Langkah kaki Shen Wanwan menggema di sepanjang lorong rumah sakit. Ia abaikan tatapan mengintimidasi yang dilayangkan beberapa pengunjung, lantaran sikapnya dianggap membuat keributan.
Shen Wanwan tidak peduli.
Satu-satunya yang ada dalam otaknya sekarang hanyalah kabar yang baru saja dia peroleh dari Zhang Yiyi.
"Tunggu!" Shen Wanwan berseru keras saat melihat pintu lift hendak menutup. Beruntung orang di dalam lift mendengar dan segera menahan pintu dengan tangannya.
Secepat kilat Shen Wanwan langsung masuk, kemudian menyandarkan punggungnya pada dinding lift.
"Fiuh, hampir saja." Shen Wanwan masih mengatur napasnya yang sedikit tersengal, "Terima kasih ba—"
Kalimat Shen Wanwan terhenti dengan mudah setelah melihat sosok pria yang tersenyum lebar di sampingnya.
"Kau pelayan di kafe Nona Zhang Yiyi bukan?"
Dengan gerakan layaknya robot, Shen Wanwan mengangguk kaku. "Kalau tidak salah namamu ... Yan ..."
"Feng Yan."
"Ah, benar!" Shen Wanwan sedikit berteriak sambil menepukkan kedua tangan. "Aku ingat. Kau yang pernah menggantikan Lin Xiang sebelumnya bukan?"
Feng Yan mengangguk seraya tersenyum. Tanpa sadar senyuman pria itu berhasil meninggalkan semburat rona merah di pipi Shen Wanwan.
"Ada perlu apa kau datang ke sini?" tanya Shen Wanwan penasaran.
"Aku ke sini karena mengkhawatirkan kondisi Nona Lin Xiang," jawab Feng Yan polos. "Ini sebagai bentuk pengabdian. Setelah Nona sadar nanti, aku akan bekerja sebagai pengawalnya."
"Begitu, ya?" Shen Wanwan mendesah pelan. Ada raut iri yang terlukis di wajahnya. "Lin Xiang sangat beruntung. Bukan hanya mendapatkan calon suami yang tampan dan kaya raya. Dia juga mendapat pengawal yang sangat tampan seperti dirimu."
Feng Yan menoleh dengan mata berkedip polos. "Tampan?"
Sadar baru saja kelepasan bicara, Shen Wanwan buru-buru menggelengkan kepala. Sayang, dia tidak mampu menyembunyikan wajahnya yang terlanjur memerah.
"Lu-Lupakan. Aku tidak mengatakan apapun. Sungguh."
Tawa Feng Yan berderai. Ia refleks mengusap kepala Shen Wanwan karena gemas melihat ekspresi gadis itu.
"Kau benar-benar lucu, Shen Wanwan."
Mata sipit Shen Wanwan membelalak lebar. "Kau tahu namaku?"
"Tentu saja." Feng Yan tersenyum penuh arti. "Aku harus tahu siapa saja orang terdekat Nona Lin Xiang. Menurutku, Nona jauh lebih beruntung karena memiliki sahabat seperti dirimu."
Bohong jika Shen Wanwan tidak tersipu mendengar pujian yang dilayangkan padanya. Terlebih pujian itu meluncur bebas dari pria setampan Feng Yan.
TING!
Pintu lift terbuka. Feng Yan mengajak Shen Wanwan untuk berjalan berdampingan menuju ruang ICU tempat Lin Xiang menjalani perawatan intensif.
Tak ada obrolan yang tercipta di antara mereka. Keduanya sama-sama saling melempar senyuman dengan sorot mata masing-masing yang berbinar terang.
Hanya beberapa detik saja senyuman itu bertahan menghiasi wajah mereka. Keduanya langsung bungkam setelah melihat beberapa orang berkumpul di depan ruang ICU tempat Lin Xiang dirawat.
"Ada apa ini?"
Suara bergetar Shen Wanwan membuat semua orang menoleh. Ia masih berdiri di samping Feng Yan hingga Zhang Yiyi berjalan menghampirinya.
"Wanwan ...."
"Kakak, ada apa? Katakan padaku apa yang terjadi?" wajah Shen Wanwan berubah panik, "Lin Xiang baik-baik saja 'kan?"
Zhang Yiyi menggeleng. "Tekanan darahnya tiba-tiba menurun. Dokter sedang memeriksanya di dalam."
Shen Wanwan seketika berlari mendekati ruang ICU. Ia membekap mulutnya saat melihat beberapa tim medis mengelilingi ranjang Lin Xiang. Sementara Gu Changdi masih berada di dalam sana dan terlihat berbicara dengan salah satu dari tim medis.
"Tidak ... Lin Xiang ...."
Shen Wanwan tidak menyadari bahwa sedari tadi Feng Yan memandanginya. Pria itu melangkah mendekati Shen Wanwan. Tanpa aba-aba, Feng Yan mengulurkan tangannya untuk merangkul bahu gadis itu.
"Nona pasti baik-baik saja," tuturnya memberikan ketenangan pada Shen Wanwan.
Tak ada kata yang keluar dari bibir Shen Wanwan. Gadis itu memilih diam dan larut dalam kehangatan yang diberikan Feng Yan. Sedikit merasa jauh lebih baik dari sebelumnya.
