Beberapa orang laki laki bertubuh kekar datang ke rumah Meyda untuk membawa pergi Alana yang sedang dalam keadaan tidak sadar.
Di belakang para orang bayaran itu ada sosok pria bertubuh tambun dan berperut buncit dia tersenyum bahagia membayangkan mangsa yang selama ini dia idamkan telah berada di pelukannya.
"Kerja bagus Meyda ini bayaranmu," ucap Orang yang tidak lain adalah Tomas.
Meyda yang menerima amplop coklat berisi uang itu tersenyum bahagia dia keluarkan isi amplop itu dan mencium aroma uang yang dia dapatkan dengan membohongi saudara sepupunya itu.
Orang orang Tomas membawa Alana masuk ke dalam mobil yang telah terparkir di halaman rumah Meyda dan Tomas segera mengikuti dari belakang tidak selang beberapa lama Tomas telah duduk di kursi samping kemudi.
"Jalan!" Perintah Tomas pada sopirnya.
Mobil melaju membelah jalanan kota senyum Tomas tidak pernah luntur dari bibirnya.
Sementara itu di tempat lain Max tengah kebingungan dia sampai di rumah sedangkan Alana belum terlihat batang hidungnya.
Jam di dinding telah menunjukkan pukul 7 malam seharusnya Alana sudah di rumah, Max mencoba menelepon Alana berkali kali tapi tidak ada jawaban.
Max yang sudah terlalu cemas pun segera memerintahkan orang kepercayaannya untuk melacak di mana terakhir kali Alana berada.
Tiba tiba Max teringat kalau dia memasang alat penyadap di handphone Alana melalui alat itu Max pun berhasil mengetahui di mana keberadaan Alana.
Max mengambil kunci mobil di atas meja tamu dan segera pergi mencari keberadaan Alana entah apa yang terjadi padanya Gadis kecil ini telah mencuri ketenangannya.
"Diamond hotel? Mengapa dia berada di sana?" gumam Max sambil terus memantau keberadaan Alana.
Max sosok yang terlatih walaupun fokusnya terbagi dengan ponselnya tapi dia tetap bisa mengemudi dengan baik.
Alana kini tangannya terikat di kepala ranjang, dia mulai mengerjapkan matanya dengan setengah kesadaran yang dia miliki dia tahu kalau ini bukan kamarnya.
Alana mencoba untuk berdiri tapi dia tidak bisa karena tangan dan kakinya tengah terikat.
Tiba tiba terdengar suara pintu terbuka dan muncullah seseorang berbadan tambun dengan perut buncitnya masuk ke kamar itu.
Alana heran mengapa dia bisa berada di sini dengan keadaan seperti ini padahal seingatnya tadi dia berada di rumah Meyda.
"Rupanya kamu sudah bangun cantik," ucap Laki laki itu menghampiri Alana.
Alana berpikir sepertinya dia pernah melihat orang ini tapi siapa Alana lupa, Alana mencoba mengingatnya dan akhirnya dia ingat kalau laki laki ini bernama Tomas dia pernah bertemu sekali waktu perjamuan makan dengan kolega bisnis Ayahnya.
"Aku akan melepas ikatan mu cantik tidak enak rasanya jika kita menghabiskan malam bersama dengan keadaanmu yang seperti ini," ucap Tomas dan menghampiri Alana dia melepaskan ikatan tangan dan kaki Alana.
Alana merasa takut dengan tatapan mata Tomas ingin rasanya dia mendorong laki laki yang tengah duduk di depannya menatap Alana dengan tatapan penuh nafsu.
"Apa maumu? Mengapa kamu membawaku kesini?" ucap Alana.
Tomas pun menatap Alana sekilas dan tertawa terbahak bahak yang terdengar sangat menjijikkan di telinga Alana.
"Apa katamu cantik mau apa? hahaha kamu telah menjadi milikku aku telah membelimu dari Meyda," jawab Tomas sambil berniat menyentuh pipi Alana tapi Alana segera menepis tangan Tomas.
"Jangan sentuh aku," ucap Alana dan berniat untuk bangkit dan pergi dari tempat tidur itu.
