Tentu saja sekolah Newton Era Intelligence School kedatangan banyak murid baru untuk tahun ajaran yang baru ini. Ketiga bersaudara Suzuki ada di antara murid-murid baru tersebut. Mereka terpaksa harus mengikuti tes saringan masuk lagi.
Sungguh tidak disangka-sangka sebelumnya… Natsumi Kyoko yang memiliki prestasi luar biasa langsung diizinkan duduk di tingkat tiga SMA. Sementara Shunsuke Suzuki dengan tingkat kemampuan yang biasa-biasa saja terpaksa harus mengulang kembali di tingkat dua SMA. Ciciyo Suzuki dengan tingkat kemampuan menengah dimasukkan ke tingkat satu SMA.
"Shit! Dasar memang otakku tidak bisa diandalkan! Aku disuruh mengulang kembali di tingkat dua!" kata Shunsuke melotot terus ke hasil tes saringan masuknya dengan raut muka masam.
"Kak Natsumi… Kau luar biasa sekali, Kak… Kau langsung diizinkan naik ke tingkat tiga… Tidak sia-sia didikan Ibu yang keras dan segala bentuk hukuman yang diberikannya padamu, Kak…" kata Ciciyo melihat hasil tes saringan masuk milik kakak perempuannya dengan mata yang membelalak lebar.
Shunsuke juga melihat hasil tes saringan masuk adik pertamanya dengan mata yang membelalak lebar. Natsumi Kyoko hanya sedikit menundukkan kepalanya dan mengulum senyumannya.
"Sebenarnya kau sangat pintar, Natsumi. Aku heran kenapa tuntutan Ibu Angkat terhadapmu selama ini begitu tinggi. Sungguh mengherankan… Apakah memang Ibu Angkat itu adalah seorang ibu yang tidak pernah puas terhadap segala pencapaian anak-anaknya?" Tampak Shunsuke sedikit mengerutkan dahinya.
"Mungkin dia hanya ingin yang terbaik buat kita sebagai anak-anaknya, Bang Shunsuke…" kata Natsumi Kyoko dengan sebersit senyuman tipis.
"Kau tidak pernah menyalahkannya selama ini?" tanya Shunsuke masih dengan kerutan yang sama di dahinya.
Natsumi Kyoko menggeleng lembut. "Bagaimanapun juga, dia tetaplah ibu yang telah membesarkan kita, Bang. Aku hanya bisa sebisaku mewujudkan segala pengharapannya terhadapku. Di luar dari itu, aku hanya akan angkat tangan dan mengatakan aku tidak bisa."
"Dan kau akan terus membiarkan Ibu Angkat menekanmu dan memberimu segala macam hukuman yang tidak adil?" tanya Shunsuke terperengah.
"Mungkin jika suatu saat nanti ketika aku sudah tidak tahan, aku hanya bisa… hanya bisa… berlari dan menghindar, Bang Shunsuke…" Senyuman lemah lembut tampak menghiasi wajah Natsumi Kyoko yang cantik jelita.
Senyuman keceriaan kembali merekah di sudut bibir Shunsuke.
"Oke deh… Tetap semangat, Natsumi… Abang Shunsuke akan selalu di sampingmu, mendukung dan membantumu." Terlihat Shunsuke membelai-belai kepala adik pertamanya dengan gemas.
Tampak Ciciyo yang sejak tadi berjalan di belakang mereka dan diam-diam memperhatikan mereka. Segala macam perasaan bercampur aduk nan berbaur satu sama lain dalam kesadarannya.
***
"Halo, semuanya… Namaku Natsumi Kyoko Suzuki… Senang bertemu dengan teman-teman semua…" Terdengar Natsumi Kyoko memperkenalkan diri di kelas Maxy Junior dan kawan-kawan. Sontak murid yang perempuan berdecak kagum dengan wajah Natsumi Kyoko yang cantik jelita dan pembawaannya yang lemah lembut. Dan murid yang laki-laki, termasuk empat sahabat Maxy Junior, terus memandangi wajah Natsumi Kyoko yang cantik menggemaskan, lekuk-lekuk tubuhnya yang proporsional nan aduhai menggoda, serta tindak-tanduknya yang begitu membius nan lemah lembut.
