Chereads / Tycoon's Lover / Chapter 43 - Semua akan Baik-Baik Saja

Chapter 43 - Semua akan Baik-Baik Saja

Gu Changdi kembali ke mansion jelang jam 11 malam. Ia terpaksa lembur di kantor, ditemani Su Huangli dan beberapa karyawan yang berada di pihaknya—menangani gejolak nilai saham akibat artikel tentang dirinya dan Lin Xiang yang terungkap kepada publik.

Kepala Gu Changdi serasa mau pecah setiap kali mengingat kalimat-kalimat protes dari para pemegang saham. Bukannya berkomentar tentang saham perusahaan, sebagian dari mereka justru memberikan penolakan atas keputusan Gu Changdi yang memilih Lin Xiang sebagai calon istrinya.

"Berani-beraninya mereka menghina gadisku ...," desis Gu Changdi kesal.

Gu Changdi melonggarkan simpulan dasi di bawah kerah kemejanya. Pria itu melangkah melewati ruang tamu, dan dikejutkan dengan keberadaan Lin Xiang yang tertidur pulas di salah satu sofa panjang.

"Kau sudah pulang?"

Pria itu menolehkan wajahnya ke arah Su Rongyuan yang kedapatan baru keluar dari kamar. Gu Changdi mengangguk kecil, kemudian memeluk ibunya dengan erat. Su Rongyuan mengusap wajahnya dengan penuh kasih sayang.

"Semua baik-baik saja?" tanya Su Rongyuan memastikan.

"Ya. Aku pasti bisa mengatasinya. Ibu tenang saja," jawab Gu Changdi, kemudian beralih menatap Lin Xiang. "Kenapa Lin Xiang bisa tidur di sofa, Bu?"

Mendengar pertanyaan Gu Changdi, Su Rongyuan menanggapi dengan senyuman miris. "Ibu sudah menyuruhnya untuk tidur di kamar, tapi dia tetap bersi keras menunggumu pulang."

"Kenapa dia bersi keras menungguku pulang?"

"Itu semua karena dia sangat mengkhawatirkanmu." Su Rongyuan mengusap bahu Gu Changdi. "Lin Xiang sudah tahu soal nilai saham perusahaan yang menurun karena artikel-artikel itu."

Mata Gu Changdi membulat sempurna. "Dari mana dia tahu, Ibu?" selidiknya.

"Wang Chen tadi sore mampir ke sini. Memberi tahu masalah itu pada Kakek." Su Rongyuan menghela napas. "Dia tidak sengaja kelepasan, mengatakan bahwa nilai saham menurun tajam setelah artikel-artikel itu keluar."

"Sial!" Gu Changdi merutuk kebiasaan sahabat orang tuanya itu yang kerap suka bicara lepas tanpa terkontrol. "Bagaimana reaksinya?"

"Sebenarnya Ibu dan Kakek sudah berhasil membuat suasana hati Lin Xiang membaik. Tapi karena Wang Chen, ya walaupun itu tidak disengaja, Lin Xiang kembali terguncang. Lin Xiang menganggap, dia yang paling bertanggung jawab atas apa yang terjadi padamu, Changdi," jelas Su Rongyuan.

Gu Changdi mengusap wajahnya frustasi.

"Ibu percaya kau bisa menenangkannya dengan baik." Su Rongyuan tersenyum, "Sebaiknya kau pindahkan Lin Xiang ke kamar. Kasihan dia sudah menunggumu sejak jam makan malam selesai."

"Tentu, Bu. Aku akan membawanya ke kamarku."

Jawaban Gu Changdi tersebut sontak membuat mata Su Rongyuan membulat lucu. "Kamarmu? Jangan bilang kau ingin mencuri kesempatan dari Lin Xiang selagi dia tidur?!" selidiknya dengan wajah galak dan sukses memancing tawa Gu Changdi.

"Ibu ini seperti tidak pernah muda saja? Bukankah dulu Ibu juga sering begitu dengan Ayah?" goda Gu Changdi sambil menaik-turunkan alisnya.

Seketika wajah Su Rongyuan merona parah. "Ka-Kata siapa? Jangan seenaknya menuduh!"

"Kakek dan Nenek yang sering mengatakannya padaku. Lagipula—" Gu Changdi yang sudah membopong tubuh Lin Xiang, tampak menyeringai kecil ke arah Su Rongyuan. "—aku juga pernah memergoki Ayah dan Ibu tidur berpelukan di atas ranjang dengan sangat mesra."

"APA?!"

"Sssst! Ibu jangan berteriak. Nanti Lin Xiang terbangun," protes Gu Changdi, selanjutnya tergelak dan bergegas menaiki tangga. "Selamat malam, Bu!"

"Hmph! Dasar anak kurang ajar!" gerutu Su Rongyuan sambil memandangi punggung Gu Changdi yang menjauh. Bibirnya melengkung sempurna. Su Rongyuan jadi teringat kembali dengan sosok mendiang suaminya. "Dia benar-benar mewarisi sikap jahilmu, Jiangzen."

