Gu Jiangmei tersenyum lebar menyambut kepulangan Li Heinan. Ia senang pria itu memenuhi permintaannya untuk makan siang bersama di rumah. Padahal pagi tadi Li Heinan memberitahu kemungkinan akan makan siang bersama salah satu rekan kerja yang ditemuinya.
"Putra Ibu sudah pulang," tutur Gu Jiangmei sambil memeluk Li Heinan. "Ayo. Ibu sudah menyiapkan makanan kesukaanmu."
Li Heinan mendengus geli atas sikap Gu Jiangmei. Sejak kembali dari London, ibunya terus saja memanjakan lidah Li Heinan dengan makanan-makanan kesukaannya.
"Hanya perasaanku saja atau hari ini Ibu tampak senang sekali?" selidik Li Heinan.
"Terlihat begitu jelas, ya?"
Sebelah alis Li Heinan terangkat. "Apa yang membuatmu senang, Bu? Kalau putramu ini boleh tahu."
Gu Jiangmei buru-buru menarik kursi di sebelah Li Heinan. "Kau sudah membaca artikel tentang Gu Changdi?"
Gerakan tangan Li Heinan yang hendak mengambil sumpit terhenti sejenak. Ia menoleh dengan ekspresi wajah sulit diartikan.
"Kau pasti sudah membacanya 'kan?" Gu Jiangmei tertawa begitu keras, "Ibu benar-benar tidak habis pikir dengan adik sepupumu itu. Bagaimana bisa dia memilih gadis dengan status dan latar belakang seperti itu untuk menjadi istrinya? Apa dia tidak memikirkan nama baik keluarga kita dan juga Royal Group?"
Li Heinan belum menjawab. Ia kembali memusatkan perhatiannya pada meja makan.
"Ibu tidak kaget jika para pemegang saham nanti akan menentang keputusan Gu Changdi. Siapa yang setuju gadis seperti dia menjadi pendamping pewaris Royal Group?" Gu Jiangmei menyeringai kecil. "Mereka pasti akan meragukan kredibilitas Gu Changdi sebagai pemimpin perusahaan. Termasuk Ibu yang sampai kapanpun tidak pernah setuju jika Gu Changdi yang menjadi pewaris Royal Group."
Sorot mata Li Heinan menggelap, seiring kedua tangannya yang mengepal kuat.
"Kau tenang saja." Gu Jiangmei membelai punggung Li Heinan. "Ibu sudah berjanji padamu. Apapun akan Ibu lakukan agar kau bisa mendapatkan hakmu."
Selepas mengatakannya, Gu Jiangmei memutuskan pergi meninggalkan ruang makan sejenak. Menyisakan Li Heinan yang kehilangan nafsu makan siangnya.
Pria itu mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Menghubungi sekretarisnya—Huo Shen.
"Aku butuh bantuanmu." Suara Li Heinan terdengar berat. "Cari tahu informasi selengkap-lengkapnya tentang Lin Xiang."
Li Heinan mendesah kesal atas jawaban yang diberikan Huo Shen di seberang sana.
"Aku tidak peduli! Pokoknya aku ingin informasi gadis itu secepatnya!"
PIP!
Sedikit melempar ponselnya di atas meja, Li Heinan menghela napas panjang sambil menyandarkan punggungnya pada kursi. Pria itu mendongak, menatap langit-langit ruang makan yang dihiasi ornamen.
"Sial! Aku jadi kehilangan nafsu makanku ..."
***
"Tehnya mau tambah lagi, Kakek?"
Gu Jinglei mengangguk kecil. Ia sesekali terkekeh melihat sikap manis Lin Xiang yang kembali menuangkan teh ke dalam cangkirnya. Gu Jinglei melirik Su Rongyuan yang duduk di samping Lin Xiang. Sang menantu ikut bereaksi serupa dengannya.
"Ibu mau tambah juga?"
Su Rongyuan menyodorkan cangkir miliknya, "Tentu. Terima kasih."
Lin Xiang tersenyum lebar, kemudian meletakkan teko berisi teh ke atas meja.
"Jangan hanya menuangkan teh untuk kami saja. Kau juga harus menikmati kuenya," tutur Su Rongyuan mengingatkan.
"Iya, Ibu." Lin Xiang mengikuti ucapan Su Rongyuan, mengambil sepotong kue yang ada di hadapannya.
Menempati salah satu area bersantai di taman belakang mansion, Lin Xiang menikmati waktu sorenya bersama Su Rongyuan dan Gu Jinglei. Mereka menyesap teh dan juga menyantap kue yang sengaja disiapkan oleh Su Rongyuan.
"Bagaimana perasaanmu sekarang?"
Pertanyaan Gu Jinglei membuat Lin Xiang menghentikan gesture tangannya yang hendak mengambil potongan kue.
"Hari ini ... hari yang sangat berat bagimu bukan?" Gu Jinglei meletakkan cangkir tehnya. "Apa kau baik-baik saja?"
Lin Xiang mengangguk, menyunggingkan seulas senyuman. "Kakek tidak perlu khawatir. Aku baik-baik saja," jawabnya penuh keyakinan.