Tetapi dengan gerakan cepat Tomas berhasil menarik Alana dan melemparnya kembali ke tempat tidur.
"Jangan coba-coba melawanku aku bisa berbuat lebih brutal dari ini," ucap Tomas dan berusaha mencium bibir Alana.
Alana terus berontak dan melawan sebisa mungkin tangannya meraih vas bunga yang ada di meja samping tempat tidur dan menghantamkan ke kepala Tomas.
Tomas yang mendapat serangan tiba-tiba dari Alana pun segera memegang kepalanya yang terasa sakit fokusnya pada Alana berkurang dan itu di manfaatkan oleh Alana untuk kabur dari Tomas.
Dengan sisa kesadaran yang di miliki Alana mungkin karena pengaruh obat yang di campur pada minumannya oleh Meyda mulai bereaksi Alana terus berusaha untuk keluar dari kamar itu.
Alana berusaha menelepon Max ketika dia mengingat ponselnya masih ada di dalam tas yang tergantung di bahunya.
Ketika sambungan telepon itu tersambung dan Alana hampir berhasil menyentuh gagang pintu dan ingin membukanya tiba tiba dia merasakan baju yang dia pakai di tarik seseorang di bagian belakang hawa dingin terasa menerpa punggungnya.
Alana berteriak agar Max mendengarnya ketika Alana mengingat ponselnya telah tersambung.
"Lepaskan aku ... tolong ... tolonglah aku ... Max," ucap Alana.
Tomas yang sudah geram pada Alana pun mengangkat tubuh Alana dan membantingnya di tempat tidur dia terus merangkak ke atas tubuh Alana, ditariknya baju Alana hingga tinggal menyisakan pakaian dalam saja.
Alana terus meronta dan berusaha menutupi dadanya dengan kedua tangannya.
Tomas yang sudah merasakan nafsunya memuncak pun semakin di buat kesal oleh tingkah Alana, Tomas membawa tangan Alana dan menaruhnya di atas kepala Alana agar memudahkan aksinya.
Ketika Tomas hampir mencium bibir Alana tiba tiba suara pintu di dobrak dan sebuah tendangan membuat Tomas tidak bisa melanjutkan aksinya.
Tomas terjungkal di bawah tempat tidur Alana yang melihat kedatangan Max pun merasa lega ketakutannya menguap entah kemana.
Max menghampiri Alana dan melepaskan jaketnya memakaikan pada Alana agar tubuhnya bagian atas yang telah kehilangan pakaiannya bisa tertutupi.
Max kembali menatap Tomas dengan tatapan mata merah penuh emosi dia menghampiri Tomas menendangnya berkali kali hingga Tomas tidak bisa melawan lagi.
Max berniat menginjak dada Tomas tepat di jantungnya tapi sebuah pelukan dari belakang membuatnya menghentikan niatnya.
"Max sudah jangan di lanjutkan dia bisa mati dan kamu akan berurusan dengan pihak berwajib jika dia mati," ucap Alana lemah.
Emosi Max menguap entah kemana Alana berhasil meredakan amarahnya hanya dengan sebuah pelukan.
Max pun menoleh dan melihat keadaan Alana yang memucat dan peluh bercucuran di keningnya segera mengangkat Alana dan menggendongnya ala bridal style membawa Alana pergi dari hotel itu Max sudah tidak peduli lagi dengan Tomas yang sudah terkapar di lantai kamar hotel itu.
Sepanjang perjalanan Alana terus mengeram entah apa yang tengah dia rasakan, Max fokus menyetir dan sesekali dia melirik Alana yang semakin gelisah dan peluh di tubuhnya semakin mengucur deras.
"Apakah kita perlu ke dokter dulu?" tanya Max pada Alana karena dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
"Tidak perlu," jawab Alana lemah.
Max pun melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi dia ingin cepat cepat sampai rumah, dia ingin segera menghubungi orang kepercayaannya dan meminta untuk membuat perhitungan dengan Tomas dia tidak rela apa yang sudah menjadi miliknya di Sentuh orang lain dia tidak bisa bayangkan apa yang terjadi tadi bila dia terlambat sedikit saja.