Wajah Su Rongyuan kembali berubah murung. Sebagai seorang ibu, ia tidak sanggup melihat beban masalah yang harus ditanggung putranya. Su Rongyuan sangat menginginkan kebahagiaan untuk Gu Changdi.

***

Lin Xiang membuka matanya secara perlahan—menyesuaikan dengan cahaya lampu temaram di sekitar. Sejenak mata gadis itu memicing—mencoba mengenali kamar tempatnya berada sekarang.

Menyadari ada yang berbeda, Lin Xiang sontak terduduk dari posisi berbaring.

"Kamar Gu Changdi." Lin Xiang mengedarkan pandangan ke sekeliling, berusaha mencari keberadaan sang pemilik.

CKLEK!

Lin Xiang berjengkit kaget mendengar suara dari arah kamar mandi. Sampai-sampai mencengkeram kuat selimut yang membalut tubuhnya. Namun begitu melihat sosok yang keluar dalam setelan piyama sutra warna hitam, gadis itu menghela napas lega.

Rasa takut yang sempat menghampiri Lin Xiang langsung hilang seketika.

"Kau terbangun?" tanya Gu Changdi. Terkejut mendapati Lin Xiang sudah terduduk di atas ranjang.

Anggukan kecil Lin Xiang membuat Gu Changdi bergegas mendekat. Tangannya membelai lembut wajah gadis itu. "Masih mengantuk 'kan? Tidur lagi, ya?"

Kali ini Lin Xiang menggeleng. "Kau baru pulang?" tanyanya pada Gu Changdi.

"Hm, begitulah." Suara berderit terdengar saat pria itu menaiki ranjang. Menempati posisi di samping Lin Xiang. "Ayo, kita tidur."

Merasakan cengkeraman tangan Lin Xiang pada ujung piyamanya, Gu Changdi menoleh dengan kedua alis tertaut heran.

"Ba-Bagaimana kondisi perusahaan?"

Gu Changdi mendesah pelan. "Apa kau sengaja menungguku pulang hanya untuk menanyakan masalah itu?"

"Iya." Wajah Lin Xiang berubah murung mendengar nada bicara Gu Changdi yang terkesan dingin. "Maafkan aku, Changdi. Gara-gara aku, kau dan perusahan mengalami kesulitan. Aku benar-benar minta maaf. Aku—"

Jari telunjuk Gu Changdi menempel di bibir Lin Xiang.

"Jika kau bicara lagi, aku akan menciummu," ancam Gu Changdi—sekaligus mencari kesempatan. Ucapan pria itu membuat mata Lin Xiang melotot lucu. Melihat ekspresi menggemaskan milik Lin Xiang, Gu Changdi terkekeh pelan. Ia menarik tubuh gadis itu ke dalam dekapannya.

"Gu—"

"Kau tidak perlu khawatir." Gu Changdi mengusap-usap punggung Lin Xiang, "Masalah seperti ini bukan pertama kali aku mengalaminya. Masih bisa aku atasi, jadi kau tenang saja."

"Tapi tetap saja, aku merasa bersalah atas apa yang terjadi dengan perusahaan." Lin Xiang menyamankan posisinya dalam pelukan Gu Changdi. "Kadang aku ingin sekali berbuat sesuatu agar orang-orang di luar sana bisa menerima statusku."

"Soal itu, aku sudah punya solusinya," kata Gu Changdi kemudian.

Lin Xiang mendongak dengan mata berbinar. "Apa solusinya?"

"Nanti kau juga akan tahu. Sudahlah, sebaiknya kita tidur sekarang. Aku mengantuk," ucap Gu Changdi sambil membaringkan tubuh mereka dengan nyaman. Ia mengeratkan pelukan tangannya di sekitar pinggang Lin Xiang. Hanya berselang beberapa detik, mata pria itu terpejam.

Lin Xiang mengerucutkan bibirnya kesal. Ia penasaran sekali dengan maksud ucapan Gu Changdi. Namun melihat bagaimana wajah lelah Gu Changdi, Lin Xiang tidak tega. Ia pun mengikuti saran Gu Changdi untuk tidur.

Pada akhirnya, Lin Xiang justru sibuk mengagumi ketampanan pria itu.

Bibir Lin Xiang melengkung sempurna. Menyadari bahwa Gu Changdi selalu berada di dekatnya seperti ini, Lin Xiang merasa bahagia.

"Lin Xiang, tidur."

"Eh?" Mata Lin Xiang mengerjap polos. "Kau belum tidur?"

"Bagaimana aku bisa tidur jika kau terus-terusan memandangi wajahku, hm?"

Pipi Lin Xiang bersemu merah. Ia pun refleks menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Gu Changdi, menimbulkan kekehan pelan yang meluncur dari bibir pria itu.

TO BE CONTINUED