Chereads / Tycoon's Lover / Chapter 37 - Pulih dari Cidera

Chapter 37 - Pulih dari Cidera

"Suamiku, kau sudah pulang?" Gu Jiangmei berseru senang. "Lihat, putra kita sudah pulang."

Li Hanzhou, pria itu masih terlihat tampan di usianya yang sudah melebihi setengah abad. Tak ada tanggapan yang keluar dari bibir Li Hanzhao melihat keberadaan Li Heinan yang berdiri di samping Gu Jiangmei.

"Ayah, aku pulang." Li Heinan menyapa ayahnya dengan ramah. Ia bergegas menghampiri Li Hanzhao. "Kau tak ingin memberikan pelukan selamat datang padaku?"

Li Hanzhao tak menjawab, tetapi kedua tangannya bergerak memberikan pelukan singkat untuk Li Heinan. Setelahnya, wajah Li Hanzhao berubah serius. "Ikut ke ruanganku sebentar. Ayah ingin bicara denganmu."

"Suamiku, Heinan baru saja kembali. Biarkan dia beristirahat dulu," sergah Gu Jiangmei sedikit kesal atas sambutan Li Hanzhao.

"Tidak apa-apa, Bu. Kami hanya akan berbicara sebentar," ucap Li Heinan memberi pemahaman pada ibunya. "Mungkin Ibu bisa mengawasi pelayan lainnya untuk menyiapkan makan malam. Jangan sampai mereka lupa untuk menyiapkan makanan kesukaanku."

"Oh, benar juga!" Wajah Gu Jiangmei berubah ceria. "Baiklah, kalian boleh berbicara berdua saja. Ingat, hanya sebentar. Jangan terlalu lama."

Li Heinan mengangguk, lalu menoleh ke arah Li Hanzhao. "Ayo, Ayah."

Li Hanzhao tidak berkata lagi, memilih berjalan mendahului Li Heinan. Setelah mereka sampai di ruang kerja pribadi Li Hanzhao, Li Heinan sempat memandangi ruangan itu cukup lama, mengenang kembali masa-masa sebelumnya ketika masih tinggal bersama orang tuanya.

Tak ada yang berubah di sana, hanya terlihat lebih rapi dan terawat dengan baik.

"Apa yang ingin Ayah bicarakan denganku?" tanya Li Heinan setelah puas memandangi ruang kerja pribadi milik ayahnya.

Li Hanzhao menangkupkan kedua tangannya di atas meja. "Tidak ada. Hanya ingin tahu apa alasan kepulanganmu ke sini."

"Aku pulang setelah mendapat kabar tentang rencana pernikahan Gu Changdi, Ayah," jawab Li Heinan.

Li Hanzhao mengernyitkan kening. "Bukan karena alasan pekerjaan?"

"Ah, sebenarnya itu juga termasuk. Hanya saja, alasan utama tetap karena ingin menghadiri pernikahan Gu Changdi dan Lin Xiang," lanjut Li Heinan.

"Kau yakin mereka benar-benar akan menikah?"

"Kudengar Kakek sendiri yang mengumumkannya. Jika itu dari Kakek, pasti berita itu benar, Ayah. Bukan sekedar rumor belaka," sahut Li Heinan kembali mengutarakan pendapat.

Li Hanzhao terdiam, setelahnya tersenyum penuh arti. "Baiklah, kau boleh pergi. Istirahatlah di kamarmu. Kau pasti lelah."

Sejujurnya Li Heinan sedikit heran dengan obrolan singkat tersebut, tetapi dia memilih tidak terlalu banyak bertanya. Toh memang tubuhnya sudah kelelahan dan ingin secepatnya berbaring di atas ranjang empuk di kamarnya. Dia membungkuk sopan dan undur diri dari hadapan Li Hanzhao.

Setelah pintu ruangan tertutup rapat, wajah tenang Li Hanzhao perlahan berubah. Ada gurat kekhawatiran yang mendominasi wajahnya. ia merogoh ponselnya dari balik saku jas, membaca kembali pesan yang dikirimkan oleh ayah mertuanya siang tadi.

