"Kerja bagus. Tapi, lain kali kalian tetap harus memastikan dia baik-baik saja." Gu Changdi mengingatkan sambil menahan emosi. "Perketat lagi penjagaan di sekitar mansion."
"Baik!"
"Tinggalkan kami!" titah Gu Changdi final yang segera disanggupi Meimei dan ketiga pria itu.
Tanpa membuang waktu lagi, mereka bergegas keluar dari kamar. Meninggalkan Gu Changdi dengan segala emosinya, juga Lin Xiang yang mencoba menghilangkan ketakutannya.
"Akh!" Jeritan kesakitan itu lolos dari bibir mungil Lin Xiang. Matanya melotot tajam pada Gu Changdi yang mengambil alih tugas Meimei sebelumnya. Mengobati tangan dan kakinya yang terluka.
Gu Changdi mengabaikan ekspresi wajah Lin Xiang, perpaduan antara marah dan hendak menangis karena menahan rasa perih.
"Siapa yang menyuruhmu melompati pagar kawat berduri?"
Lin Xiang tidak menjawab. Bibirnya mencebil, tanda bahwa dia benar-benar kesal dengan sikap Gu Changdi yang terkesan arogan.
"Sakit!" Gadis itu kembali berteriak hingga memukul lengan Gu Changdi. Tapi sekali lagi, Gu Changdi tetap melanjutkan aktivitasnya, mengolesi cairan antiseptik pada luka di tangan dan kaki Lin Xiang.
"SAKIT!"
"SIAPA YANG MENYURUHMU MELOMPATI PAGAR KAWAT BERDURI, HAH?!"
Tubuh Lin Xiang bergetar karena teriakan Gu Changdi yang begitu menggelegar dan menakutkan. Tanpa bisa ditahan lagi, cairan kristal bening perlahan turun dramatis dari sepasang mata rusanya.
"Hiks itu karena ... aku mau pulang ...."
Isakan tangis Lin Xiang tidak membuat Gu Changdi merasa bersalah sedikit pun. Sebaliknya, pria itu semakin kesal lantaran tidak tahu lagi harus bagaimana meyakinkan Lin Xiang untuk tetap tinggal di mansion Gu.
"Sudah kubilang kau tidak akan pulang lagi ke sana! Kau akan tinggal mansion Gu!"
Bukannya berhenti, tangisan Lin Xiang semakin kencang. Gu Changdi menutup telinganya, tidak menduga Lin Xiang tampak seperti bocah berumur 5 tahun ketika sedang menangis.
"Kau jahat! Kau tidak bisa mengaturku! Aku tidak mau tinggal di sini wuuuu ... aku mau pulaaaaaang ...." rengek Lin Xiang semakin menjadi.
Gu Changdi mendengus kesal. Otaknya berpikir keras mencari cara untuk menghentikan tangisan Lin Xiang yang memekakkan telinga. Katakan saja Gu Changdi memang gila. Tidak bisa menahan diri dan berakhir mencium bibir Lin Xiang.
Tindakan Gu Changdi jelas memancing emosi Lin Xiang. Sekuat tenaga Lin Xiang mencoba melepaskan diri dari kungkungan Gu Changdi, tetapi pria itu justru menahan tengkuknya, memperdalam ciuman mereka.
Untuk beberapa detik, Lin Xiang nyaris terlena atas ciuman Gu Changdi yang sangat memabukkan itu. Namun, dalam sekejap mata kesadarannya kembali. Lin Xiang berhasil mendorong tubuh Gu Changdi untuk menjauh.
PLAK!
Hening.
Tak ada satu pun yang berbicara setelah terdengar suara keras dari tangan Lin Xiang yang mendarat telak di pipi kiri Gu Changdi. Tubuh Lin Xiang bergetar ketakutan kala mendapati sorot mata Gu Changdi yang sangat menakutkan. Ditambah lagi dengan senyum sinis yang diberikan pria itu padanya.
"Kau menamparku," desis Gu Changdi dingin.
Lin Xiang diam membisu. Keberanian yang dia miliki sebelumnya seolah tersedot habis oleh tatapan mata Gu Changdi yang mematikan.
Sambil menahan rasa panas pada pipi kiri yang baru saja mendapat tamparan, Gu Changdi melangkah keluar kamar tanpa mengatakan apapun. Meninggalkan Lin Xiang yang menatap punggungnya dengan sorot mata bersalah.
