"Jadi orang tua Lin Xiang meninggal karena kecelakaan?"
Wang Chen mengangguk. "Benar, Tuan. Menurut laporan dari orang yang saya temui, orang tua Nona Lin Xiang mengalami kecelakaan mobil. Pada hari yang sama dengan kecelakaan mobil yang dialami mendiang Tuan Gu Jiangzen," lanjutnya.
Gu Jinglei menoleh dengan mata membelalak lebar. "Mereka mengalami kecelakaan di hari yang sama?!"
Anggukan kecil kembali Wang Chen berikan pada Gu Jinglei. "Awalnya saya juga tidak percaya. Tapi, pengakuan orang itu membuat saya berpikir bahwa kejadian ini bukan hanya kebetulan semata, Tuan."
Keheningan mendominasi kamar Gu Jinglei. Kakek berusia 70 tahun itu sama sekali belum memberikan respon. Matanya terpejam sejenak saat kepingan-kepingan masa lalu itu kembali menyeruak masuk dalam kepalanya.
*
"Presdir Gu."
Gu Jinglei menoleh dan menatap datar melihat kedatangan sosok pria berseragam kepolisian. Sebenarnya dia enggan berbicara dengan siapapun. Sejak mendapat kabar kecelakaan yang menimpa Gu Jiangzen, Gu Jinglei lebih disibukkan menenangkan Su Rongyuan dan Gu Changdi. Mereka saat ini masih menunggu tim medis yang sedang berupaya menyelamatkan Gu Jiangzen di dalam ruang operasi.
"Sebelumnya, izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Ji Yian, kepala kepolisian wilayah Shanghai. Jika Anda tidak keberatan, bisakah kita mengobrol sebentar? Ada yang ingin saya bicarakan terkait kecelakaan mobil yang dialami Tuan Gu Jiangzen," jelas pria yang mengaku bernama Ji Yian tersebut.
Gu Jinglei melirik sekilas pada Su Rongyuan. Sang menantu hanya mengangguk kecil, mengizinkannya pergi untuk berbicara dengan Ji Yian.
"Baiklah, kita bicara di tempat lain," ucap Gu Jinglei.
Ji Yian mengangguk dan mengikuti Gu Jinglei yang sudah berjalan lebih dulu di depannya. Mereka pun berhenti di sebuah persimpangan lorong rumah sakit yang terlihat sepi.
"Katakan, apa yang kau temukan tentang kecelakaan yang menimpa putraku?"
"Kami menemukan sesuatu yang janggal dengan mobil yang dikendarai Tuan Gu Jiangzen." Ji Yian terdiam sejenak. "Rem mobilnya mengalami kerusakan. Dan setelah kami selidiki, kondisi rem seperti sengaja dirusak oleh seseorang."
Penjelasan yang diberikan Ji Yian jelas membuat Gu Jinglei kaget bukan main. "Maksudmu ... ada yang sengaja ingin mencelakai Gu Jiangzen?" tanyanya tidak percaya.
"Kami masih perlu menyelidikinya lebih lanjut, Presdir. Menurut saksi mata di lokasi kejadian, ketika melewati jalan turunan, ada mobil dari arah berlawanan yang tiba-tiba masuk ke lajur yang dilalui mobil Tuan Gu Jiangzen. Sepertinya Tuan Gu Jiangzen berhasil menghindari mobil tersebut, tetapi begitu menyadari rem mobil dalam kondisi blong, Tuan Gu Jiangzen panik hingga spontan membanting setir sampai mobil menabrak pembatas jalan dan terbalik."
Tangan Gu Jinglei mengepal kuat. Ia sungguh tidak tahan mendengar kronologis kecelakaan yang dialami Gu Jinglei. Terlebih setelah mengetahui fakta bahwa kemungkinan ada seseorang yang dengan sengaja berniat mencelakai putranya.
"Ada satu hal lagi yang perlu Anda ketahui, Presdir." Ji Yian kembali memberikan penjelasan. "Mobil yang berada di belakang mobil Tuan Gu Jiangzen ikut terkena imbasnya. Pengemudi mobil turut membanting setir untuk menghindari mobil yang salah masuk lajur itu, tetapi sayangnya mobil mereka langsung terperosok ke dalam jurang.
Mata Gu Jinglei membulat sempurna, "A-Apa penumpangnya selamat?"
Ji Yian menggeleng. "Tidak ada satupun dari mereka yang selamat, Presdir. Mereka meninggal di tempat kejadian."
Gu Jinglei mengusap wajahnya kasar. Ia tidak mampu menutupi kesedihannya mendengar kabar duka tersebut.
"Siapa mereka?" tanya Gu Jinglei penasaran.
"Kami masih menyelidikinya, Presdir. Menurut laporan temuan kami, mereka pasangan suami-istri."
