merasa bahwa hujannya tidak terlalu deras, Anna melangkahkan kakinya meninggalkan minimarket itu. Salah satu tangannya terangkat untuk melindungi wajahnya dari gerimis. Berjalan menyisir pinggiran toko-toko yang berada satu arah dengan minimarket tadi. Saat ini Anna hanya memiliki satu tujuan, pulang ke kosnya.
Gadis itu tinggal tidak jauh dari sana, hanya butuh berjalan kaki beberapa menit untuk kemudian ia bisa sampai di tempat tinggalnya.
Selama perjalanan, ada banyak sekali pernak pernik natal yang menghiasi pepohonan sepanjang jalan. Berbagai macam lampu hias terlihat meliuk-liuk mengelilingi beberapa jenis tanaman yang ia temui di pinggir jalan.
Anna mempercepat langkahnya, takut jika hujannya semakin deras. Namun, apa yang ia takutkan tiba-tiba terjadi. Hujan turun semakin deras. Bulir air yang terasa halus mengenai kulitnya beberapa saat lalu berganti menjadi bulir air yang berukuran besar dan deras, sedikit terasa sakit jika mengenai kulitnya.
Anna berlari ke pelataran pertokoan yang nampak tutup untuk berteduh. Beberapa pengendara yang melewati jalan juga terlihat menepi dan memarkirkan kendaraannya dengan tergesa-gesa lalu berteduh, mungkin karena mereka tidak punya atau hanya lupa membawa jas hujan. Entahlah.
Pakaian yang Anna kenakan sedikit basah, rasa lapar dan haus sangat mengganggunya. Gadis itu membuka kantongan yang berisi makanan yang diambilnya di rumah pria yang tidak ia kenali setelah ia mencari tempat duduk yang cocok untuknya.
Meskipun makanannya sudah dingin, namun setidaknya makanan itu bisa sedikit mengisi energinya. Bukannya Anna sudah lupa dengan segala kejadian yang ia alami sejak kemarin, ia hanya mencoba untuk tidak memikirkannya meskipun semua kejadian itu seringkali berputar layaknya kaset rusak di kepalanya tanpa bisa ia kendalikan.
Bukannya Anna tidak merasa sakit.
Bukannya Anna tidak merasa frusasi.
Gadis itu saat ini bahkan ingin sekali berteriak kencang dan menangis sejadi-jadinya agar seluruh dunia tahu perasaannya. Percayalah, selama perjalanan menuju minimarket tempatnya bekerja tadi, bukannya ia tidak ingin menangis. Anna hanya menahannya.
Angin kembali berhembus membawa bulir-bulir halus air hujan dan berhasil membuat gadis yang sedang duduk itu sedikit menggigil. Terlihat bibirnya sesekali bergetar dan saling beradu.
Beberapa potong roti ia keluarkan dari kantongan itu dan melahapnya pelan, Aroma makanan bercampur hujan menggelitik indra penciumannya, mungkin karena saat ini gadis itu berada tidak jauh dari warung makan yang sudah terlihat ramai oleh pengunjung.
Atensi Anna teralihkan, pandangannya mengarah kepada seorang anak kecil dengan baju lusuh sedang memperhatikan beberapa pelanggan yang menyantap makanannya, Kaca bening dari warung itu memungkinkan seseorang untuk melihat dengan jelas seluruh isi ruangan meski orang itu hanya berada di luar.
Merasa tidak tega, Anna menghabiskan potongan roti yang ada di tangannya dan menghampiri anak itu. Hanya melewati dua pertokoan, dan Anna sudah sampai.
Berjongkok perlahan di samping anak kecil itu, Anna menepuk pundaknya pelan.
"Adek lapar? Mau makan?" ucap Anna lembut kepada anak itu.
Menyadari keberadaan Anna, anak itu sedikit berjengit kaget, lalu menatap gadis itu beberapa detik kemudian mengangguk tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
"Ya sudah, ayo ikut kakak," ajak Anna membawa anak itu untuk duduk di pelataran toko yang tutup tepat di samping warung makan itu. Mungkin karena perayaan natal sebentar lagi, jadi banyak pemilik toko yang beragama kristiani menutup jualannya untuk bersiap merayakan natal.
Mengambil beberapa kardus bekas yang tergeletak sembarangan dan membawanya ke tempat anak kecil itu berdiri. Tak banyak berkomentar, anak itu hanya diam memperhatikan Anna.
