"Apa lagi yang ingin kaubicarakan, Bang Shunsuke?" tanya Natsumi Kyoko sedikit menghembuskan napas panjang tatkala abangnya masuk ke kamarnya jam delapan malam itu.
"Tentu saja ada banyak, Natsumi… Kenapa kau tidak memberitahuku di hari pertama kita pindah ke sana bahwasanya kau duduk sebangku dengan si lelaki player yang kita temui sewaktu ke pesta ulang tahun Yamin itu?"
"Apakah itu penting, Bang Shunsuke? Memangnya setelah aku memberitahumu ternyata aku duduk sebangku dengan Maxy Junior Tanuwira di sekolah yang baru itu, apa yang akan kaulakukan? Kau akan memindahkan tempat dudukku ke depan kelas seperti yang kaubilang tadi pagi?" ujar Natsumi Kyoko sedikit terperengah. Memang kadang sang abang angkat bisa berubah menjadi seorang abang yang begitu posesif dan cemburuan.
"Tentu saja… Kau tahu seorang lelaki player itu sangat berbahaya. Dia mengincarmu, Adikku Sayang. Jelas-jelas dari pandangan matanya aku bisa membaca apa sebenarnya yang diinginkannya. Dia mengincarmu dan suatu saat nanti dia pasti akan merayumu untuk naik ke atas ranjangnya. Dia akan menggauli dan merenggut kesucianmu, Adikku Sayang. Aku tidak ingin kau menyesal terlambat. Sebelum hal itu terjadi, aku ingin kau selalu waspada terhadapnya. Kalau bisa, jaga jarak darinya sejauh mungkin."
"Tidak mungkin, Bang Shunsuke. Tidak mungkin deh Maxy Junior orang yang seperti itu. Jika dia memang hanya ingin berhubungan intim denganku, tidak mungkin deh dia mau mengambil risiko mempertaruhkan kepalanya ke kipas angin dengan melindungiku tadi. Dia jelas-jelas melindungiku tadi sewaktu kipas angin itu patah dan terlepas. Kena kepalanya dan harus dijahit tiga jahitan. Kalau dia memang tidak tulus dan ujung-ujungnya memiliki suatu keinginan yang terselubung, masa dia rela melangkah sampai sejauh itu."
"Itu hanya akal-akalannya, Adikku Sayang. Aku paham betul watak seorang lelaki player itu bagaimana. Ia akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, ia akan mencampakkanmu seperti sampah. Habis manis sepah dibuang."
"Sejauh ini dia toh tidak mengajakku ke klub malam, atau ke rumahnya, atau ke tempat-tempat lainnya yang memungkinkan dia merenggut kesucianku, Bang Shunsuke. Aku tidak memiliki alasan untuk menghindar darinya."
"Kau sepertinya membelanya, Adikku Sayang… Kenapa kau selalu saja membelanya, Natsumi? Kenapa? Apa kau sudah mulai tertarik padanya? Apa kau sudah mulai menyerah di bawah pesona dan rayuannya?" Shunsuke Suzuki mulai terdengar setengah menghardik adiknya.
Natsumi Kyoko terlihat sedikit terperengah menghadapi kecemburuan abang angkatnya yang menurutnya tak beralasan.
"Aku tidak tertarik pada siapa pun di sini, Bang Shunsuke. Kumohon mengertilah! Aku hanya ingin berteman dengan siapa pun yang ingin berteman denganku. Aku baru pindah ke sekolah yang baru dan aku tidak ingin mencari masalah dengan siapa pun."
Shunsuke Suzuki mengeraskan rahangnya. Dia benar-benar marah. Adiknya yang selama ini selalu menurut padanya, mengalah padanya dan mendengarkan kata-katanya, kali ini bisa membangkang padanya hanya gegara seorang lelaki player asing yang baru saja ia kenal selama beberapa hari terakhir ini. Terdengar gigi-gigi Shunsuke Suzuki yang bergemeretak.
"Harus berapa kali kukatakan baru kau bisa mengerti dia itu lelaki yang berbahaya, Natsumi! Dia itu bukan lelaki baik-baik! Dia itu setan! Dia itu setan perenggut keperawanan gadis-gadis yang polos nan tidak tahu apa-apa sepertimu, Natsumi! Kusarankan padamu untuk menjauhinya jika kau tidak ingin menyesal di kemudian hari!"
"Aku bisa menjaga diriku sendiri, Bang Shunsuke. Kau tidak perlu terlalu mencemaskan aku. Sejauh ini memang Maxy Junior belum menunjukkan tanda-tanda ingin mengajakku ke klub malam dan melakukan hal-hal kurang ajar padaku. Jika memang dia menunjukkan gejala-gejala seperti itu di kemudian hari, aku berjanji padamu aku akan langsung menjauhinya. Sekarang kau sudah tenang kan, Bang Shunsuke?"
Natsumi Kyoko menjelaskan panjang lebar dengan napasnya yang sedikit tersengal, baru abangnya bisa mengangguk mengerti dan menerima. Terlihat Shunsuke Suzuki meraih adik pertamanya ke dalam pelukannya. Sang adik pertama juga membalas pelukan kasih sayang yang diberikan oleh si abang angkat.
"Maafkan aku sedikit kasar kepadamu, Adikku Sayang. Aku tidak ingin hal-hal buruk terjadi padamu. Aku tidak ingin lelaki player itu menghancurkan masa depan dan impianmu, Natsumi," bisik Shunsuke Suzuki lirih.
Natsumi Kyoko melepaskan pelukannya terhadap sang abang angkat.
"Aku mengerti maksud baikmu, Bang Shunsuke. Kau tidak perlu khawatir. Aku sudah besar. Aku bisa menjaga diriku sendiri." Natsumi Kyoko menampilkan senyuman menenangkan kepada abangnya.
