Siang ini tampak Kendo Suzuki mengunjungi rumah sang kekasih gelapnya. Karena anak-anak masih berada di sekolah dan akan pulang menjelang jam-jam limaan nanti, dia dan Liana Fransisca bebas melakukan apa saja di kamar wanita itu. Liana Fransisca memberitahu kepada sepuluh pembantu dan tukang kebunnya untuk tidak masuk ke rumah besar jika tidak dipanggil karena sedang ada pembicaraan bisnis yang sangat penting dan ia tidak ingin diganggu.
Sepuluh pembantu dan tukang kebunnya mengangguk mengiyakan tanpa berani banyak protes.
Maka dari itu, Kendo Suzuki dan Liana Fransisca langsung bercinta di dalam kamar wanita itu. Ranjang Liana Fransisca yang berguncang lembut menjadi saksi bisu hubungan intim mereka siang itu.
"Kau masih saja begitu hebat, Kendo…" Tampak napas Liana Fransisca yang tersengal-sengal mengimbangi gerakan memompa dari Kendo Suzuki yang memang tahan lama di atas ranjang.
Kendo Suzuki melenguh panjang dan menyemburkan sari-sari vitalnya di dalam liang kehangatan Liana Fransisca. Setelah memastikan semua gairahnya tersalurkan, dia turun dari ranjang dan kembali mengenakan undies-nya. Liana Fransisca sendiri kembali mengenakan pakaian dalamnya dan kembali membaringkan diri di atas ranjang, menyelinap ke dalam pelukan badan hangat Kendo Suzuki yang sudah basah akan keringatnya.
"Benarkah? Apakah aku masih sehebat dulu? Anakku sudah beranjak dewasa semua dan aku pun sudah tua. Aku kira performaku menurun lima tahun belakangan ini, Liana," ujar Kendo Suzuki seraya menghela napas panjang dan menerawang ke langit-langit.
"Kenapa? Apakah si Faustina itu mengatakan performamu di atas ranjang sudah menurun dalam lima tahun belakangan ini?" Liana Fransisca tergelak sejenak.
"Dia sering sekali menolakku dalam lima tahun belakangan ini. Aku sudah pernah bilang padamu waktu itu kan?" tukas Kendo Suzuki sedikit kesal.
"Dia tidak tahu mengenai hubungan kita kan?" Mata Liana Fransisca sedikit membesar.
"Tentu saja tidak… Aku kan pintar menjaga rahasia. Aku juga pandai menahan diri sampai sekarang ini tidak membuka diri dan mengakui jati diriku di depan anak-anakku yang lain," gumam Kendo Suzuki memajukan sepasang bibirnya ke depan dengan sikap manja.
Kembali Liana Fransisca terbahak sejenak.
"Akan ada waktunya, Kendo… Akan ada waktunya ketika kita sudah berhasil menyingkirkan si Faustina itu dan kau dengan bebas bisa mengakui anak-anakmu yang lain ini," kata Liana Fransisca membelai dada dan wajah Kendo Suzuki dengan sebersit senyuman penuh arti.
Kendo Suzuki mengangguk mantap.
"Kau tidak cari tahu jangan-jangan dia juga punya simpanan di luar? Dengan demikian, kan kau memiliki alasan untuk cepat-cepat menceraikannya. Hanya saranku sih…" ujar Liana Fransisca lagi berusaha menuang bensin ke dalam api.
"Tidak… Malas aku cari tahu segala hal yang berhubungan dengan wanita itu lagi. Aku sesampainya di rumah setiap malam pun langsung tidur. Malas kupedulikan wanita itu lagi. Kalaupun dia memang ada berselingkuh di belakangku selama ini, anggap saja kami impas."
Liana Fransisca kembali tergelak.
"Oke deh… Sudah pukul tiga juga rupanya, Kendo… Kita harus siap-siap kembali ke kantor masing-masing kalau begitu. Nanti silap-silap kalau anak-anak pulang cepat, ketahuan pula kita."
"Memangnya jadwal anak-anak hari ini pulang cepat?" tanya Kendo Suzuki mengernyitkan dahinya.
Liana Fransisca turun dari ranjang dan bergerak ke kamar mandi. Dia menghidupkan keran air panas dan air dingin dalam waktu bersamaan.
"Tidak jelas juga aku… Aku sibuk banget dengan kerjaanku sehari-hari di kantor. Mana punya waktu aku untuk menghafal jadwal anak-anak satu per satu."
Kendo Suzuki hanya mangut-mangut. Dia juga bergerak turun dari tempat tidur dengan hanya mengenakan undies-nya yang berwarna hitam kecokelatan. Dia bergerak ke meja tulis Liana Fransisca yang ada di dekat jendela kamarnya dan membuka salah satu lacinya. Dia mengeluarkan sebotol cairan warna putih keabu-abuan dari laci dan terus menatap cairan dalam botol itu dengan sinar mata penuh arti.
Liana Fransisca keluar dari kamar mandi. Dia tersenyum geli dengan tingkah suami selingkuhannya itu.
