Ketiga temannya yang lain mengangguk setuju. Mereka berempat tampak kembali menyibukkan diri ke soal-soal latihan mereka.
Keringat Maxy Junior memang makin lama makin banyak. Akan tetapi, dia tampak terlalu serius dan benar-benar tenggelam ke dalam soal-soal latihannya. Diam-diam Natsumi Kyoko menoleh ke samping kiri lagi. Ia sedikit terperanjat heran karena kini kemeja dalam seragam Maxy Junior sudah basah seluruhnya oleh keringat. Tampak lekuk-lekuk tubuhnya yang terukir sempurna, dengan dada bidang, perut rata, dan kedua bahu yang lebar. Tampak kotak-kotak roti sobek yang berjejer pada perutnya yang rata. Natsumi Kyoko menelan ludah menyaksikan kesempurnaan tersebut di depan matanya.
Segelintir dilema berselarak di tudung pikiran Natsumi Kyoko.
Haruskah kubantu dia mengelap keringatnya? Bagaimana kalau dia menolak? Bagaimana kalau dia menepiskan tanganku ketika aku akan membantu mengelap keringatnya?
Sekelumit pikiran yang lain membelungsing di dalam tudung hati yang sama.
Hei, Natsumi…! Apa urusannya denganmu apakah ia berkeringat atau tidak? Yang penting adalah keringatnya tidak menetes sampai ke tempatmu dan kau bisa mengerjakan soal-soal latihan tanpa terganggu bukan?
Dan kembali pemikiran yang awal datang berselarak lagi di kuncup batin yang sama.
Tapi, dia adalah teman yang duduk sebangku denganku. Aku ingin membantunya… Dia keringatan sampai sebegitunya. Sebenarnya aku juga cemas dan terus bertanya-tanya kenapa mendadak ia menolak berbicara denganku dan menolak mengambil tisu yang kutawarkan tadi. Aku tidak tahu kesalahan apa yang telah kuperbuat sehingga membuatnya marah. Namun, aku ingin membantu mengelap keringatnya kali ini. Mudah-mudahan, dengan membantu mengelap keringatnya, dia mau bicara lagi padaku dan aku bisa bertanya kesalahan apa yang kulakukan pada saat jam istirahat tadi.
Natsumi Kyoko melirik ke jam dinding sebentar. Kira-kira tiga menit lagi bel tanda pelajaran selesai akan berbunyi.
Oke deh… Tunggu sampai bel berbunyi dulu. Habis ini ada pelajaran berenang. Dia kan tidak boleh meloncat ke dalam kolam dengan kondisi badan yang keringatan kayak gitu. Lagipula, kalau sekarang aku mengelap keringatnya, pasti semuanya nanti akan bersorak ramai. Nanti timbul lagi gosip-gosip yang tidak pada tempatnya.
Benar saja… Tiga menit memang tidak terasa berlalu begitu saja. Bel pun berbunyi.
"Kumpulkan ke meja Ibu sebelum jam lima sore nanti ya… Yang tidak kumpul hari ini besok tidak akan diterima lagi. Bekerja keraslah…" kata si guru yang berada di depan kelas sebelum ia melangkah keluar.
Murid-murid menyimpan buku-buku pelajaran mereka. Satu per satu keluar dari kelas. Masing-masing bergerak ke kolam renang. Karena ada pembagian antara kolam renang laki-laki dan perempuan, murid laki-laki dan perempuan akan berpisah sesampainya mereka tiba di depan pintu masuk kolam renang.
"Kami sudah mau ke kolam, Maxy Junior…" kata Thobie Chiawan. Ketiga temannya yang lain juga tidak berani cengengesan lagi karena dilihat mereka Maxy Junior masih serius sekali menyelesaikan latihan matematikanya.
"Kalian ke sana saja dulu. Aku akan menyusul nanti…" kata Maxy Junior masih membolak-balikkan buku soal-soal latihannya.
Keempat temannya mengangguk. Mereka saling bertukar pandang sejenak dan kemudian keluar dari kelas. Tinggallah Natsumi Kyoko dan Maxy Junior di dalam kelas.