[Tolong awasi putramu baik-baik, Li Hanzhao.]

Li Hanzhao menghela napas. Ia pandangi potret keluarganya yang terpampang di sudut ruangan. "Kuharap memang itu alasan kepulanganmu, Heinan ...."

***

Wu Yifeng dan Huang Chuan menunggu dengan cemas dari balik kaca jendela ruang terapi Lin Xiang. Keduanya memperhatikan nona muda mereka yang tengah menjalani terapi bersama Bai Sichan, dengan Feng Yan yang mendampingi di dalam ruangan.

Napas mereka tertahan ketika melihat Lin Xiang hampir saja terjatuh saat baru berjalan dua langkah dari kursi roda. Beruntung Lin Xiang berhasil menjaga keseimbangan.

"Yifeng, apa Nona akan berhasil?" tanya Huang Chuan was-was.

"Feng Yan sudah menceritakan padaku jika Nona selalu rutin mengikuti terapi. Aku percaya, Nona Lin Xiang pasti bisa berjalan kembali seperti semula," jawab Wu Yifeng. Ia menoleh ke arah ruangan, lalu tersenyum. "Lihatlah."

Huang Chuan yang semula memandangi Wu Yifeng, beralih mengikuti arah pandangan pria itu. Raut was-was yang menghinggapi wajahnya seketika memudar, kala melihat Lin Xiang mulai berjalan perlahan mengikuti Bai Sichan.

Keduanya tersenyum senang atas kemajuan Lin Xiang, sama halnya dengan Feng Yan yang langsung memandang ke arah mereka dengan senyuman lebar. Mereka bahkan bisa mendengar teriakan kegembiraan Feng Yan yang begitu keras dari dalam ruang terapi.

Bai Sichan tersenyum puas melihat kemajuan Lin Xiang. "Selamat, Lin Xiang. Aku senang melihat kemajuanmu yang begitu pesat," ucapnya sambil menepuk bahu Lin Xiang.

Gadis itu sudah beristirahat kembali di kursi yang disediakan oleh Bai Sichan.

"Itu artinya aku sudah bisa berjalan normal seperti biasanya, Kak?" tanya Lin Xiang memastikan.

"Ya, kau tidak memerlukan lagi bantuan kursi roda. Hanya saja, kau belum boleh terlalu banyak berjalan karena otot kakimu masih harus menyesuaikan diri secara perlahan. Jangan terlalu dipaksakan," jawab Bai Sichan mengingatkan. "Feng Yan, kau bisa melaporkan pada Gu Changdi soal kemajuan Lin Xiang hari ini."

"Baik, Kak!"

"Tunggu!" Lin Xiang menahan Feng Yan yang hendak menghubungi Gu Changdi. "Nanti saja, Kak. Biar aku yang memberi kejutan pada Gu Changdi."

Mendengar ucapan Lin Xiang, Feng Yan dan Bai Sichan terkekeh pelan.

"Baiklah, Nona." Feng Yan kembali mendorong kursi roda di dekat pintu ke arah Lin Xiang.

"Kak Sichan bilang aku tidak perlu memakai kursi roda lagi," ujar Lin Xiang. "Kenapa kau tidak melipat kursi rodanya saja? Malah membawanya ke sini."

"Tidak, saya rasa Nona masih harus memakai kursi roda. Jarak ruangan ini sampai ke mobil tempat kita terparkir cukup jauh, Nona. Saya tidak mau Nona kelelahan," jelas Feng Yan. "Bukan begitu, Kak Sichan?"

Bai Sichan mengangguk. "Feng Yan benar."

"Hmph!" Lin Xiang terpaksa pindah ke kursi roda. "Aku 'kan ingin membiasakan diri berjalan normal seperti biasanya, Kak."

"Ey, sudah kukatakan kau tidak boleh terlalu lelah. Biarkan semua kembali secara perlahan," tutur Bai Sichan kembali mengingatkan.

"Aku mengerti, Kak." Lin Xiang tersenyum kemudian menggenggam tangan Bai Sichan. "Terima kasih Kak sudah banyak membantuku selama terapi."