"Awasi Lin Xiang. Jangan sampai gadis itu mencoba kabur dari mansion lagi atau kalian akan mendapatkan balasannya."
Nada penuh ancaman yang diucapkan Gu Changdi membuat ketiga pria itu mengangguk kompak, menjawab perintah sang majikan dengan seruan lantang.
Gu Changdi tidak bicara lagi. Ia bersiap pergi namun sesuatu menahan kakinya untuk tetap diam sejenak di depan pintu. Emosi yang sempat menguasainya perlahan memudar, berganti menjadi perasaan sesak kala mendengar isak tangis dari dalam kamar Lin Xiang.
***
"Nona Lin Xiang sama sekali tidak menyentuh makanannya, Tuan."
Kepala Gu Changdi serasa mau pecah tiap kali mendapat laporan dari Meimei seperti yang baru saja dia dengar. Untuk kesekian kali Lin Xiang menolak makanan yang diantar ke kamarnya.
Aksi mogok makan yang dilakukan gadis itu benar-benar menguji kesabaran Gu Changdi.
"Biarkan saja."
Meimei tidak langsung pergi dari ruang kerja Gu Changdi ketika melihat pria itu mengibaskan tangan. "Tapi ini sudah 3 hari, Tuan. Nona Lin Xiang sama sekali tidak mau makan ataupun minum. Saya khawatir, Nona akan jatuh sakit," ucapnya secara terang-terangan mengutarakan pendapat. Ia sengaja memancing Gu Changdi untuk membujuk Lin Xiang agar menghentikan aksi mogok makannya.
Gu Changdi terdiam, sebelum menggulirkan pandangan pada kalender kecil yang ada di atas meja kerjanya. Benar, ini sudah lewat 3 hari semenjak pertengkarannya dengan Lin Xiang.
Dibandingkan amarahnya yang tidak terima mendapat tamparan gratis dari Lin Xiang, Gu Changdi lebih kesal pada kekhawatiran yang terus menggelayuti hatinya.
Bagaimana jika Lin Xiang sampai jatuh sakit?
BRAK!
Hampir saja Gu Changdi berteriak murka karena seseorang telah lancang membuka pintu ruangannya dengan kasar. Namun, semua itu hanya bisa dia redam usai melihat sosok yang berdiri di dekat pintu dengan wajah galak.
"Ada apa, Ibu?"
Bibir Su Rongyuan bersungut sebal mendengar nada malas milik Gu Changdi. "Kau masih diam saja melihat Lin Xiang terus melakukan aksi mogok makan? Bagaimana jika dia jatuh sakit, Gu Changdi?!" bentaknya penuh emosi.
Kepala Gu Changdi berdenyut mendengar teriakan keras Su Rongyuan. Ia memijat pelipisnya sebentar, menarik napas panjang-panjang untuk mengendalikan emosinya yang terpancing karena kemarahan sang ibu.
Meimei yang melihat ekspresi lelah Gu Changdi merasa iba. Hati kecilnya berbisik bahwa Gu Changdi sendiri sebenarnya ikut mengkhawatirkan kondisi Lin Xiang. Bisa dipastikan rasa khawatir pria itu lebih besar dibandingkan semua orang.
Sret!
Su Rongyuan dan Meimei terkesiap kaget melihat Gu Changdi sudah berdiri. Mereka melihat wajah Gu Changdi tampak frustrasi dengan desahan napas panjang yang keluar dari bibir tipisnya.
"Aku akan melihatnya." Gu Changdi menatap sekilas pada Meimei. "Kau ikut denganku. Antarkan lagi makanan dan minuman untuk Lin Xiang."
Wajah kedua perempuan berbeda umur itu berubah cerah. Ini yang mereka harapkan dari sikap diam Gu Changdi setelah Lin Xiang melakukan aksi mogok makan selama 3 hari terakhir.
"Baik, Tuan."
Su Rongyuan tersenyum lega melihat Gu Changdi berjalan keluar dari ruangan, diikuti Meimei yang langsung mengekor di belakang.
Semula Su Rongyuan berniat menyusul Gu Changdi dan Meimei, tetapi urung setelah matanya menangkap kedatangan Wang Chen, orang kepercayaan Gu Jinglei. Wanita itu terus mengawasi gerak-gerak Wang Chen yang kini berjalan memasuki kamar Gu Jinglei.
Didorong rasa penasaran yang muncul, Su Rongyuan bergegas menuju kamar ayah mertuanya yang berada di sayap barat.
TO BE CONTINUED