Dengan mengumpulkan segenap keberaniannya, Natsumi Kyoko mengeluarkan dua helai tisu sekaligus. Ia mulai mengelapkan tisu pada kening, pipi, dan wajah Maxy Junior dengan lemah lembut. Luluhlah pertahanan hati Maxy Junior. Pulpen yang berada dalam genggaman tangan mulai terlepas dan tergeletak begitu saja di atas buku. Untuk beberapa menit ke depan, Maxy Junior hanya terduduk diam di tempatnya. Dia tidak tahu apa yang mesti dilakukannya. Dia tidak tahu apa yang mesti dikatakannya.
Bagaimana mungkin aku bisa marah pada cewek yang cantik nan menggemaskan seperti ini? Astaga… Hatiku meleleh bagai es yang telah dikeluarkan dari mesin pendingin. Wajahnya yang begitu cantik, matanya yang bulat bening dan bulu matanya yang lentik, rambutnya yang panjang dan sedikit bergelombang, dan segala gerak-geriknya yang lemah lembut nan menggemaskan. Natsumi Kyoko… Kumohon hentikan sikapmu yang lemah lembut ini… Jika kau tidak menghentikannya sekarang, aku tidak yakin sampai kapan aku bisa bertahan.
Mendadak saja, salah satu kipas angin besar yang terpasang di dinding bermasalah. Baling-baling yang berputar cepat di dalam entah bagaimana tersangkut pada kerangka luarnya. Akibatnya sudah bisa ditebak. Baling-baling tersebut patah dan mendesak kerangka luarnya dengan kuat. Kerangka luar juga terlepas dari tempatnya dan melesat dengan sangat cepat ke arah kepala Natsumi Kyoko yang masih sibuk mengeringkan keringat Maxy Junior dari wajah hingga kedua tangannya. Natsumi Kyoko tidak berani mengeringkan keringat yang menempel pada leher Maxy Junior karena dia sedikit banyak ada baca di internet dan majalah-majalah dewasa, itu adalah salah satu bagian yang sensitif dari tubuh laki-laki.
Mata Maxy Junior yang awas tentu saja mengetahui kipas angin di samping kanan mereka bermasalah. Tanpa berpikir panjang lagi, ia meraih Natsumi Kyoko ke dalam dekapannya. Natsumi Kyoko memekik tertahan karena dirinya didekap oleh lelaki itu secara tiba-tiba. Kerangka kipas angin yang terlepas dan serpihan baling-baling yang patah tadi langsung mengenai kepala belakang Maxy Junior. Maxy Junior merasakan kesakitan yang tiada tara pada kepala belakangnya. Dia menundukkan kepalanya sedikit ke bawah. Akibatnya, secara tak disengaja, bibirnya bertemu dan bertaut dengan bibir sang bidadari cantik jelita yang sedang berada dalam dekapannya.
Mulanya mata Natsumi Kyoko sedikit membesar. Hilang sudah ciuman pertamanya. Seumur hidupnya dia tidak pernah begitu dekat apalagi berciuman dengan seorang lelaki. Segala macam perasaan bercampur aduk dalam tudung sanubari Natsumi Kyoko sehingga ia kebingungan perasaan mana yang harus ia prioritaskan.
Namun, detik-detik berikutnya ketika ia merasakan adanya cairan warna merah gelap yang menetes-netes dari kepala belakang Maxy Junior, kepanikan segera mengeriap. Ketakutan segera mengerabik di semenanjung pikirannya. Dia segera sadar kipas angin yang bermasalah tersebut telah mengenai kepala belakang Maxy Junior.
Tak bisa menahan rasa sakit dan pusing yang berdenyut-denyut pada kepala belakangnya, Maxy Junior hanya bisa duduk bersandar di kursinya sambil memejamkan kedua matanya erat-erat.
Natsumi Kyoko mengeluarkan sebuah handuk dari dalam tas renangnya. Ia menekan aliran darah dari kepala belakang Maxy Junior.
"Bertahanlah, Maxy Junior… Aku akan menelepon ke UKS sekarang. Aku akan menyuruh mereka menjemputmu ke UKS langsung dari ruangan kelas ini."
Maxy Junior hanya mengangguk masih sambil memejamkan kedua matanya. Rasa sakit kian berdenyut-denyut nan tak terperikan pada kepala belakangnya.
Natsumi Kyoko mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Ia menekan beberapa nomor. Panggilan langsung tersambung ke ruangan UKS.
Panik gelisah kian menggerayangi dan menggelimuni.