"Wah… Benaran cantik cewek ini apabila dilihat di siang bolong begini…" kata Verek Felix dengan seringai nakal.
"Hanya ada satu bangku kosong di kelas ini… Di sebelah Maxy Junior… Selamat ya, Maxy…" kata Saddam Demetrio menepuk-nepuk ringan bahu Maxy Junior. Maxy Junior hanya tersenyum simpul. Diam-diam keempat sahabat Maxy Junior tertawa cekikikan di belakang.
"Duduk saja di tempat kosong di samping Maxy Junior, Natsumi. Maxy Junior adalah salah satu murid unggulan di sekolah ini. Ada yang tidak kaumengerti, bisa kautanyakan kepadanya," kata si guru laki-laki itu.
Natsumi Kyoko sedikit terperanjat kaget. Mati pun dia tidak menyangka dia akan bertemu dengan lelaki player yang tak sengaja dikenalnya di pub kemarin malam. Dia berjalan ke tempat duduknya di samping Maxy Junior dengan jantungnya yang langsung berdegup kencang tak karuan.
Maxy Junior sedikit meminggirkan barang-barangnya karena satu meja panjang itu akan mereka kongsi berdua. Natsumi Kyoko menghampiri tempat duduknya dan sedikit melambaikan tangan dan tersenyum tipis pada Maxy Junior. Keempat sahabatnya yang duduk di dua baris belakang mereka kontan mengernyitkan dahi dan saling berpandangan sesaat.
Begitu Natsumi Kyoko duduk, langsung seisi kelas bersorak ramai dan bertepuk tangan riuh. Senyuman pada wajah Maxy Junior yang menggantung sejak tadi, kini mulai mengembang dan berubah menjadi senyuman menawan yang menjadi ciri khasnya.
"Sudah… Sudah… Baru mereka duduk sebangku, kalian sudah heboh seperti ini. Simpan dulu tepuk tangan dan sorak-sorai kalian ketika mereka resmi jadian nanti…" kata Pak Rey ikut-ikutan mencomblangkan si cewek baru dengan anak salah satu pemilik saham mayoritas di sekolah itu.
Seisi kelas bersorak ramai lagi. Wajah Natsumi Kyoko merona dan ia sedikit menundukkan kepalanya, petanda tersipu malu. Maxy Junior juga sedikit tersipu malu sembari terus melemparkan senyuman menawannya.
"Sudah… Sudah… Hari ini hari kedua tahun ajaran baru yang sekaligus merupakan tahun terakhir kalian di SMA ini. Ada beberapa hal yang ingin Bapak sampaikan berkenaan dengan kurikulum pembelajaran kalian di tahun terakhir ini dan juga berkenaan dengan ujian akhir sekolah Januari mendatang."
"Iya, Pak…" kata murid-murid serempak. Karena kurikulum pembelajaran sekolah itu yang memang agak berbeda dengan sekolah-sekolah lain, bentuk-bentuk pelatihan dan ujiannya tentu saja berbeda dengan sekolah-sekolah lain. Semuanya berbasis internet dan komputer.
Suara Pak Rey Van Gohzali yang menjelaskan di depan semakin memudar dan memudar di telinga keempat sahabat yang kini saling berbisik di belakang.
"Kok rasa-rasanya cewek cantik ini sudah mengenal Maxy Junior ya?" kata Thobie Chiawan mengerutkan dahi.
"Iya… Di mana mereka pernah berkenalan sebelumnya? Beruntung sekali Maxy Junior kita, Friends," kata Saddam Demetrio.
"Yang jelas sehabis pulang sekolah nanti, kumpul saja di tempatku. Kita akan menginterogasi Maxy Junior habis-habisan," celetuk Rodrigo Wisanto.
"Iya… Penasaran aku di mana mereka berkenalan sebelumnya. Sepertinya mereka cepat sekali akrab dan sudah tahu nama masing-masing," kata Verek Felix seraya terus memperhatikan Maxy Junior dan Natsumi Kyoko yang duduk di depannya dengan kerutan mendalam pada dahinya.
