Malam jam sembilan lewat, Maxy Junior baru sampai di rumah. Dari jam lima sore sampai jam delapan malam, dia dan keempat sahabatnya yang lain berkumpul di rumah Rodrigo Wisanto. Mereka gym bersama karena di rumah besar Rodrigo Wisanto terdapat sekumpulan peralatan fitness yang bisa dibilang cukup lengkap. Sebenarnya, Saddam Demetrio mengajak mereka ke klub malamnya lagi, namun karena kepala Maxy Junior masih sakit sedikit-sedikit, dia bilang dia tidak begitu berselera malam ini. Jadinya mereka hanya gym bersama di rumah Rodrigo Wisanto.
Tampak Mary Juniar berdiri di depan anak-anak tangga tatkala abangnya masuk sampai ke ruang tengah rumah besar itu dan hendak menaiki anak-anak tangga ke kamarnya di lantai tiga.
"Apa kau juga ingin menyuruhku untuk menjauhi Natsumi Kyoko?" tanya Maxy Junior sudah bisa menebak kira-kira apa yang akan dibicarakan oleh adik perempuannya.
"Shunsuke Suzuki bilang padaku. Dia begitu tidak tenang kau duduk sebangku dengan adiknya. Dia tahu jelas kau adalah seorang lelaki fuckboy, Bang Maxy. Dia bahkan suruh aku untuk memperingatkanmu supaya kau tidak berbuat macam-macam terhadap adiknya, Bang Maxy." Terlihat Mary Juniar sedikit menghela napas panjang. Ia tampak sungguh-sungguh lelah berdiri di antara abangnya dan teman sebangkunya.
"Wow… Dia sampai menggunakan dirimu sebagai perantara untuk menyampaikan peringatannya kepadaku." Maxy Junior terlihat mendengus sinis.
"Tidak bisakah kaupindahkan saja dia ke tempat duduk yang ada di barisan depan, Bang Maxy Junior? Pindahkan dia kek ke depan duduk dengan salah satu anak cewek di kelasmu. Setiap hari asal ketemu, Shunsuke Suzuki ini ribut kali, selalu saja membicarakan soal kekhawatirannya terhadap adiknya yang duduk sebangku denganmu. Capek telingaku mendengarnya."
Mary Juniar tampak sedikit tersengal. Maxy Junior sedikit bersyukur dalam hati. Untung saja Mary Juniar tidak mengetahui perkara kepalanya yang terkena kipas angin tadi sore. Maxy Junior sudah melepas perban pada kepalanya meski sekarang kepalanya masih terasa sedikit sakit. Dia tidak bisa membayangkan betapa panjangnya repetan dan ceramah adik perempuannya ini seandainya ia tahu soal kejadian kipas angin tadi sore.
"Dia mau duduk di mana kalau kupindahkan dia ke depan? Toh tidak ada tempat duduk lagi yang kosong di seluruh kelasku itu. Lagipula, kalau dia pindah ke depan, apakah anak cewek yang tempatnya diambil oleh Natsumi Kyoko itu mau pindah ke belakang dan duduk sebangku denganku? Kau tahu kan apa nama panggilanku di sekolah, Adikku Mary Juniar?" Tampak Maxy Junior meringis nakal sembari mengedipkan sebelah matanya.
"Iya… Aku tahu… Kendati itu sudah menjadi bulan-bulanan umum, sampai sekarang belum ada yang berani membicarakannya secara terang-terangan. Kau dan keempat sahabatmu itu sudah dicap sebagai lelaki-lelaki fuckboy kelas wahid. Gadis mana pun yang duduk sebangku dengan kalian, yang mendekati kalian, atau bahkan berpacaran dengan kalian, akan kehilangan keperawanan mereka – silap-silap hamil," ujar Mary Juniar kemudian merapatkan sepasang bibirnya.
Maxy Junior meledak dalam tawa renyahnya.
"Kau sendiri sudah sangat jelas dengan hal itu. Bagaimana mungkin kau menyuruhku memindahkan Natsumi Kyoko ke barisan depan dan menggantinya dengan anak cewek lain duduk sebangku denganku? Hanya Natsumi Kyoko yang berani duduk sebangku denganku…" kata Maxy Junior sembari meringis nakal sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Ya Tuhan… Aku berharap hal buruk tidak terjadi pada Natsumi Kyoko Suzuki itu. Aku berharap ia masih perawan sampai ia menamatkan SMA akhir Januari tahun depan. Aku berharap ia tidak hamil di tengah-tengah tahun pelajaran ini," tukas Mary Juniar sembari menghela napas panjang.
"Jangan khawatir… Aku memang lelaki player. Akan tetapi, aku bukanlah sesosok monster yang mengerikan seperti yang kaudengar dan kaukatakan itu. Shunsuke Suzuki hanya terlalu hiperbola dan suka mengobral nama baikku ke mana-mana di seantero sekolah. Jangan terlalu sering didengarkan, Mary. Aku memiliki pertimbangan dan perhitunganku sendiri."
Maxy Junior kembali melemparkan senyuman menawannya dan menaiki anak-anak tangga ke lantai atas. Mary Juniar hanya mengerutkan dahi mengantar abangnya naik ke lantai tiga dan kemudian menghilang di belokan anak-anak tangga.
