Malam harinya melati merasakan kehausan ia mengambil botol mineral yang tadi sore ia ambil dari dapur, ternyata hanya sisa satu teguk saja melati kemudian berdiri dan berjalan untuk mengambil minum ia keluar kamarnya ia menyalakan lampu tengah namun ia kaget ada Bian yang juga hendak menyalakan lampu melati langsung berbalik ia kembali lagi ke kamarnya dengan menutup kamar sangat kencang, Bian yang trperangah kaget mendengar dentuman suara pintu kamar melati.
***
Setelah Bian mengambil air mineral ia kembali lagi ke kamarnya,. 'pernikahan ini tak semestinya terjadi, kenapa harus menerima perjodohan ini kenapa harus menikah tanpa cinta'
Bian terus saja meruntuki hatinya yang masih tak terima dengan perjodohan ini, andai saja boleh memilih ia pasti akan menolak hanya kena nenek yang amat ia sayangi dan juga cucu kesayangan ia harus menerima perjodohan ini.
****
Melati mengunci kamarnya, ia bersandar di pintu ia melemaskan kakinya untuk duduk dibalik pintu ia teringat setahun yang lalu perlakuan bian pada dirinya, andai ia bisa memilih ia tak akan menerima perjodohan ini dan andai ia tahu pernikahan ini hanya akan membuatnya ia sakit hati ia lebih baik menolak.
flas back*
melati mengetuk pintu kamar Bian "mau apa?"
"aku mau mengambil pakaian yang kotor"
"tak perlu kamu repot-repot mencuci baju, memasak, membereskan kamar saya menyediakan makan, karna aku tak mau melihat wajah kamu, apalagi suara kamu tak ingin, aku akan mencukupi semua kebutuhan kamu namun tidak untuk melayaniku, kalo bisa aku ingin kita berjauhan meski dalam satu rumah. aku tak akan pernah tertarik denganmu tak akan pernah"
"mana mungkin aku seorang istri tak melayani suami, walau hanya sekedar memasak, aku tidak menginginkan lebih dari mas, aku hanya menunaikan tugasku sebagai seorang istri, dan kalo memang itu keinginan mas aku akan menerimanya dan aku juga tak akan menerima uang sepeserpun dari mas."
*flash back off*
tanpa melati sadari air matanya menetes di pipi. sakit memang hatinya terasa sakit jika terus mengingat pernikahannya entah sampai kapan pernikahan ini berjalan seperti ini.
***
Melati tak sadar dirinya tertidur di lantai dekat dengan pintu kamarnya ia baru sadar dirinya merasakan dingin. ia langsung mengambil air wudhu untuk menunaikan sholat subuh. seperti biasa ia membuat bekal untuk dirinya sendiri baru lah ia berangkat kerja berjalan kaki meski terkadang suaminya melintasi melati yang berjalan kaki suaminya tak pernah mau tahu.
***
Sore harinya melati pulang dari bekerja seperti biasa ia berjalan kaki, titik hujan jatuh ia menengadahkan tangannya ia merasakan ada titik air yang jatuh dari atas semakin lama semakin deras ia berlari mencari tempat berteduh, sampai akhirnya ia menemukan tempat berteduh melati memeluk tubuhnya sendiri merasakan dingin di tubuhnya bajunya sedikit basah, tiba-tiba ada pria yang menegur dirinya
"Hai Mel kamu melatikan?" tanya pria itu melati mengangguk "iya, loh kak Angga" pria tersebut tersenyum
"apa kabar Mel?"
"baik kak, Alhamdulillah"
"kmu dari mana Mel sampai kehujanan gini"
"aku habis bekrja ka kebetulan rumah aku dekat dari sini"
setelah hujan reda akhirnya mereka memutuskan berpisah "aku duluan ya Mel apa perlu aku antar?"
