Mobil yang membawa Alana bersama Max pun segera melaju menuju sebuah villa yang tempatnya tidak jauh dari keramaian kota.
Max memakirkan mobilnya dan membuka pintu mobil melangkahkan kakinya keluar dari sana.
Alana pun mengikuti langkah kaki Max, matanya mengendarkan pandangan menelisik setiap sudut tempat ini.
"Rumah ini sangat cantik ... pasti pemiliknya seorang Bilioner," pikir Alana.
Alana terus berjalan tanpa memperhatikan sekelilingnya pandangan matanya terus menelisik penampilan rumah serta tatanan rumah mewah itu.
Rumah bertingkat tiga sekelilingnya di kelilingi tumbuhan pohon Cemara yang tertata rapi ada sebuah kolam ikan dan taman kecil di sudut halaman sungguh menawan rumah ini.
Alana terus berjalan tanpa dia sadari kakinya menginjak kerikil tajam dan membuat telapak kakinya terluka rasa sakit di kakinya membuat dia mengerutkan alisnya.
Alana berjalan sambil memperhatikan telapak kakinya yang terus mengeluarkan darah tanpa dia sadari dia menabrak seseorang yang berdiri di depannya.
"Maaf ...," ucap Alana sambil mendongakkan kepalanya.
Dilihatnya wajah Max tetap dingin tanpa ekspresi itu membuat nyali Alana sedikit ciut.
"Masuk !" ucap Max.
Alana pun mengikutinya, tiba-tiba Alana teringat kalau sejak tadi dia belum mengucapkan terima kasih pada orang yang telah menolongnya ini.
"Terima kasih," ucap Alana lirih tapi masih bisa di dengar oleh Max, Max pun menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Alana.
"Untuk?" tanya Max.
"Untuk semua kebaikan yang telah kamu lakukan padaku, kamu telah menolongku dari orang orang yang ingin berbuat jahat padaku tadi," ucap Alana.
"Sudahlah lupakan saja mengapa kamu masih canggung denganku kita sekarang adalah rekan kerja," ucap Max.
Alana mengingat apa yang terjadi padanya kini dia sadar kalau dia sekarang menjadi seorang pembantu, sungguh miris hidupnya dia yang sejak kecil di layani oleh para pembantu di rumahnya kini dia harus melayani orang yang ada di rumah ini.
"Rumah ini bukan rumah utama jadi Bos jarang tinggal di sini dia hanya tinggal di sini akhir bulan," ucap Max membuyarkan lamunan Alana.
"Tapi bagaimana dengan kuliahku?" ucap Alana.
"Tadi aku sudah mengatakan padamu tugasmu bisa di atur, kamu menyapu dan bersih bersih di pagi hari, malam hari kamu harus bersikap waspada bila ada sesuatu yang mencurigakan atau pencuri yang masuk, dan jika Bos ada di sini kamu harus siap menerima segala perintahnya," ucap Max menjelaskan.
Alana mengangguk angguk tanda dia mengerti, Max melonggarkan dasinya dan membuka satu kancing teratas kemejanya.
Tanpa sengaja mata Alana mengikuti semua gerak tangan Max hingga pandangannya melihat dada bidang berkulit kuning langsat milik Max.
Dada itu terlihat sangat nyaman bila di gunakan untuk bersandar, bulu bulu halus di sana serta otot yang samar samar terlihat di balik kemeja itu membuat Alana menelan ludah.
Alana segera menyingkirkan pikiran nakal dari otaknya, di gelengkan kepalanya agar pikiran mesum itu enyah dari otaknya.
Tiba tiba pandangan Alana jatuh pada jam tangan yang di gunakan Max, dia berpikir apakah seorang supir seperti Max itu mampu membeli jam tangan yang berharga ratusan juta itu. Alana tahu harga jam tangan itu karena dulu ayahnya memiliki jam tangan seperti itu dan harganya tidak murah.
"Jam tanganmu bagus, aku pernah melihat jam tangan seperti milikmu di lemari koleksi milik Ayah dan aku rasa harganya lumayan," ucap Alana dengan maksud tersembunyi di balik kata katanya itu.
Max tahu apa maksud dari perkataan Alana dalam kata kata Alana tersebut tersembunyi makna" Jam tangan ini harganya ratusan juta mengapa supir sepertimu bisa memilikinya," Max pun segera menjawab perkataan Alana agar tidak curiga padanya.