Maxy Junior sampai di depan pintu kamarnya ketika ia mendengar suara guyuran air di kamar mandi lantai tiga.
"Kenapa Martin bisa buang air kecil di lantai tiga ini? Bukankah di lantai dua dan bahkan di kamarnya sendiri ada kamar mandinya?" Maxy Junior sedikit mengerutkan dahinya. Dia sedikit bersandar pada dinding kamarnya menunggu sampai adik bungsunya itu keluar dari kamar mandi.
"Buang air kecil saja kok mesti sampai di kamar mandi lantai tiga, Martin? Ada apa? Kau ingin bertemu dan bicara denganku?" tanya Maxy Junior kepada adik bungsunya dengan lemah lembut. Adik bungsunya memang agak sedikit introver dan pendiam.
Tampak Martin Jeremy sedikit meringis. "Kok Bang Maxy bisa tahu aku ingin bicara sebentar?"
"Tidak biasanya kau buang air kecil saja bisa sampai ke lantai tiga, Martin. Masuklah…" kata Maxy Junior membuka pintu kamarnya dan membiarkan adik bungsunya masuk.
Pintu ditutup oleh Martin Jeremy dari dalam.
Maxy Junior mulai menanggalkan jas luar dan kemeja seragamnya. Ia tampil bertelanjang dada di dalam kamarnya, berjalan masuk ke kamar mandi dan mulai menghidupkan keran air panas dan air dingin. Dia keluar lagi dan duduk di atas tempat tidurnya, berdampingan dengan adik bungsunya yang sudah duluan duduk di sana.
"Apa kepalamu sudah baikan, Bang Maxy?" tanya Martin Jeremy mengalihkan pandangannya ke kepala abang sulungnya sejenak.
Maxy Junior sedikit menundukkan kepalanya petanda malu. Dia mengelus-elus bagian kepala belakangnya yang sempat menerima tiga jahitan tadi sore.
"Sudah baikan. Sudah dijahit dan diberikan antibiotik oleh dokter UKS tadi sore. Dari mana kau dengar, Martin?"
"Dari anak-anak yang secara tidak langsung kenal dengan Bang Verek, Bang Rodrigo, Bang Saddam dan Bang Thobie. Sempat heboh tadi kutengok di kolam renang. Seru sekali pembicaraan di sana. Banyak gadis yang menanyakan bagaimana keadaanmu kepada empat sekawan tadi, Bang." Martin Jeremy kini tampak sedikit meringis.
"Aku tidak tahu bahwasanya keempat sekawan itu suka sekali menggosipkan aku di belakang," kata Maxy Junior sedikit mendengus skeptis.
"Mereka tidak bergosip. Orang-orang kan berhak tahu bagaimana keadaanmu, Bang Maxy Junior. Pasalnya kau adalah salah satu selebriti paling berpengaruh di sekolah, terutama di kalangan kaum hawa."
Maxy Junior terbahak sejenak.
"Kini aku ingin menanyakan soal yang benar-benar pribadi kepadamu, Bang Maxy Junior. Di antara kita tak ada rahasia kan?" Martin Jeremy sedikit meringis kali ini.
"Tergantung… Kan tidak mungkin semuanya aku ceritakan pada adikku ini kan?"
Martin Jeremy sedikit tergelak.
"Aku dengar kepalamu bisa kena kipas angin gara-gara kau melindungi si cewek yang duduk sebangku denganmu ya?"
"Hah? Keempat sekawan itu juga menggosipkan tentang hal itu dan mengobralnya ke mana-mana?" Maxy Junior sedikit terjengat di tempatnya.
"Nggak… Aku menguping pembicaraan mereka di kamar mandi kolam renang. Rahasiamu masih aman bersama mereka dan juga aman bersamaku. Tenanglah… Kau melindungi cewek itu dari terjangan kerangka kipas angin yang patah itu? Kau menyukainya?" tanya Martin Jeremy lagi.
Sang abang sulung mengangguk mengiyakan sembari sedikit meringis.
"Sebenarnya iya, Martin… Namun, ada beberapa pertimbangan dalam hati dan pikiranku sampai sekarang," jawab Maxy Junior setelah ia termenung selama beberapa detik.
"Pertimbangan apa memangnya?"
"Aku rasa aku perlu menyelidiki beberapa hal terlebih dahulu. Untuk sekarang aku tidak bisa memberitahumu dulu, Martin. Sorry…" kata Maxy Junior mengangkat tangan kanannya ke udara.
"Dan kau memberitahukan ke Kak Mary Juniar juga mengenai perasaanmu pada Kak Natsumi Kyoko itu?"
"Tidak… Kenapa memangnya?"
"Aku rasa Kak Mary Juniar pasti akan cemburu apabila ia tahu kali ini Bang Maxy Junior menyukai seorang cewek."
"Kenapa harus cemburu? Selama ini pacarku banyak dan ia biasa-biasa saja, Martin."
"Ya, karena selama ini pacaran bagi Bang Maxy Junior ujung-ujungnya ya itu – just have fun on the bed. Tapi kali ini aku lihat agak sedikit berbeda. Kak Mary Juniar akan bisa melihatnya juga apabila ia tahu soal perkara kipas angin tadi sore."
"Apanya yang berbeda memangnya?"