Gu Jinglei bisa melihat bagaimana Lin Xiang mencoba begitu keras untuk tetap terlihat baik. Ia beralih menatap Su Rongyuan yang turut mengkhawatirkan kondisi Lin Xiang.
"Syukurlah." Gu Jinglei menrutui saja apa yang dikatakan Lin Xiang. "Jangan ambil pusing soal artikel-artikel itu. Termasuk komentar pedas orang-orang di luar sana. Mereka hanya bisa menilai dari luar, tanpa tahu apa yang diinginkan oleh Changdi."
Lin Xiang kembali merasakan ketenangan setelah mendengar ucapan Gu Jinglei. Tak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan Gu Changdi sebelumnya.
Su Rongyuan meraih tangan Lin Xiang. "Menjadi pendamping Gu Changdi memang tidak mudah. Akan ada banyak hal yang harus kau hadapi nanti. Ini baru permulaan. Ibu harap kau tetap bertahan dan berjanji akan terus berada di sisi Gu Changdi."
"Ibu ...."
"Jangan pernah merasa takut. Kau tidak sendirian, Lin Xiang. Ada kami yang akan selalu menguatkanmu." Su Rongyuan memberikan pengertian kepada Lin Xiang, "Apapun yang dikatakan orang di luar sana, Gu Changdi sudah memilihmu sebagai pendamping hidupnya. Jadi, jangan pernah berpikir bahwa kau tidak layak untuk Gu Changdi."
Gadis itu tersenyum haru. Ia merasa beruntung bisa bertemu dengan orang-orang sebaik keluarga Gu Changdi.
"Terima kasih, Ibu, Kakek ...."
Melihat senyuman yang terlukis di wajah Lin Xiang, Su Rongyuan dan Gu Jinglei sedikit bernapas lega. Sepertinya mereka berhasil membuat suasana hati gadis itu membaik—setelah berbagai hal yang terjadi dalam seharian.
Di tengah obrolan ketiga orang itu, Wang Chen tiba-tiba datang dengan wajah gelisah. Su Rongyuan yang menyadari kedatangan pria itu langsung bertanya dengan penuh rasa penasaran. "Ada apa, Wang Chen?"
Wang Chen terdiam cukup lama, sebelum mendesah pelan dan mencuri pandang ke arah Lin Xiang dengan ekspresi wajah sulit diartikan.
"Ada sedikit masalah." Wang Chen mengeluarkan ponselnya dari balik saku jas. "Nilai saham Royal Group mengalami penurunan yang cukup tajam."
Gu Jinglei membaca deretan angka-angka di layar ponsel Wang Chen, kemudian memandangi Su Rongyuan dan Lin Xiang secara bergantian. Ia sudah tahu apa penyebab nilai saham Royal Group menurun secara drastis, tapi tidak tega untuk mengungkapkannya.
"Saya mendengar para pemegang saham mulai meragukan kredibilitas Presdir Gu Changdi karena artikel-artikel itu."
"Wang Chen!" Gu Jinglei menegur dengan nada meninggi. Ia kesal karena ucapan Wang Chen sukses membuat wajah Lin Xiang pucat pasi.
Menyadari kebodohannya, Wang Chen langsung menundukkan kepala dengan rasa penyesalan. "Ma-Maafkan saya, Nona. Saya tidak bermaksud—"
"Ini semua gara-gara aku?"
Gu Jinglei berdecak kesal. Ia dan Su Rongyuan baru saja berhasil membuat suasana hati Lin Xiang membaik, tapi Wang Chen dengan mudah mengacaukannya—meski tidak disengaja.
"Ini hanya terjadi sementara saja, Lin Xiang. Aku yakin semua akan kembali normal seperti sedia kala. Serahkan semuanya pada kami," kata Gu Jinglei berusaha menenangkan Lin Xiang.
"Ta-Tapi Kakek, bagaimanapun ini karena statusku. Aku sudah membuat citra Gu Changdi tercoreng ... aku—"
Su Rongyuan tidak punya pilihan membawa Lin Xiang ke dalam pelukannya. Ia merasakan tubuh gadis itu bergetar hebat. Su Rongyuan khawatir, Lin Xiang kembali meracau usai mendengar kabar yang baru saja disampaikan Wang Chen.
"Tenanglah, Lin Xiang." Su Rongyuan mengusap-usap punggung Lin Xiang, "Nilai saham itu wajar jika mengalami kenaikan atau penurunan. Ini hanya bersifat sementara. Ibu yakin baik Gu Changdi, Su Huangli, Wang Chen, dan juga Kakek bisa mengatasinya. Kau tidak perlu khawatir."
Inginnya Lin Xiang mengikuti ucapan Su Rongyuan. Namun, hati kecilnya terus didera kekhawatiran yang begitu besar. Sungguh, ia tidak bisa membayangkan bagaimana Gu Changdi mengalami kesulitan dalam pekerjaannya hanya karena statusnya yang terungkap kepada publik.
TO BE CONTINUED