"Aku harus berterima kasih padanya, Liana. Jika bukan karena dia, aku takkan bisa memberimu permainan yang lebih dari setengah jam tadi," ujar Kendo Suzuki menyeringai lebar, masih tetap menatap cairan putih keabu-abuan dalam botol tersebut.
"Makanya tadi kubilang kau tetap saja hebat seperti dulu. Si Faustina itu sendiri yang sudah menua dan menurun daya tahan tubuhnya, sehingga ia tidak bisa mengimbangi permainanmu lagi di atas ranjang. Salahnya sendiri kenapa tidak percaya dan tidak mau memakai produk ini," ujar Liana Fransisca sembari memajukan sepasang bibirnya ke depan.
"Ini adalah bahan mentah yang belum dicampurkan dengan bahan tambahan yang satunya lagi kan?" Kendo Suzuki melayangkan satu retorik berkenaan dengan cairan putih keabu-abuan yang masih berada dalam genggaman tangannya.
Liana Fransisca menggeleng lembut. "Belum, Kendo…"
"Bahan tambahan apa lagi sih kalau aku boleh tahu?" tanya Kendo Suzuki lagi sambil mengedipkan sebelah matanya dengan seringai nakal.
Tampak Liana Fransisca sedikit menundukkan kepalanya dengan tidak enak hati.
"Seperti janji kita selama ini, Kendo… Setelah kita benar-benar bersama nanti, setelah aku benar-benar bisa melewati malam demi malam yang tenang bersamamu, aku akan…"
Kendo Suzuki kontan menaikkan tangan kanannya ke udara dan menghentikan kalimat istri selingkuhannya,
"Cukup… Aku hanya bercanda tadi…" Kembali Kendo Suzuki menyeringai nakal. Liana Fransisca hanya bisa sedikit tertunduk malu.
Kendo Suzuki menyimpan kembali botol tersebut ke dalam laci. Dia berdiri dengan menampilkan tubuhnya yang tinggi, tegap, bedegap nan atletis, menampakkan tubuhnya yang seksi menggiurkan dengan hanya mengenakan undies-nya, dan berjalan menghampiri tubuh seksi menggoda istri selingkuhannya yang hanya terbalut pakaian dalam.
"Itu sama sekali tidak penting bagiku. Yang penting bagiku sekarang hanya satu…" Kendo Suzuki berdiri tepat di hadapan istri selingkuhannya.
Liana Fransisca perlu sedikit menengadahkan kepalanya guna menatap mata Kendo Suzuki.
"Apa itu, Kendo?"
"Gairahku naik lagi, Sayang… Bisa kita selesaikan cepat-cepat dan habis itu kita baru mandi bersama di dalam?"
Liana Fransisca tergelak sejenak. Kendo Suzuki kembali membawa sekujur tubuh dan jiwanya ke langit ketujuh dengan berbagai teknik permainan dalam berbagai posisi.
Siang yang damai meladung di kompleks perumahan mewah tempat Liana Fransisca Sudiyanti tinggal.
***
Beberapa hari berlalu… Di sekolah baru mereka, akhirnya ketiga bersaudara Suzuki sudah memiliki beberapa teman dekat dan ketiganya sudah terbiasa dengan jadwal kegiatan masing-masing di sekolah tersebut.
Pagi ini, Shunsuke Suzuki ingin mengantar adik pertamanya ke dalam kelas. Sebenarnya sejak di mobil tadi, Natsumi Kyoko sudah menolak habis-habisan. Namun, karena Shunsuke bersikeras ingin mengantar adik pertamanya ke dalam kelas, Natsumi Kyoko jadi tidak memiliki alasan yang tepat untuk menolaknya. Natsumi Kyoko berjalan ke arah ruangan kelasnya sambil menggigit bibir bawahnya. Dalam hati ia hanya bisa berharap semoga saja Maxy Junior belum tiba di sekolah atau belum masuk ke dalam kelas dan duduk di tempatnya.
Namun, mimpi buruk Natsumi Kyoko benaran menjadi kenyataan pagi itu. Dari jarak lima meter begitu, Shunsuke sudah sempat menangkap bayangan Maxy Junior yang melangkah masuk ke dalam kelas.
"Kau tidak bilang si lelaki player itu ternyata satu sekolah dan satu kelas denganmu, Natsumi?" Shunsuke memandangi adik pertamanya dengan kerutan yang dalam pada dahinya.
Natsumi Kyoko terpaksa hanya bisa menyeringai tipis. Shunsuke berjalan masuk ke dalam kelas. Mau tidak mau Natsumi Kyoko berjalan masuk ke dalam kelas juga.
Senyuman Maxy Junior yang tadinya sempat merekah karena melihat Natsumi Kyoko sudah datang, langsung membeku seketika tatkala dilihatnya sosok si abang protektif yang berjalan di samping Natsumi Kyoko.
Dengan terpaksa, Natsumi Kyoko duduk di tempatnya, di samping Maxy Junior. Kedua bola mata Shunsuke terbelalak seketika. Natsumi Kyoko hanya bisa duduk diam dengan sedikit menundukkan kepalanya. Tampak sebersit seringai sinis yang menghiasi wajah Maxy Junior yang tampan maksimal.