*
Seperti mendapat pencerahan, Gu Jinglei langsung menatap Wang Chen penuh harap. "Wang Chen, temui Ji Yian. Dulu dia kepala kepolisian di daerah Shanghai yang menangani kasus kecelakaan yang menimpa Gu Jiangzen. Kecelakaan itu tidak hanya melibatkan Gu Jiangzen saja. Ada pasangan suami-istri yang turut menjadi korban. Cari tahu identitas pasangan suami-istri itu," ujarnya.
"Baik, saya mengerti."
"Untuk hari ini cukup. Terima kasih atas laporanmu. Kau boleh pergi." Gu Jinglei mengibaskan tangannya yang segera diangguki oleh Wang Chen. Pria itu melangkah keluar, meninggalkan Gu Jinglei yang masih betah berdiri di dekat jendela.
Tangannya yang keriput mencengkeram kuat tongkat yang menjadi pegangannya. Firasatnya mengatakan bahwa pasangan suami-istri yang terlibat dalam kecelakaan yang dialami Gu Jiangzen adalah orang tua Lin Xiang. Namun, Gu Jinglei terus mencoba untuk tetap berpikir positif.
"Semoga saja bukan mereka ..."
CKLEK!
"Ayah?"
Gu Jinglei terkesiap kaget mendengar suara Su Rongyuan. Tidak seharusnya dia melupakan kebiasaan menantunya yang suka muncul di waktu yang tidak tepat.
"Ada apa?" tanya Gu Jinglei setelah berbalik dan berjalan menghampiri Su Rongyuan.
"Aku melihat Wang Chen baru saja keluar dari kamar Ayah. Apa terjadi sesuatu?" tanya Su Rongyuan dengan mata berkedip polos.
"Tidak ada."
"Ayah yakin?"
Gu Jinglei mengangguk. "Ngomong-ngomong, di mana Gu Changdi? Apa dia tidak ke kantor lagi?"
"Gu Changdi memang tidak ke kantor selama beberapa hari, Ayah. Itu karena aksi mogok makan yang dilakukan Lin Xiang," jawab Su Rongyuan sambil mendesah kecewa.
"Apa sampai sekarang Gu Changdi masih membiarkan gadis itu melanjutkan aksi konyolnya?! anak itu benar-benar ..."
Su Rongyuan terkejut melihat Gu Jinglei tampak berjalan keluar dari kamar dengan penuh emosi. Khawatir terjadi hal buruk, dia bergegas menyusul ayah mertuanya.
***
Lin Xiang merasa tenaganya mulai diambang batas. Rasa nyeri di perut, ditambah dengan kepala yang berdenyut dan juga tenggorokan yang terasa kering. Wajar saja, sudah hampir 3 hari dia tidak makan maupun minum. Katakan saja Lin Xiang memang nekat, sengaja melakukan aksi mogok makan agar Gu Changdi memberinya izin untuk pulang.
"Sakit ...."
Lin Xiang menggumam pelan ketika merasakan nyeri di perutnya. Ia terus berguling-guling di atas ranjang sambil menahan rasa sakit di perut yang kian menyiksa.
BRAK!
Pintu kamar tiba-tiba terbuka lebar, memunculkan sosok Gu Changdi lengkap dengan wajah murka.
"Apa yang kau inginkan?!"
Lin Xiang tidak menjawab. Atensinya justru tertuju pada Meimei yang berdiri di belakang Gu Changdi. Gadis itu membawa nampan dengan makanan dan minuman.
"Aku ingin pulang."
"Dan kau tetap akan mogok makan sampai aku mengizinkanmu pulang?"
Lin Xiang mengangguk lemah. Dalam hati dia berdoa agar Gu Changdi menuluskan permintaannya. Jujur, Lin Xiang sudah tidak sanggup lagi bertahan dengan perut kosong dan tenggorokan kering. Demi Tuhan, ini sangat menyiksa!
"Baik, kau boleh pulang. Tapi setelah menghabiskan makananmu."
"GU CHANGDI!"
Teriakan keras dari arah pintu membuat semua orang menoleh kaget. Di sana sudah ada Gu Jinglei dan Su Rongyuan. Yang baru saja berteriak sudah pasti Su Rongyuan. Wanita itu langsung menyeruak masuk dan menghampiri Gu Changdi.
"Kenapa kau izinkan Lin Xiang pulang?!"
Decakan kesal keluar dari bibir Gu Changdi. "Salahkan saja sikap keras kepalanya yang membuatku muak," jawab Gu Changdi sarkastik.
"GU CHANGDI!"
Gu Changdi mengabaikan teriakan Su Rongyuan dan memilih pergi dari kamar Lin Xiang. Sebelum pergi, pria itu menatap sekilas pada Lin Xiang yang tampak masih syok di atas ranjang. Tidak percaya jika Gu Changdi akan memberinya izin semudah ini.
"Lakukan saja apa maumu. Aku tidak akan peduli lagi."
Nyut~
Entah mengapa kata-kata yang diucapkan Gu Changdi terdengar tajam, layaknya pisau yang baru saja menembus ulu hati Lin Xiang.
'Seharusnya aku senang sudah diizinkan pulang. Tapi ... kenapa di sini rasanya sakit sekali?'
TO BE CONTINUED