"tidak usah ka terimakasih"
"ok. duluan ya"
melati mengangguk. ia melanjutkan perjalanannya, tiba-tiba ia teringat saudara angkatnya Saskia, dibanding dirinya Saskia lebih dari segalanya ia beruntung menikah dengan pria yang sama-sama mencintai saskia menikah dengan paman Raffi, meski jarak usia jauh lebih tua 10 tahun dari Saskia, mereka hidup bahagia. Sedih dirasakan melati namun ia tak lupa bersyukur itulah kunci untuk menyenangkan diri sendiri.
***
sedang asik melamun sambil berjalan ada mobil yang melintas dengan kecepatan tinggi sehingga mobil yang dikendarai tak melihat ada lubang yang berisi air mengenai melati "astaghfirullah, kalo bawa mobil hati-hati dong" melati melihat mobil yang di Kendarai adalah milik suaminya.
***
melati membuka pintu pagar namun tak dikunci oleh suaminya "ko ga dikunci lagi dasar ceroboh" gerutu melati ia mengambil kunci pintu rumah dan ia membuka namun kunci yang di dalam tidak dicabut oleh suaminya melati takut dan sudah membayangkan bagaimana kalo dirinya tak bisa masuk, ia membuka handel pintu namun pintunya terbuka "ceroboh" ia mengunci pintu dan mencabutnya ia simpan di paku dia atas lemari buku. melati hendak masuk namun pintu suaminya terbuka ia melihat suaminya terbaring. ia tak memperdulikan ia masuk kekamar untuk mengganti pakaiannya setelah selesai mengganti pakaian melati hendak ke dapur namun ia melihat suaminya seperti orang yang sedang kedinginan meringkuk di selimut tebal milik suaminya melati ragu ia ingin masuk namun dalam benaknya pasti akan ada penolakan ia maju mundur tapi dia juga merasa kasihan khawatir terjadi sesuatu pada suaminya. akhirnya ia masuk "mas ga papa?" tanya melati "ga papa pergi sana" Bian mengusir melati sakit memang tapi ia berfikir ini ibadah. Melati mengambil kain untuk mengompres suaminya awalnya menolak, melati memberikan obat penurun demam dan air mineral diletakkannya di atas meja, "minum dulu obatnya kalo sudah turun demamnya mas bisa usir aku lagi" kali ini Bian menurut mungkin karna efek obat penurun demam ia tertidur barulah melati mengompres Bian ia meletakan kain dikening Bian setelah dirasa sudah turun demamnya melati pergi ke dapur untuk membuatkan bubur ayam melati meletakkannya di atas meja barulah melati meninggalkan Bian.
***
pagi harinya ia seperti biasa memasak untuk dirinya namun ia teringat suaminya yang sedang sakit, ia menyisakan makanan untuk suaminya ia menuliskan surat diatas meja "makanlah jika lapar". melati pergi bekerja.
Tubuh Bian merasa segar ak seperti kemarin Bian hendak ke dapur mengambil air mineral ia melihat selembar kertas putih bertuliskan "makanlah jika lapar" Bian tak menggubris surat itu namun perutnya tidak dapat kompromi ia merasakan lapar seperti sudah seharian belum makan ia memakan masakan melati diambilnya piring dan ia sendokan ke dalam piring baru satu suap saja mulut Bian merasakan nikmat masakan melati baru kali ini ia merasakan masakan melati rasanya enak jauh berbeda dengan masakan ibunya. "enak" gumam Bian ia meninggalkan uang di atas lemari es dan meninggalkan secarik kertas pakai uang ini mulai sekarang bikinkan aku makanan tiap hari.
***
melati pulang sore hari ia melihat ada kertas diatas lemari es ia membaca dan ia menemukan uang dibawahnya ia tak mengambil uang sepeserpun diletakkannya lagi kertas tersebut ia cukup senang suaminya menyukai masakannya. Melati mendengar mobil yang terparkir di garasi rumah ia hendak pergi namun Bian terlebih dahulu melihat melati "bersiaplah kita berangkat ke rumah mamah". melati mengangguk tanpa sepatah katapun ia terus menunduk tak pernah mendongakkan wajahnya pada Bian. suaminya melihat uang di atas lemari es masih utuh namun ia juga tak menghiraukan ia langsung menuju kamarnya untuk bersiap kerumah orangtuanya.
*bersambung....