"Ayo duduk," ucap Anna setelah meletakkan kardus sebagai alas duduk untuk anak kecil itu.
"Kebetulan, kakak ada makanan. Meskipun sudah dingin tapi masih bagus. Buat kamu, ayo dimakan," ujar Anna lagi menyodorkan kantongan yang ada di tangannya. Di dalamnya hanya ada beberapa potong roti, dan beberapa makanan berat yang sempat ia ambil dari rumah pria itu. Biarlah jika ia disebut pencuri, toh pria itu juga membuang pakaiannya seenaknya.
Anak itu hanya mengangguk, mengedarkan pandangannya ke sekeliling entah apa yang di carinya kemudian mengambil kantongan yang Anna sodorkan.
Mengeluarkan beberapa makanan dari sana dan melahapnya dengan sangat cepat seperti orang yang sangat kelaparan.
"Pelan-pelan, jangan terburu-buru. Tidak akan ada yang mengambil makananmu," ucap Anna kepada anak itu, tanpa ia sadari sudut bibirnya sedikit melengkung membentuk senyum yang begitu manis. Ini adalah senyum pertamanya setelah malam itu.
Hanya berselang beberapa detik, tiba-tiba seorang wanita paruh baya datang, makanan yang sedang dilahap anak itu di hempas begitu saja ke lantai.
"Sudah kubilang, tidak ada waktu makan sebelum mendapat uang yang banyak," teriak wanita paruh baya itu memaksa anak kecil yang sedang makan untuk berdiri dengan sangat kasar dan menyeretnya pergi.
"Tunggu, bu," teriak Anna mencoba menghentikan.
Wanita itu tidak memperdulikan teriakan Anna dan terus berjalan menerobos hujan yang sangat deras, anak kecil yang di seretnya hanya menangis sesenggukan di bawah guyuran hujan.
Melihat pemandangan itu, hati Anna seperti teriris. Ia tahu, ini bukanlah urusannya. tetapi gadis itu tidak tega melihat anak kecil yang diperlakukan seperti itu. Anna berniat mengejar namun mereka sudah menghilang di ujung jalan.
Melihat makanan yang berserakan, Anna menghela napas kasar. Sayang sekali. Padahal ia juga sangat lapar. Menatap langit yang semakin menghitam, sepertinya hujannya akan lama.
Anna kembali duduk beralaskan kardus tempat anak kecil itu berada sebelumnya.
Beberapa jam berlalu, hujan mulai reda. Anna bersiapa untuk pergi, sebuah mobil berwarna hitam memasuki parkiran warung makan itu, refleks tangan gadis itu terangkat untuk menghalangi sorot lampu mobil yang sangat silau mengenainya.
Melihat mobil yang sudah terparkir, seorang pria keluar dari sana dengan payung di tangannya.
Mengetahui siapa pria itu, tubuh Anna menegang. Sontak ia kembali duduk pada posisinya semula.
Kenapa pria itu harus muncul sekarang?
Itu adalah Brian, posisi mereka hanya berjarak sekitar sepuluh meter.
Terlihat pria itu berjalan ke sisi kiri mobil, seorang wanita dengan anggun menggenggam lengan pria itu, sedikit menempelkan badannya pada tubuh Brian yang tampaknya pria itu sangat menyukanya.
Ingatan tentang kejadian dimana Anna melihat kedua orang itu bercumbu kembali berputar di kepalanya, padahal ia baru saja melupakannya walau hanya beberapa menit.
Anna menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya di antar lututnya yang ia peluk erat, berharap bahwa mereka tidak akan melihatnya di sana.
.
.
.
Kedua orang itu berjalan menuju pintu masuk warung makan yang lebih menyerupai sebuah restoran kecil.
"Mau kemana sayang?" tanya wanita itu kepada Brian ketika langkahnya berhenti sebelum mencapai pintu.
"Sebentar ya sayang, kamu masuklah dulu, nanti aku menyusul. Ada sesuatu yang ingin aku pastikan," ujar Brian kemudian.
"Baiklah, jangan lama." Wanita itu masuk terlebih dahulu, sedangkan Brian berjalan menuju toko yang berada tepat di samping warung itu.
Sementara di sisi lain, Anna yang mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya semakin menegang, menyembunyikan wajahnya rapat-rapat. Rambutnya yang tergerai terlihat sudah menutupi tungkainya.
"Mbak, boleh aku bertanya sesuatu?" suara yang begitu Anna rindukan mencapai indranya. Saat ini Brian sudah berada tepat di sampingnya.