"Ini Bonus dari Bos tahun lalu jika kamu bekerja di sini bekerjalah dengan baik, jika Bos menyukai kerjamu bisa di pastikan kamu akan mendapatkan bonus," ucap Max.
"Bos orangnya baik ya," ucap Alana yang kini sudah tidak mencurigai Max lagi.
Dia pun menyesal dengan perkataannya Max sangat baik padanya, dia telah menjadi penyebab mobil Bosnya lecet bukannya memaksanya untuk membayar biaya kerusakan atau melaporkan dirinya ke kantor polisi tapi malah memberinya tempat tinggal hingga Alana terhindar dari hal-hal yang buruk.
"Ya Bos orangnya baik tapi banyak maunya, sudahlah lupakan tentang Bos kamarmu di lantai satu, berkelilinglah lebih dulu agar kamu mengetahui situasi dan keadaan rumah ini, aku akan menemui Bos di atas," ucap Max.
Alana pun mengangguk tapi kemudian dia menyadari kalau Max tidak mungkin melihatnya mengangguk karena dia sudah beranjak untuk menuju lantai atas.
"Baik," ucap Alana dan masih bisa di dengar Max.
Alana berniat mencari plester yang dia bawanya di dalam tas dan dia baru mengingat kalau tas juga ponselnya tidak dibawa karena dia terburu buru lari tadi jangankan tas alas kaki saja dia tidak memakainya.
Alana pun mengingat kalau dia masih memiliki seorang saudara sepupu yang mungkin bisa membantunya mencari solusi untuk masalah keluarganya.
"Tunggu!" teriak Alana menghentikan langkah kaki Max untuk menuju kamar di lantai atas.
Max yang mendengar teriakan Alana pun segera menghentikan langkahnya, Alana pun menghampiri Max.
"Bolehkah aku meminjam handphone mu?" tanya Alana.
Max pun merogoh handphone yang ada di saku celananya dan memberikan pada Alana setelah itu dia berlalu meninggalkan Alana untuk menuju kamar di lantai atas.
Alana menghubungi saudara sepupunya dan tidak beberapa lama panggilan itu pun tersambung.
"Hallo," sapa Alana.
"Siapa ini?" tanya orang di seberang telepon.
"Aku Alana apakah kamu bisa membantuku Meyda?" tanya Alana.
Orang yang di panggil Meyda itu pun terdiam sesaat dan tidak beberapa lama dia pun kembali berbicara.
"Bantuan macam apa yang kamu inginkan?" tanya Meyda.
"Aku ingin kamu meminjamkan beberapa uang padaku dan aku akan mengembalikan uang itu dua bulan lagi aku sudah bekerja di sela sela kuliahku," ucap Alana.
"Baiklah datanglah ke rumah besok sore," ucap Meyda.
Alana yang mendengar perkataan saudara sepupunya pun sangat bahagia dia pun segera mengucapkan terima kasih pada Meyda.
"Terima kasih Meyda aku pasti akan datang besok," ucap Alana.
"Aku tunggu," jawab Meyda dan tidak beberapa lama sambungan telepon pun terputus.
Bersamaan dengan itu datang Max menghampiri Alana dan menyerahkan sepasang alas kaki dan plester.
"Ini pakailah sandal dan plester untuk telapak kakimu!" ucap Max.
Alana pun menerima apa yang di berikan Max dan segara mengembalikan handphone milik Max.
"Terima kasih ... tapi bolehkah aku meminjam beberapa uang untuk ongkos besok menemui keluargaku? Aku janji akan mengembalikan secepatnya," ucap Alana.
Mendengar kata uang yang muncul dari mulut Alana Max kembali mengingat tentang uang yang di tinggalkan Alana di meja hotel hari itu.
Max merogoh uang dari kantong celananya dan menyerahkan uang itu pada Alana.
"Ambillah! Aku kembalikan uangmu," ucap Max.
Alana pun bingung dengan perkataan Max karena dia tidak pernah merasa memberikan uang pada Max.
Max melihat raut wajah kebingungan Alana tapi dia tidak peduli dan berjalan meninggalkan Alana menuju kamarnya di lantai atas.
Alana pun tidak mau ambil pusing dan bergegas menuju kamarnya untuk beristirahat.