"Itu memang sudah tugasku sebagai dokter, Lin Xiang." Bai Sichan mengusap lembut kepala Lin Xiang. "Titip salam untuk Gu Changdi."

"Baik, Kak."

Feng Yan bersiap mendorong kursi roda Lin Xiang. "Kami permisi."

Setelah keluar dari ruang terapi, Lin Xiang langsung disambut oleh Wu Yifeng dan Huang Chuan yang segera memberi ucapan selamat untuknya.

"Selamat untuk Anda, Nona Lin Xiang. Kami ikut senang atas kemajuan Anda," tutur Wu Yifeng.

"Terima kasih, Kak." Lin Xiang tersenyum lebar, kemudian terheran mendapati Huang Chuan menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Astaga. Kenapa Kakak mudah sekali menangis?"

"Maafkan saya, Nona. Saya terlalu senang," ucap Huang Chuan sambil mengusap kedua matanya. "Selamat untuk Anda."

"Terima kasih," Lin Xiang tersenyum bahagia.

"Nah, sekarang Anda mau ke mana, Nona?" tanya Feng Yan. Ia tahu, Lin Xiang tidak mungkin akan langsung pulang ke mansion keluarga Gu.

"Antarkan aku ke kafe Kak Yiyi. Aku akan memamerkan kemajuanku padanya dan juga Shen Wanwan," pinta Lin Xiang.

"Baik!"

Seruan Feng Yan membuat Lin Xiang terkejut. Begitu pun Wu Yifeng dan Huang Chuan yang langsung diam dengan dahi mengerut tajam.

"Kau kenapa, Feng Yan?" tanya Wu Yifeng bingung.

"Oh, tidak apa-apa, Kak." Feng Yan menjawab sekenanya, tapi naas. Dia melupakan Lin Xiang yang dengan mudah membaca pikirannya.

"Ah, aku tahu. Kau pasti tidak sabar ingin segera bertemu dengan Shen Wanwan," goda Lin Xiang seraya menaik-turunkan alisnya.

"Bu-Bukan seperti itu, Nona."

Melihat perubahan ekspresi wajah Feng Yan, Wu Yifeng dan Huang Chuan pun tertawa. Apalagi Lin Xiang yang dengan santainya menceritakan sosok Shen Wanwan, membuat Feng Yan semakin kehilangan muka di hadapan mereka.

Huang Chuan menyadari ponselnya mendadak bergetar. Ia pun mohon izin sejenak untuk menjawab panggilan yang masuk di ponselnya.

"Halo?"

["A-Chuan, bagaimana kabarmu?"]

Huang Chuan terdiam selama beberapa detik, sebelum akhirnya tersenyum senang mendengar suara si penelepon.

"Kabarku baik, Ibu."

["Apa semuanya berjalan dengan lancar?"]

"Ya."

["Bagaimana dengannya? Dia baik-baik saja?"]

Huang Chuan mengalihkan pandangannya pada Lin Xiang yang masih mengobrol bersama Feng Yan dan Wu Yifeng.

"Dia baik-baik saja, Bu."

["Syukurlah, Ibu senang mendengarnya."]

Huang Chuan ikut tersenyum. Ia bisa membayangkan bagaimana wajahnya ibu sekarang.

["A-Chuan?"]

"Iya, Bu?"

["Cepatlah kembali. Ibu sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengannya."]

"Bersabarlah, Bu. Aku pasti akan membawanya pulang untuk berkumpul kembali dengan keluarga kita," Huang Chuan menyunggingkan senyuman. "Tolong sampaikan salamku untuk yang lainnya."

["Tentu. Jaga dirimu baik-baik, A-Chuan. Setidaknya aku tenang ada Wu Yifeng yang menjagamu. Sampaikan salamku untuknya."]

"Ya."

PIP!

"Kakak Chuan!"

Tepat saat panggilan ponsel berakhir, Huang Chuan mendengar suara panggilan Lin Xiang. Gadis itu memberi isyarat padanya untuk bergegas karena sudah tidak sabar ingin segera pergi meninggalkan rumah sakit.

Dengan penuh semangat, Huang Chuan berlari menyusul mereka.

TO BE CONTINUED