Hal yang sama juga terjadi pada Shunsuke Suzuki yang rupa-rupanya masuk ke dalam kelas Mary Juniar Tanuwira.
"Siapa namamu, Ganteng…? Namaku adalah Georgina… Georgina Ruby Liuwis…" kata salah seorang murid perempuan dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Seisi kelas menyorakinya. Beberapa teman yang sudah akrab dengannya, terlihat mendorong-dorong kepalanya.
Shunsuke Suzuki hanya tersenyum tipis seraya sedikit menundukkan kepalanya.
"Halo… Namaku Shunsuke Suzuki… Senang bertemu dengan semuanya…" kata Shunsuke Suzuki memperkenalkan dirinya dengan sebersit senyuman lebar yang menghiasi wajahnya yang ganteng maksimal.
"Oke… Hanya ada satu bangku kosong di sini, di sebelah Mary Juniar. Duduk saja di sebelah Mary Juniar…" kata si Georgina Ruby lagi menunjuk ke bangku kosong di samping Mary Juniar.
Mary Juniar menepuk ringan tangan temannya. Sontak wajahnya mulai merona merah. Dengan sebersit senyuman manis, dia sedikit menundukkan kepalanya tatkala dilihatnya si lelaki tampan mulai berjalan ke tempatnya dan duduk di sebelahnya.
Sontak seisi kelas bertepuk tangan riuh.
"Sudah… Sudah… Kembali ke penjelasan Bapak tadi ya… Hari ini hari kedua di tahun ajaran yang baru ini. Bapak akan menyampaikan sedikit kira-kira apa yang akan kalian pelajari selama setahun ke depan ya…"
Mary Juniar sedikit menoleh ke samping. Tampak Shunsuke Suzuki sudah mendengarkan penjelasan guru di depan dengan serius. Entah kenapa jantung Mary Juniar mulai berdegup kencang. Dia mulai tidak bisa mengontrol detak jantungnya. Dia mulai merasa heran kenapa dia bisa merasa demikian.
Ada apa denganku? Dengan Bang Maxy saja yang aku sukai dan aku kagumi semenjak kami masih kecil, aku tidak seperti ini. Aku bahkan tidak kenal siapa laki-laki ini, meski… meski… meski harus kuakui wajahnya itu begitu… begitu tampan… Apa yang telah terjadi padaku?
Mary Juniar menghela napas panjang. Detik-detik berikutnya, ia sudah tampak berusaha berkonsentrasi terhadap penjelasan guru di depan kelas.
"Itu apa ya?" tanya Mary Juniar seraya menunjuk ke salah satu tulisan si guru di papan tulis yang menurutnya tidak terbaca karena terlalu kecil. Mary Juniar agak maju ke sebelah kiri karena tulisan kecil itu berada pada papan tulis yang sebelah kiri.
Shunsuke Suzuki tahu tulisan yang ditunjuk oleh Mary Juniar. Oleh sebab itulah, ia langsung menjawab,
"Jadwal kegiatan ekstrakurikuler…"
Akan tetapi, pas Shunsuke Suzuki berbalik ke kanan untuk menatap lawan bicaranya sejenak, dia langsung kaget sedikit karena menyadari wajahnya dan wajah Mary Juniar terlalu berdekatan. Untuk beberapa detik lamanya, dia merasakan ada semacam perasaan aneh nan tak terdeskripsikan bergelitar di muara hatinya.
"Sorry… Really really sorry…" Mary Juniar memundurkan wajahnya. Ia menjadi sedikit salah tingkah setelah itu.
Shunsuke Suzuki sedikit salah tingkah juga. Ia sedikit menundukkan kepalanya dan menggaruk kepalanya yang sesungguhnya tidak terasa gatal.
Beberapa teman Mary Juniar sempat menangkap adegan itu dari tempat duduk mereka di belakang. Karena si guru sedang dalam proses menjelaskannya di depan, tidak ada yang berani bersorak riuh. Mereka hanya diam-diam tertawa cekikikan di tempat duduk mereka.
Detik-detik berlalu. Shunsuke Suzuki dan Mary Juniar kembali berkonsentrasi pada penjelasan guru di depan kelas.