"Aku ingin kau selalu waspada dan selalu menjaga jarak dengan si Maxy Junior itu, Natsumi. Kau mengerti kan? Jangan sampai dia melakukan hal-hal kurang ajar padamu dan merenggut kegadisanmu. Bahkan ciuman pun tidak boleh kauberikan padanya. Ciuman pertamamu itu haruslah kauberikan kepada lelaki yang benar-benar pantas, yang benar-benar mencintaimu, dan yang benar-benar kaucintai." Shunsuke Suzuki mengecup dahi adik pertamanya dengan penuh kasih sayang.
Shunsuke Suzuki terlihat keluar dari kamar adik pertamanya di lantai satu. Ia tampak menaiki anak-anak tangga, bergerak ke kamarnya sendiri di lantai atas. Ciciyo Suzuki yang memperhatikan gerak-gerik abangnya sejak beberapa menit yang lalu, hanya bisa menyandarkan punggungnya ke dinding. Tak terasa setetes air mata gelingsir di pelupuk mata. Ciciyo Suzuki hanya bisa membiarkan air mata itu jatuh tak tertahan.
***
Sebagai anak buntut dalam keluarga, tentu saja sejak kecil Ciciyo Suzuki sangat membutuhkan apa yang namanya perhatian dan kasih sayang. Justru hal itulah yang jarang bisa didapatkannya dari ayahnya yang selalu sibuk dengan pekerjaannya dan jarang pulang ke rumah, dan sudah tentu sulit juga didapatkannya dari sang ibu yang otoriter, selalu membentak dan mencaci makinya, dan terkadang selalu memberinya hukuman-hukuman yang tidak masuk akal nan tidak manusiawi.
"Bersihkan semua toilet yang ada di rumah besar ini! Jangan ada yang memberinya makan malam apabila ia belum selesai membersihkan seluruh toilet yang ada di rumah besar ini!" teriak sang ibu otoriter hanya karena Ciciyo Suzuki mendapatkan nilai 60 untuk ujian matematikanya hari itu.
"Makanlah ini… Jangan bilang sama siapa-siapa ya…" kata Shunsuke Suzuki yang kala itu masih berumur dua belas tahun, memberikan sekantong nasi putih ditambah dua potong ayam goreng KFC kepada Ciciyo Suzuki.
Sambil celingak-celinguk ke kiri dan ke kanan, dia juga mencari Natsumi Kyoko Suzuki yang juga mendapatkan sebentuk hukuman yang juga tak kalah mengerikannya. Ia disuruh mencabuti seluruh rumput liar yang tumbuh di kebun bunga mereka yang luasnya hampir sama dengan luas rumah besar itu.
Ciciyo Suzuki menerima makanan dari abang angkatnya itu dengan mata yang berbinar-binar. Dia memakan nasi putih dan kedua potong ayam goreng KFC itu dengan lahap. Dia tampak sangat menikmatinya.
"Mana kakakmu, Ciciyo?" bisik Shunsuke Suzuki mencari adik pertamanya.
"Ada di kebun, Bang Shunsuke. Disuruh cabut rumput," kata Ciciyo Suzuki lirih.
Tampak Shunsuke Suzuki menghela napas panjang. Dia sudah merasa prihatin pada kedua bersaudari ini sejak di hari pertama ia tiba di rumah besar ini. Mereka memiliki orang tua kandung, berbeda dengan dirinya yang yatim piatu, tetapi serasa mereka juga tidak memiliki orang tua kandung. Nasibnya dengan nasib kedua bersaudari itu terlihat seolah-olah berbeda, tetapi sesungguhnya sama.
Shunsuke Suzuki membawa bungkusan KFC yang satunya lagi buat adik pertamanya yang terlihat sedang mencabuti rumput-rumput di kebun samping.
"Bagaimana bisa kau membeli KFC?" Natsumi Kyoko terperanjat kaget. Dia celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri guna memeriksa apakah ada yang tengah memperhatikan mereka atau tidak.
Shunsuke Suzuki hanya meringis nakal. Dia memberikan nasi putih, kentang goreng dan dua potong ayam goreng kepada adik pertamanya itu. Tampak Natsumi Kyoko menghentikan pekerjaannya sejenak dan menikmati makanannya dengan lahap. Shunsuke Suzuki hanya memperhatikan adik pertamanya yang sedang makan dengan sebersit senyuman lemah lembut mendekorasi wajahnya yang tampan maksimal.
"Thanks banget, Bang Shunsuke… Aku kira aku akan puasa lagi malam ini sampai dengan besok pagi…" Natsumi Kyoko tersenyum lemah lembut kepada abangnya.
"Aku takkan membiarkan kalian berdua kelaparan. Masa hanya gara-gara mendapat nilai enam puluhan di ujian hari ini, Ibu Angkat memberikan kalian berdua hukuman yang seperti ini. Ini jelas sangat tidak masuk akal."
Natsumi Kyoko hanya diam membisu seribu bahasa. Dia meneruskan makannya dengan cepat. Dia harus cepat makan, dan cepat menyelesaikan pekerjaannya di kebun ini sebelum langit gelap. Dia ingin segera masuk kamar dan beristirahat. Dia sudah sangat lelah sebenarnya.
"Kau makanlah dulu… Jangan sampai ketahuan… Aku masuk ke kamar dulu. Ada sedikit PR bahasa Mandarin yang harus aku selesaikan," kata Shunsuke Suzuki mengelus-elus kepala adik pertamanya. Sejurus kemudian, Shunsuke Suzuki sudah menghilang masuk ke dalam rumah besar.