Zhang Yiyi tersenyum tipis melihat interaksi Feng Yan dan Shen Wanwan. Ia berniat mendekati mereka, sebelum seseorang secara mengejutkan justru menarik tangannya. Sosok pria yang sudah dikenalnya sebagai tangan kanan Gu Changdi.
"Duduklah."
Zhang Yiyi mengangguk kecil lalu menundukkan kepalanya. Menyembunyikan rona merah di wajah yang sayangnya terlanjur tertangkap oleh pria itu—Su Huangli.
"Ayah ...."
Fokus Gu Jinglei yang semula tertuju pada dua pasangan muda itu teralihkan berkat suara Su Rongyuan. Ia memeluk menantunya tersebut yang terlihat gusar.
Gu Jinglei membisikkan kata-kata menenangkan untuk Su Rongyuan. "Tenanglah. Tim medis sedang menanganinya."
Gu Jinglei terdiam sejenak. Memorinya kembali saat dia menemani Su Rongyuan dan Gu Changdi menunggu penanganan yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa Gu Jiangzen. Ketakutan itu kembali menyeruak dalam diri pria berusia 70 tahun tersebut.
"Lin Xiang pasti baik-baik saja ...."
***
Wajah memerah dengan napas tersengal-sengal, disusul geraman layaknya binatang buas. Kesabaran Gu Changdi mulai mencapai batasnya. Luapan emosi yang selama ini ditahannya meledak dalam sekejap setelah dokter memberitahu kondisi Lin Xiang tiba-tiba menurun drastis.
"Sebenarnya apa saja yang sudah kalian lakukan, hah?! Kenapa kondisinya tiba-tiba menurun seperti ini?!"
Gu Changdi tidak peduli lagi dengan tatapan ketakutan tim medis yang menangani kondisi Lin Xiang. Termasuk anggapan mereka soal keberadaannya yang dinilai sedikit menganggu kinerja mereka.
Gu Changdi tidak akan pernah pergi sedetik pun dari sisi Lin Xiang. Ia harus melihat dan memastikan sendiri bahwa kondisi Lin Xiang baik-baik saja.
Meski keraguan mulai menguasai Gu Changdi. Disusul ketakutan yang luar biasa jika gadis itu sampai pergi dari sisinya.
"Ma-Maafkan kami, Tuan. Kami sudah melakukan apapun yang kami bisa, tapi ...," dokter itu mulai ketakutan lantaran menerima tatapan tajam milik Gu Changdi, "sepertinya ada sesuatu yang membuat Nona Lin Xiang enggan untuk membuka matanya."
Gu Changdi mengernyitkan dahi. "Apa maksudmu?"
"Ini ada kaitan dengan alam bawah sadarnya. Selama kami memantau, kondisi Nona Lin Xiang sebenarnya cenderung stabil. Kami sendiri tidak mengerti kenapa hari ini tiba-tiba tekanan darah Nona menurun drastis dan—"
Semua orang di dalam ruangan terkejut mendengar suara panjang dari mesin elektro-kardiograf.
"Dokter!" teriak salah satu suster yang sejak tadi memantau denyut nadi Lin Xiang. "Denyut nadinya tidak ada!"
"Siapkan alat pengejut jantung! CEPAT!"
Mata Gu Changdi membelalak lebar ketika melihat garis lurus di layar.
"TIDAK!" Gu Changdi berlari mendekati ranjang Lin Xiang, tetapi langkahnya terhenti saat tim medis lainnya berusaha menghalangi.
Kondisi emosi Gu Changdi yang tidak stabil dinilai akan mengganggu kinerja mereka untuk melakukan penanganan darurat kepada Lin Xiang.
"APA YANG KALIAN LAKUKAN?! LEPASKAN AKU!"
Gu Changdi terus meronta membalas perlakuan dua tim medis tersebut.
BRAK!
Pintu ruang ICU terbuka lebar, memperlihatkan Wang Chen dan Feng Yan yang datang untuk menarik Gu Changdi keluar.
Semua orang yang berada di luar ruangan jelas melihat bagaimana kepanikan mendominasi ruang ICU. Terlebih saat Gu Changdi langsung berlari menghampiri ranjang Lin Xiang yang sedang ditangani oleh tim medis.
"LEPAS!"
Gu Changdi berusaha melawan, tetapi tenaga Wang Chen dan Feng Yan lebih kuat dari perkiraannya. Su Huangli datang menyusul dari belakang.
"Changdi, kita harus keluar. Biarkan tim medis yang menangani kondisi Lin Xiang," Su Huangli terus membujuk Gu Changdi. "Jika kau seperti ini, kau akan mengganggu kinerja mereka."
Gu Changdi semakin memberontak dengan kepanikan dan kemarahan yang menguasai emosinya. Bunyi panjang dari mesin elektro-kardiograf itu terus menghantui pikiran Gu Changdi.
"LIN XIANG BUKA MATAMU!"
Gu Changdi semakin kalap ketika mereka berhasil menariknya sampai di penghujung pintu.
"SIAPA YANG MENYURUHMU PERGI, HAH?!" Gu Changdi semakin lepas kendali. "KAU TIDAK BOLEH PERGI!"
Cairan bening mulai membasahi kedua mata Gu Changdi. Pria itu terperangah melihat bagaimana tubuh Lin Xiang sempat terangkat ke atas saat alat pengejut jantung itu menempel di bagian dadanya.
"LIN XIAAANG!"
TO BE CONTINUED